Pembubaran FPI dalam Tinjauan Maqashid Syariah

Pembubaran FPI dalam Tinjauan Maqashid Syariah

Pembubaran FPI dalam Tinjauan Maqashid Syariah

Wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI) sudah menggeliat sejak dahulu. Setidaknya jika dilihat sejak masa pemerintahan Gus Dur, FPI terus disuarakan untuk dibubarkan. Bahkan, sebelum Gus Dur menjadi presiden, ia pernah menggelar konferensi pers di PBNU agar pemerintah segera membubarkan FPI.

Geliat kampanye masyarakat agar FPI dibubarkan tidak berhenti pasca Gus Dur berhenti dari jabatannya. Data-data yang menyebut anggota FPI melakukan sweeping dan tindakan terorisme membuat masyarakat resah dan terus mengusahakan agar organisasi pimpinan Rizieq Syihab itu dibekukan dari Indonesia.

Berbagai aksi penyerangan masa yang dianggap FPI tidak sejalan dengan Islam dilakukan dengan cara “menggeruduk” dan klaim nahi munkar. Sebagaimana dilansir Tempo, di antara aksi kekerasan FPI adalah perusakan kafe dan bentrokan dengan Forum Masyarakat Kemang di kawasan hiburan Kemang, Jakarta Selatan pada 1 November 2014.

Tempo juga menyebutkan, dua tahun sebelumnya, tepatnya 12 Januari 2012, massa FPI dan Forum Umat Islam demo di depan kantor Kemendagri, Jakarta Pusat. Massa kemudian melempari gedung dengan batu dan telur busuk. Aksi protes dilakukan atas pembatalan Perda Miras oleh pihak Kemendagri. Selain catatan-catatan di atas, mungkin masih ada catatan kekerasan FPI yang membuatnya memang perlu dibubarkan.

Bukan hanya mengintimidasi dengan kekerasan fisik, Wamenkumham Eddy Hiraij dilansir Republika menyebut, sebanyak 35 orang dari FPI terlibat tindak pidana terorisme, dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. Di samping itu sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.

Dalam wacana maqashid syariah, Imam As-Syatibi misalnya, menegaskan tindakan yang mengatasnamakan agama harus selalu sejalan dengan unsur dan alasan mengapa syariat Islam diturunkan. Menurutnya, satu dari sekian tujuan syariat ialah menjaga jiwa (hifz an-nafs). Bahkan menurutnya, menjaga jiwa lebih utama dibanding menjaga agama (hifz ad-din). Sementara bagaimana dengan tindakan FPI yang berdakwah namun mengancam nyawa seseorang?  Apakah sudah sesuai dengan tujuan diturunkannya agama? Apakah agama membenarkan tindakan sweeping dengan menyerang fisik seseorang yang diklaim tidak sesuai Islam?

Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur menyebut salah satu dari tujuan agama diturunkan untuk manusia ialah agar manusia mengedepankan sikap toleransi (samahah). Asyur mendefinisikan sikap toleransi sebagai sikap yang adil, moderat, dan kesadaran tinggi akan kerahmatan agama Islam. Keterlibatan sekian banyak anggota FPI dalam laku terorisme dan radikalisme jelas bertolakbelakang dengan tujuan agama ini. Radikalisme, terorisme, dan kekerasan bukan merupakan ajaran agama, bahkan tidak hanya Islam, tetapi agama apapun.

Konferensi Pers 3 Menteri dan 3 Pejabat negara setingkat menteri pun menyebutkan kalau FPI dan anggotanya kerap melakukan razia sweeping, yang sebenarnya menjadi hak dan wewenang pemerintah. Dalam wacana maqashid syariah, Wasfhi ‘Asyur menyebut tindakan ketidaktaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemerintah/penguasa/aparat) adalah sebuah tindakan yang ditolak agama. Mengutip QS: Muhammad Ayat 24, Wasfhi Asyur menyebut orang-orang demikian ialah mereka yang hatinya terkunci, tidak menjalankan esensi agama.

Hemat penulis, alasan-alasan FPI harus dibubarkan adalah karena tidak memiliki legal standing, yaitu sejara de jure sudah bubar sejak 20 Juni 2019, selain itu beberapa kegiatannya kerap menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Secara maqashid syariah, hal demikian sudah tak lagi sejalan dengan visi dan misi agama sebagai agama yang luwes, toleran, dan mengedepankan dialog. Bukankah dalam Al-Qur’an Allah menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk berdakwah kepada Fir’aun dengan cara yang lembut dan bijak?

Dalam maqashid as-ayari’ah, prinsip yang juga penting untuk diperhatikan adalah syad ad-dzara’i` atau membatalkan suatu hal karena akan menimbulkan unsur bahaya atau madharat (bahaya). Mafhum mukhalafah-nya, maka pemerintah harus melakukan pembubaran FPI agar tidak terjadi kembali tindakan sweeping dan tindakan-rindakan kekerasan di tengah bangsa. Dalam wacana maqashid syari’ah, FPI bukan lagi gerakan keagamaan, namun gerakan kekerasan yang tidak sejalan dengan masa depan agama yang mencita-citakan kehidupan damai dan penuh kesalingan. (AN)

Wallahu A’lam.