Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Store, Kamis lalu memastikan bahwa negaranya siap bantu Palestina. Ia sangat terbuka untuk menerima dan merawat warga Palestina yang terluka akibat serangan Israel di Jalur Gaza.
Pemerintah Norwegia, seperti dilaporkan oleh Anadolu, akan ikut dalam upaya internasional untuk membantu warga Palestina yang butuh perawatan di rumah sakit.
Pemberitahuan ini muncul setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Uni Eropa mengatakan ada sekitar 9.000 warga Palestina yang memerlukan evakuasi medis ketika Israel membombardir tanah Gaza.
Selain itu, Norwegia juga akan membantu menerbangkan warga Palestina yang butuh perawatan ke negara lain. “Dengan cara ini, kami bisa bantu lebih banyak orang daripada hanya membawa mereka ke Norwegia untuk berobat,” kata Store.
Pemerintah setempat memutuskan untuk membawa 20 pasien beserta keluarga mereka dari Gaza untuk diterbangkan ke Norwegia dan mendapatkan perawatan di rumah sakit di sana, ujar perdana menteri.
“Situasi kemanusiaan di Gaza sangat buruk. Sistem kesehatan sudah hancur. Jadi, hal terpenting yang bisa dilakukan Norwegia adalah mendukung pekerjaan kesehatan dan kemanusiaan di Gaza dan sekitarnya, misalnya dengan memperkuat rumah sakit,” tegas Store.
Sebagai informasi, pada bulan Desember tahun lalu, organisasi kesehatan dan PBB memperingatkan bahwa sistem layanan kesehatan di Gaza sudah runtuh.
Laporan terbaru menyebut hanya 12 dari 36 rumah sakit di Gaza yang sebagian masih beroperasi.
Selain bantu korban kemanusiaan, bulan lalu Norwegia bersama Irlandia dan Spanyol juga secara resmi mengakui Palestina sebagai negara.
Korban Penjajahan Israel
Menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 37.700 warga Palestina telah terbunuh di Gaza. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 86.400 lainnya terluka.
Hampir sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dianggap melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam keputusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.