Nasib Tragis Orang-orang Pelit dalam Kitab Ulama

Nasib Tragis Orang-orang Pelit dalam Kitab Ulama

Orang pelit ternyata tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan diri sendiri. Contohnya dalam kisah-kisah berikut ini.

Nasib Tragis Orang-orang Pelit dalam Kitab Ulama

“Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah daripada orang ahli ibadah orang pelit”

Kira-kira begitulah bunyi hadis nabi dalam kitab Al-Fawaid al Mukhtaroh li Saliki Thariqil Akhiroh, yang berisi hikmah ucapan Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Kutipan itu terdapat pada bab Kitabu al-Shadaqah –bab yang menjelaskan sedekah–. Catatan dalam kitab itu menunjukkan bahwa hadis itu dinukil dari kitab Ihya. Redaksi lengkap hadis di atas adalah sebagai berikut:

اَلسَّخِيُّ الجَهُوْلُ أحَبُّ إلى اللهِ مِنَ العَابِدِ البَخِيْلِ

Dalam bab itu terdapat kisah-kisah hikmah tentang kelakuan-kelakuan orang pelit saat menghindari sedekah. Salah satunya adalah kisah berikut ini:

Alkisah, suatu hari seseorang yang tabiatnya bakhil alias pelit sedang berada di dalam rumah. Di rumahnya itu si bakhil ini sudah siap menyantap makanan yang ada di hadapannya. Belum sempat makanan itu dilahapnya, tetiba ada tamu yang mengetuk pintu rumahnya.

Kaget mendengar ketukan pintu itu, secara spontan si kikir ini lantas mengucap takbir “Allahu Akbar” dengan suara lantang dan keras. Dia berharap orang yang ada di depan pintu rumahnya mengira ia sedang shalat, dan mengurungkan niat untuk bertamu.

Pada kisah yang lain nasib si kikir lebih tragis. Masih dalam kitab Al-Fawaid al Mukhtaroh, namun kali ini kisahnya dinukil dari kitab Anisul Mukminin.

Suatu ketika si kikir bersama istrinya duduk berdua menikmati hidangan yang ada di meja makan. Laki-laki bakhil itu siap menyantap ayam yang tersaji di depannya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah. Ternyata ketukan itu berasal dari peminta-minta yang menginginkan sedekah dari penghuni rumah.

Sang istri lalu berujar kepada suaminya yang kikir itu, “Tidakkah sebaiknya kita berbagi makanan dengan peminta-minta itu?” tanya sang istri.

“Tidak usah, sebaiknya kamu temui peminta-minta itu dan suruh dia pergi,” perintah si kikir.

Sang istri tak dapat menolak permintaan suaminya.

Hari demi hari berlalu. Roda kehidupan berputar begitu cepat. Laki-laki kikir itu kini hidup dalam serba kekurangan. Istrinya pun lalu diceraikannya.

Singkat cerita, mantan istrinya itu lalu menikah dengan laki-laki lain. Kehidupannya bahagia dan harmonis. Suatu ketika si mantan istri dan suami barunya duduk berdua menikmati hidangan yang ada di meja makan. Suami barunya itu siap untuk menyantap ayam yang tersaji di depannya. Tiba-tiba terdengar suaru ketukan pintu dari luar rumah. Ternyata ketukan itu berasal dari peminta-minta yang menginginkan sedekah dari penghuni rumah.

Si suami baru tadi lantas memerintahkan sang istri untuk berbagi makanan dengan pengemis yang ada di depan rumahnya. Diantarkanlah makanan untuk si pengemis tadi. Namun kejadian aneh terjadi, sang istri yang kembali ke meja makan setelah memberi makan pengemis tadi tiba-tiba menangis tersedu-sedu.

“Wahai istriku, mengapa kau menangis? Apakah kau menyesali sedekah tadi?” tanya sang suami baru.

“Tidak, aku sama sekali tak menyesali itu. Aku menangisi kejadian luar biasa yang baru saja kutemui,” jawab sang istri dengan masih tersedu-sedu.

“Wahai suamiku, tahukah kau siapa pengemis yang baru saja kuberikan makanan?” tanya sang istri.

“Tidak,” jawab suaminya singkat, namun masih keheranan melihat tangisan sang istri.

“Pengemis tadi adalah mantan suamiku,” jelas sang istri.

Mendengar penjelasan istrinya yang demikian, sang suami sedikit terkejut, tetapi segera balik bertanya, “Lalu, tahukah kau siapa aku yang sekarang menjadi suamimu kini? Aku adalah pengemis yang pernah diusir dari rumah suami pertamamu.”

Kini tangisan sang istri semakin menjadi-jadi.

Begitulah kira-kira kisah tragis orang bakhil yang mungkin bisa kita ambil pelajaran, lebih-lebih untuk diri saya sendiri. (AN)

Wallahu A’lam.