Beberapa umat Islam menyebarkan pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia biasa sama seperti manusia pada umumnya. Argumentasi mereka adalah dalil Al-Qur’an Surat al-Kahf:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah (wahai Nabi), bahwasanya aku adalah manusia seperti kalian, dan bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Satu…”(Surat Al-Kahfi 110)
Atas dasar itu, mereka melarang penambahan kata “sayyidina” di depan nama Nabi Muhammad, dengan alasan beliau adalah manusia biasa.
Argumentasi di atas, perlu dipertanyakan jika dikaitkan dengan dalil surat al-Ahzab berikut ini:
Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri (Qs 33:6)
Apakah keutamaan yang dimiliki Nabi itu dikarenakan beliau adalah seorang Nabi ataukah keutamaan itu tidak ada hubungannya dengan keadaan beliau sebagaimana manusia?
Menjawab pertanyaan itu, kita perlu pertimbangkan keistimewaan yang Allah berikan kepada Nabi Yahya dan Nabi Isa sejak mereka berdua dilahirkan:
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan bagi dirinya (Yahya) pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali”(Surat Maryam 15)
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa putera Maryam), pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”(Surat Maryam 33)
Tentu saja, keistimewaan itu juga diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena di dalam surat Al-Baqarah disebutkan:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِير
“Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”(Surat Al-Baqarah 285)
Semua Nabi dan Rasul diberikan keistimewaan masing-masing. Sehingga keistimewaan itu melekat kepada pribadi mereka.
Kembali kepada pernyataan bahwa Nabi Muhammad bukanlah manusia biasa. Kita dapat memahaminya dari hadits berikut:
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال نهى رسول الله عليه وسلم عن الوصال. فقال رجل من المسلمين فإنك تواصل يا رسول الله؟ فقال وأيكم مثلي؟ إني أبيت ربي ويسقني…متفق عليه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata “Rasulullah SAW melarang puasa wishal (bersambung tanpa makan). Lalu ada seseorang bertanya, “Tetapi baginda sendiri berpuasa wishal wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Siapa di antara kalian yang seperti aku?” Aku bermalam dan Tuhanku memberi aku makan dan minum…”(muttafa ‘alayhi, hadits nomor 682 dalam Bulugh ul-Maram)
Mari kita sorot kalimat berikut:
وأيكم مثلي؟ إني أبيت ربي ويسقني
“Siapa di antara kalian yang seperti aku?” Aku bermalam dan Tuhanku memberi aku makan dan minum..”.
Bukankah di dalam kalimat ini terkandung keistimewaan Nabi secara fisik, daripada manusia biasa pada umumnya? Jika beliau memang manusia biasa, tentu Allah tidak akan memberi beliau makan dan minum seperti yng beliau katakan di dalam hadis. Karena beliau bukan manusia biasa, menambahkan kata “sayyidina” sebelum nama beliau merupakan sebuah kepantasan. Dan itu pun dikuatkan oleh ucapan beliau sendiri:
انا سيد ولد ادم يوم القيامة ولا فخر
“Aku adalah sayyid (pemimpin) anak-anak keturunan Adam nanti pada hari kiamat, bukan untuk membanggakan diri” (HR: al-Bukhari)
Yang menjadi pertanyaan kemudian, jika ada orang yang tidak mau menyebut Nabi dengan sebutan sayyid padahal dia tahu bahwa Nabi adalah pemimpin seluruh manusia, siapa sebenarnya yang memimpin mereka?
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ ۖ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَٰئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun.” (Surat Al-Isra’ 71).