Suatu hari Musa berjumpa dengan seorang penggembala yang berteriak-teriak seperti orang gila.
“Wahai Tuhan yang memutuskan sebagaimana Engkau kehendaki, dimana Engkau? ”
“Agar aku dapat mengabdi padaMu ”
“menjahit sepatuMu”
“dan, menyisir rambutMu ”
“Agar aku dapat mencuci pakaianMu ”
“membunuh kutu-kutuMu ”
“dan menyediakan susu untukMu ”
“O..pujaanku ”
Mendengar kata-kata dungu ini, Musa berseru :”hei, kepada siapa kau berteriak? Ocehan apa ini? fitnah dan ngawurr!! Sumbatlah mulutmu dengan kapas!! ”
“Tuhan yang luhur tidak menghendaki pelayanan seperti itu “, tambah Musa.
Mendengar itu, sang Penggembala menyobek pakaiannya, menghela napas dan pergi ke hutan.
Musa merasa gembira telah memberi petunjuk kepada penggembala yang dungu itu.
Kemudian, turun wahyu dari langit :
“kau telah memisahkan hambaKu dengan Aku”
“apakah kau diutus sebagai seorang nabi untuk menyatukan atau memisahkan? ”
“Aku telah memberikan kepada tiap orang gaya pemujaan yang khusus. Aku telah melimpahkan pada tiap manusia bentuk pengungkapan yang khas ”
“ungkapan Hindustan adalah yang terbaik bagi orang Hindustan, bahasa Sind adalah yang terbaik bagi orang Sind ”
“Aku tidak memandang lidah dan ucapan. Aku memandang jiwa dan perasaan batin ”
“Aku melihat hati untuk mengetahui apakah ia orang yang bersahaja, meski kata yang diucap keras memekarkan telinga ”
“Hentikan kiasan-kiasan dan kesombongan!! Aku ingin merasakan cinta yang membakar, cinta yang membakar. Aku mencintai keterbakaran!! ”
“nyalakan bara cinta di dalam jiwamu. Bakarlah seluruh pikiran dan ucapan ”
“wahai Musa, mereka yang paham hukumKu adalah satu golongan, dan mereka yang jiwanya terbakar cinta padaKu adalah golongan yang lain ”
“wahai Musa, agama cinta lepas dari segala agama. Para pecandu Tuhan tidak mempunyai agama kecuali Tuhan itu sendiri ”
Mendengar firman Tuhan itu, Musa bergegas mencari sang Penggembala untuk memberi tahu bahwa Tuhan ridho dengan caranya memuja Tuhan.
Di tengah hutan, Musa melihat sang Penggembala duduk diam membisu di atas batu.
Musa bertanya :”mengapa kau diam membisu? ”
Sang Penggembala menjawab :”aku sekarang memuja Tuhan, kekasihku, dengan cara diam membisu”
*) Kisah ini disadur dari Matsnawi karya Jalaludin Rumi.