Dikisahkan seorang laki-laki setengah baya duduk di kedai teh menanyakan Abu nawas. la mengeluh bahwa ia tidak menemukan jalan keluar dari rnasalah pelik yang dihadapi.
Salah seorang teman Abu Nawas mencoba menolong, “Mari saya antar, ” ucap orang itu. Setelah duduk di kursi ruang tamu, laki-laki tersebut mengutarakan masalahnya.
“Aku mempunyai rumah yang amat sempit. Sedangkan aku tinggal bersama istri dan kedelapan anak-anakku. Rumah itu kami rasakan terlalu sempit sehingga kami tidak merasa bahagia, rasanya kami sulit bersyukur atas apa yang dilimpahkan Allah kepada kami sekeluarga”. dengan gamblang ia menceritakan.
“Punyakah engkau seekor domba?”, tanya Abu Nawas
“Tidak, tetapi aku mampu membelinya.” jawab orang itu.
“Kalau begitu belilah seekor dan tempatkan domba itu di dalam rumahmu.” Abu Nawas menyarankan.
Orang itu tidak membantah. la langsung membeli seekor domba seperti yang disarankan.
Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan saranmu, tetapi rumahku bertambah sesak.” kata orang itu mengeluh.
“Kalau begitu belilah lagi beberapa ekor unggas dan tempatkan juga mereka di dalam rumahmu:” kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah. la langsung membeli beberapa ekor unggas yang kemudian dimasukkan ke dalam rumahnya. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi ke rumah Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan saranmu dengan menambah penghuni rumahku dengan beberapa ekor unggas. Namun kami semakin tidak betah.” kata orang itu dengan wajah yang semakin muram.
“Kalau begitu belilah seekor anak unta dan peliharalah di dalam rumahmu.” kata Abu Nawas menyarankan Orang itu tidak membantah. la langsung ke pasar hewan membeli seekor anak unta untuk dipelihara di dalam rumahnya.
Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas. la berkata, “Wahai Abu Nawas, tahukah engkau bahwa keadaan di dalam rumahku sekarang hampir seperti neraka. Semuanya berubah menjadi lebih mengerikan dari pada hari-hari sebelumnya. Kami sudah tidak tahan tinggal serumah dengan binatang-binatang itu.” kata orang itu putus asa.
“Baiklah, kalau kalian sudah merasa tidak tahan maka jualah anak unta itu.” kata Abu Nawas. Orang itu tidak membantah. la langsung menjual anak unta yang baru dibelinya.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu. “Bagaimana keadaan kalian sekarang?” Abu Nawas bertanya.
“Keadaannya sekarang lebih baik karena anak unta itu sudah tidak lagi tinggal di sini,” jawab orang itu tersenyum.
“Baiklah, kalau begitu sekarang jualah unggas-unggasmu,” kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah. la langsung menjual unggas-unggasnya.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas mengunjungi orang itu. “Bagaimana keadaan rumah kalian sekarang ?” Abu Nawas bertanya.
“Keadaan sekarang lebih menyenangkan karena unggas-unggas itu sudah tidak tinggal bersama kami.” kata orang itu dengan wajah ceria.
“Baiklah kalau begitu sekarang jualah domba itu.” kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah. Dengan senang hati ia langsung menjual dombanya. Beberapa hari kemudian Abu Nawas bertamu ke rumah orang itu. la bertanya, “Bagaimana keadaan rumah kalian sekarang ?”
“Kami merasakan rumah kami bertambah luas karena binatang-binatang itu sudah tidak lagi tinggal bersama kami. Dan kami sekarang merasa lebih berbahagia dari pada dulu. Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepadamu hai Abu Nawas.” kata orang itu dengan wajah berseri-seri.
Sebelum pulang, Abu Nawas berkata: “Sebenarnya batas sempit dan luas itu tertancap dalam pikiranmu. Kalau engkau selalu bersyukur atas nikmat dari Tuhan maka Tuhan akan mencabut kesempitan dalam hati dan pikiranmu.” kata Abu Nawas menjelaskan.
Kisah ini dinarasikan dari buku “Kisah 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati” karangan MB Rahimsyah terbitan Lintas Media Jombang Jawa timur.