Menjadi seorang guru memang tidaklah mudah. Selain cerdas pengetahuan, seorang guru juga harus cerdas spiritual dan emosional. Karena guru akan menjadi model percontohan dari murid-muridnya. Sayyidah Aisyah tidaklah asing lagi di telinga kita. Kecantikan akhlaknya, keutamaan kepribadiannya di mata Rasulullah SAW, di mata ayahanda Abu Bakar bahkan di kacamata umat manusia sudah sangat tersohor. Sayyidah Aisyah yang merupakan istri termuda Rasulullah SAW ini diriwayatkan sebagai sosok guru perempuan yang paling pintar sepanjang zaman. Hal tersebut terbukti bahwa Sayyidah Aisyah meriwayatkan Hadis sebanyak 2210 Hadis.
Sayyidah Aisyah menjadi pengajar dalam suatu majlis terbuka selepas Rasulullah SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikuasai oleh Sayyidah Aisyah ra didapatkan dari pengalamannya hidup bersama mendampingi Rasulullah SAW. Selama menemani Rasulullah SAW, Sayyidah Aisyah banyak menelaah dan memerhatikan apa saja yang diucapkan, dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW kepadanya.
Meliputi perihal menjadi istri, ibu, kakak perempuan dan ummul mukminin. Selain menguasai ilmu-ilmu agama yang berkaitan dengan kekeluargaan, Sayyidah Aisyah juga menguasai ilmu kedokteran seperti pengobatan-pengobatan herbal pada zaman Rasulullah SAW. Kemudian, Sayyidah Aisyah juga menguasai silsilah Arab dan bait syairrya, ahli tafsir sekaligus ahli hadis yang sangat dipercaya. Bagi sosok Sayyidah Aisyah untuk mempelajari ilmu tidak ada batasan ilmu tertentu untuk dipelajari.
Para sahabat dan tabi’in yang menjadi murid Sayyidah Aisyah berbondong-bondong datang untuk mendengarkan pengajian di kelas beliau. Walaupun Sayyidah Aisyah adalah sosok perempuan, namun beliau tidaklah minder ataupun sungkan untuk mengajarkan ilmu kepada sahabat dan tabi’in yang mayoritas adalah laki-laki. Tentunya masih dengan keanggunan akhlak beliau dan jiwa ummul mukminin yang ada pada dirinya. Sayyidah Aisyah menjadi referensi utama terkait masalah keluarga, wanita dan keseharian Rasulullah SAW. Beliau adalah guru perempuan yang tegas, lembut, penuh keteduhan dan terus menyampaikan kebenaran tanpa rasa malu.
Semangat Sayyidah Aisyah untuk belajar baik sepanjang hidupnya bersama Rasulullah SAW maupun setelah kepergian Rasulullah SAW sangat patut untuk diteladani. Hal tersebut terlihat saat Sayyidah Aisyah ditanya bagaimana bisa beliau menguasai ilmu kedokteran. Kemudian Sayyidah Aisyah menjawab dengan bijak bahwa beliau selalu mengingat apa saja yang disebut-sebut dan disampaikan oleh orang lain tentang penyakit dan nama obat-obatan. Semangat belajar tidak hanya tugas seorang anak didik. Karena menjadi guru akan lebih wajib lagi untuk selalu semangat belajar tinggi untuk diberikan dan dihadiahkan kepada anak-anak didiknya.
Sayyidah Aisyah juga memiliki karakteristik istimewa dalam mengajar sebagai sosok guru perempuan. Beliau menyampaikan ilmu dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Hal tersebut Sayyidah Aisyah pelajari dan contoh dari suaminya bahwa saat Rasulullah SAW membacakan wahyu dan menyampaikan suatu Hadis beserta tafsiran dan penjelasannya maka Rasulullah SAW melakukannya dengan sepenuh hati, pelan-pelan dan tidak tergesa-gesa. Tujuannya adalah supaya mudah dipahami dan diamalkan.
Jika kita adalah seorang guru perempuan maka alangkah nyamannya jika kita mengajar dengan metode lembut dan tidak tergesa-gesa. Tetap sabar dan semangat memberikan ilmu kepada anak didik dengan berbagai tingkat kecerdasan. Apalagi perempuan adalah sosok yang dikenal dengan kelembutannya.
Acap kali Sayyidah Aisyah ra menyampaikan ilmu dengan metode ‘amali atau dipraktikkan secara langsung. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa Abu Salamah bersama saudara laki-laki Sayyidah Aisyah sesusuan bertanya kepadanya perihal cara berwudhunya Rasulullah SAW.
Kemudian Sayyidah Aisyah menjawab dengan mempraktikkan langsung cara wudhu baginda Rasulullah SAW. Metode ini sangat didukung oleh ilmu pendidikan dan pembelajaran yang berprinsipkan ilmiah. Dengan menerapkan metode yang Sayyidah Aisyah ajarkan ini maka peserta didik akan lebih mudah memahami pengetahuan dan mengingatnya dalam jangka waktu yang lama. Karena kecerdasan psikomotor peserta didik dapat diasah. Hal ini juga selaras dengan perkembangan ilmu pembelajaran berbasis ilmiah yang digembor akhir-akhir ini.
Menyertakan referensi ataupun alasan kuat sebagai acuan penguat suatu ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi suatu hal baru dalam dunia perkuliahan. Namun hal ini juga sudah diajarkan dan diterapkan pada zaman Rasulullah SAW. Terbukti bahwa acap kali baginda Nabi SAW memberikan suatu penjelasan ayat maka akan disertakan juga ayat lain yang menguatkan. Jika memberikan suatu fatwa maka Rasulullah SAW juga memberikan dalil yang mendasari hukum permasalahan tersebut. Begitu juga halnya dengan istri baginda Nabi SAW. Sayyidah Aisyah selalu bersikap kritis, kontekstual, komprehensif dan memiliki referensi kuat dalam menyampaikan ilmu. Beliau selalu menyertakan dalil dari ayat al-Qur’an, ayat yang berkaitan, tafsiranya, Hadis juga telah fikihnya.
Menjadi sosok guru perempuan seperti Sayyidah Aisyah merupakan kesanjungan tersendiri yang dapat diikuti oleh kaum perempuan sebagai pendidik sepanjang zaman baik untuk dirinya sendiri, buah hatinya, anak didik dan perempuan lainnya. Karena karakteristik Sayyidah Aisyah ra dengan kelembutan, ketegasan, kritis juga berwawasan tinggi tersebut menjadi pondasi kuat untuk mencetak pendidik perempuan yang cerdas berkarakter. Sehingga dapat menghasilkan anak didik yang cerdas intelektual, spiritual dan emosional.