Suatu hari beberapa santri Taman Pendidikan Al-Quran sedang diajarkan oleh gurunya cara berwudhu. Para santri itu melihat dengan seksama peragaan wudhu yang diperagakan oleh gurunya.
Salah satu dari mereka mengangkat tangan. Sang guru mengetahui maksud anak didiknya mengangkat tangan, ia ingin bertanya. Sang guru pun mempersilahkan anak didiknya untuk bertanya.
“Bu guru, mengapa kalau sholat kita harus berwudhu?”
Siapapun gurunya, pasti agak gelagapan jika mendapatkan berondongan pertanyaan semacam ini. Apalagi pertanyaan itu disampaikan oleh anak-anak yang sedang ingin tahu banyak.
Wudhu merupakan salah satu di antara cara untuk menghilangkan hadas, yakni hadas kecil. Wudhu biasanya dilakukan sebelum ibadah yang mengharuskan adanya kebersihan dan kesucian dari hadas kecil bagi yang akan melakukan ibada tersebut, seperti contoh shalat.
Perintah melaksanakan wudhu sebelum shalat terdapat dalam surat al-Maidah ayat 6:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.”
Dengan adanya ayat tersebut, Fakhruddin ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib-nya mengatakan bahwa perintah shalat sangat berkaitan erat dengan wudhu. Salah satu pendapat yang dikutip ar-Razy mengatakan bahwa ayat tersebut merupakan dalil atau argumentasi diwajibkannya bersuci (dengan wudhu) saat akan melaksanakan shalat. Jika tidak ada air maka boleh dilaksanakan dengan tayamum. Hal ini tentu tidak cukup dengan hanya membasuh muka saja, karena sudah dijelaskan secara mutlak kewajiban itu dalam Al-Quran.
Jika ar-Razy mengatakan bahwa inti dari ayat tersebut adalah thaharah qabla shalat (bersuci sebelum shalat) maka sah-sah saja, karena bertemu, mengahadap dan beribadah kepada Allah, Dzat Yang Suci dan mencintai kesucian dan kebersihan tidak bisa dilaksanakan tanpa bersuci.
Hal ini senada dengan arti dari kata wudhu sendiri yang berasal dari kata wadha’ah yang berarti hasan (bagus) dan bahjah (Indah atau elok). Sedangkan menurut syara’, sebagaimana diungkapkan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhabis Syafii:
اسم لفعل الذي هو استعمال الماء في أعضاء معينة مع النية
“Sebuah nama untuk menunjukan perkerjaan yang berupa menggunakan air pada anggota-anggota badan tertentu disertai dengan niat”
Adapun jika wawunya difathah (wadhu’) maka artinya berbeda dengan wudhu. Wadhu adalah nama untuk menyebut alat yang digunakan untuk berwudhu, yakni air.
Wudhu juga tidak selamanya berarti sebuah ritual bersuci sebelum shalat atau beribadah yang lain.
Dalam hadis disebutkan:
تَوَضَّؤُوا مِمَّا غَيَّرَتِ النارُ
Wudhu dalam konteks di atas berarti membasuh tangan dan mulut setelah makan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Lisan al-Arab:
أَراد بِهِ غَسْلَ الأَيدِي والأَفْواهِ مِنَ الزُّهُومة
“Yang dimaksud kata “berwudhulah” dalam hadis di atas adalah membasuh tangan dan mulut agar terbebas dari bau”.
Dari beberapa penjelasan di atas dan berbagai derivasi makna wudhu, jelas bahwa yang dinginkan oleh Allah dengan wudhu adalah kebersihan dan keindahan. Kata inilah yang cocok mengakomodir thaharah secara khusus sebelum shalat. Karena shalat adalah sama halnya dengan menghadap dan bertemu Allah. Tidak mungkin bertemu dengan Dzat Yang Suci dan Maha Indah, tapi malah menanggalkan keindahan dan kesucian.
Wallahu A’lam.