Menelusuri Dinamika Dakwah ala Salafi Wahabi di Indonesia (Bagian 1)

Menelusuri Dinamika Dakwah ala Salafi Wahabi di Indonesia (Bagian 1)

Bagaimana salafi dan wahabi di Indonesia bisa berkembang?

Menelusuri Dinamika Dakwah ala Salafi Wahabi di Indonesia (Bagian 1)

Saya pikir, dakwah mutakhir, sebagai model dakwah paling populer dan menarik akan mentok dalam bingkai dakwah ala Muslim-Muslimah hijrah.

Puncak dari realitas dakwah hijrah ini ditandai dengan munculnya para Ustadz sentral dan viral, terutama 4 sosok di antaranya Buya Yahya, Ust Abdul Somad, Ust Adi Hidayat dan Ust Hanan Attaki.

Sekali lagi tadinya saya masih yakin bahwa model dakwah 4 sosok ini akan berlangsung lama dan akan terus merajai model dakwah Islam ke depan.

Ternyata keyakinan saya soal model dakwah masih kurang tepat.

Karena masih ada model dakwah yang belakangan semakin diminati oleh umat Muslim awam yakni dakwah Salafi-Wahabi. Sebutan Salafi-Wahabi ini sebetulnya untuk memudahkan saja.

Baca juga: Mengulik Narasi Agama Kelompok Salafi dan Anti Salafi di Bulan Kemerdekaan

Saya mengira bahwa model dakwah Salafi-Wahabi ini sama sekali tidak menarik, tidak kontekstual dengan perkembangan zaman alias jadul dan dakwahnya menghakimi.

Para Ustadz Salafi-Wahabi tidak segan-segan menyatakan pendapat para Ustadz di luar kelompok mereka sebagai pendapat yang keliru, bid’ah, haram dan bahkan berdosa.

Sekian tahun lamanya keyakinan saya tidak berubah, dakwah model Salafi-Wahabi ini, yakin,  tidak akan mendapat tempat yang signifikan di hati umat Muslim. Apalagi mereka berdakwah dengan memusuhi budaya Indonesia.

Ust Syafiq Riza Basalamah, Ust Khalid Basalamah, Ust Firanda Andirja dan masih banyak lagi, justru semakin mendapatkan tempat di hati umat Muslim.

Kajian demi kajiannya selama ini tidak lekang dari reaksi pembubaran. Alih-alih sepi jamaah, justru semakin berlimpah. Seolah-olah menjadi pihak yang selama ini  dizalimi.

Bahkan Ust Syafiq sampai kemudian menjadi lebih Nusantara, tidak lagi mengidentikkan diri dengan peci kupluk dan celana panjang cingkrang, melainkan telah bermetamorfosis dengan memakai peci hitam dan sarung.

Ini kelihatannya sepele, tapi apakah kita tahu, ini semua demi apa? Tidak lain, demi dakwah Salafi-Wahabi semakin diminati. Dan memang terbukti. [Bersambung]