Masjid Kairouan tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi masyarakat Tunisia, lebih dari itu masjid ini menjadi simbol kekuasaan Islam di Afrika, juga penyebaran madzhab Maliki.
Apakah yang anda pikirkan pertama kali mendengar kata Qairawan (Kairouan)? Sebagian besar kaum muslim akan teringat pada kisah penaklukan bangsa bar-bar yang terkenal dengan kebengisannya. Ketika umat muslim dengan izin Allah berhasil menaklukkan salah satu etnis Afrika ini untuk pertama kalinya. Penaklukan wilayah Maghrib melalui proses yang tidak sebentar. Ada 4 kali penaklukan yang terjadi sampai Maghrib benar-benar jatuh ke tangan islam.
Setelah penaklukan Tripoli dan Cyrenaica oleh tentara kiriman Khalifah ‘Usman bin ‘Affan pada tahun 27 H (647 M) pasukan muslim bergerak ke Sbeitla, negeri sebelah barat Qairawan yang merupakan wilayah penting Byzantium di Afrika pada masanya. Wilayah Sbeitla saat itu dikuasai oleh Gregorie, gubernur Byzantium pada saat itu. Meletus perang yang dikenal dengan “Gazwah ‘Abadilah” antara kedua kubu, dan atas izin Allah SWT pasukan muslim menang dan menduduki Sbeitla.
Penaklukkan berikutnya terjadi pada masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (45H/665M) setelah vakum beberapa waktu karena fitnah. Masa ini dikenal dengan “Hudnah”. Penaklukkan kedua sukses besar dimana pasukan muslim berhasil menaklukkan banyak wilayah, diantaranya Binzert, El-Jem, Chartage, Sousse, dan salah seorang sahabat agung wafat dalam perang ini, yaitu Abu Zam’ah Al-Balawi.
Setelah penaklukan kedua yang dipimpin oleh Mu’awiyah bin Khudaij berhasil, sang panglima kembali ke Mesir dan mengutus ‘Uqbah bin Nafi’ meggantikannya untuk mengurus wilayah yang telah ditaklukkan. Kedatangan Uqbah bin Nafi’ (50H) langsung mengubah keadaan wilayah tersebut. Tak seperti penaklukan pertama yang dibiarkan terbengkalai, Uqbah menjadikan suatu wilayah yang ia beri nama Qairawan (Kairouan) sebagai pusat pemerintahan. Uqbah mengelilingi wilayah tersebut dengan tembok batu yang tinggi, mendirikan sebuah masjid di tengah wilayah tersebut yang sekarang dikenal dengan nama Masjid ‘Uqbah bin Nafi’, dan membangun gedung pemerintah di sampingnya.
Penaklukan kedua tidak membuat orang-orang Bizantium dan Bar-Bar menyerah terhadap Islam. Ketika Uqbah kembali dari Zab, sebagian masyarakat Bar-Bar yang sebelumnya mengaku beriman mendapati celah untuk memberontak. Mereka kemudian melakukan pemberontakan di beberapa wilayah seperti Chartage, dan Masjid Qairawan sempat dihancurkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Kusailah tersebut. Uqbah bin Nafi’ wafat dalam pemberontakan ini.
Mendengar kesulitan yang dialami umat Islam di Afrika, khalifah Abdul Malik bin Marwan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Zuhair bin Qais Al-Balawi ke Afrika untuk membantu umat muslim dan menguatkan posisi mereka di Afrika. Setelah menumpas pemberontakan Bar-Bar, membunuh Kusailah, dan menyelamatkan Qairawan (Kairouan) dari kehancuran, pasukan Zuhair kembali ke timur, akan tapi pasukan ini gugur menghadapi pasukan Romawi di pesisir Cyrenaica.
Penaklukan sesungguhnya terjadi pada tahun 77 H. Pemberontakan inilah yang berhasil menundukkan Bar-Bar dan mengusir Romawi Bizantium seutuhnya dari bumi Afrika. Kala itu Abdul Malik Bin Marwan membentuk pasukan beranggotakan 40000 orang dengan panglima Hassan bin Nu’man.
Mereka membawa misi penaklukan Chartage yang masih menjadi markas Romawi di Afrika. Setelah menghancurkan benteng-benteng dan memastikan orang Bar-Bar dan Romawi tidak kembali ke wilayah tersebut, tentara Hassan bergerak menuju Pegunungan Aures yang saat itu dikuasai oleh sekelompok orang Bar-Bar yang dipimpin oleh seorang perempuan bernama Dahya, orang Arab menjulukinya Kahinah. Pasukan Hassan pada awalnya mengalami kekalahan dan ditarik mundur dari Aures, tapi kemudian mereka dapat ditaklukan pada penyerangan kedua dan membunuh Kahinah.
Setelah penaklukan Bar-Bar dan pengusiran Romawi dari bumi Afrika, Hassan Bin Nu’man mulai mengarahkan fokusnya ke pembangunan negeri. Berikut adalah pembangunan pemerintahan yang dilakukan Hassan bin Nu’man: Memperbarui bangunan Masjid Agung Qairawan, membangun pabrik kapal perang (pertama kali dalam islam) di Chartage, menetapkan pajak bumi, membentuk dewan kenegaraan, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi, membagi-bagi tanah milik negara kepada petani-petani kecil, menjadikan pribumi (bar-bar) sebagai pasukan perang yang membantu orang-orang islam dalam penaklukan-penaklukan berikutnya.
Masjid Agung Kairouan (Qairawan) kembali mengalami renovasi dan perluasan pada tahun 836 M masa pemerintahan dinasti aghlabiyah, dinasti pertama yang berdiri secara otonom di afrika.
Masjid Agung Kairouan tidak hanya menjadi tempat ibadah, lebih dari itu masjid ini memerankan fungsi pendidikan sebagai tempat belajar ilmu agama dengan macam-macam disiplinnya, menjadi simbol kekuasaan Islam di Afrika pada masa itu, juga tempat penyebaran madzhab Maliki. Masjid Agung Kairouan juga memainkan peran strategis dibidang pemerintahan, dimana masjid sering dijadikan tempat diskusi kebijakan pemerintahan oleh para gubernur dan hakim.
Masjid Agung Kairouan telah mengalami banyak perluasan sejak pembangunan pertama kali. Perluasan pertama dimulai abad 8 M lalu pada abad 9, 12 dan terakhir pada abad 13 M.
Masjid Agung Kairouan saat ini memiliki 400 pilar melengkung, pintu-pintu besar yang tinggi di banyak sisi, sebuah menara yang epik dan menawan, juga selasar yang luas. Kini, selain sebagai tempat ibadah, Masjid ini dijadikan situs sejarah dan tempat perayaan maulid nabi SAW oleh masyarakat Tunisia. (AN)
Wallahu a’lam.
Artikel ini sebelumnya dimuat di majalahnabawi.com