Alkisah, pada suatu hari Abu Abdillah al-Waqidi al-Qadhi sedang dalam keadaan benar-benar terhimpit, dan saat itu dia sedang bersama Yahya bin Khalid al-Barmaki yang menjabat Gubernur provinsi dan Wazir untuk Khalifah Harun al-Rasyid. Tiba-tiba istri al-Waqidi datang dan berkata kepada suaminya, “Hari raya sudah tiba, namun kita tidak mempunyai uang sepeser pun.”
Mendengar perkataan istrinya tersebut, al-Waqidi kemudian pergi menemui salah satu temannya yang berprofesi sebagai pedagang. Sebagaimana dijelaskan oleh Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Baghdad, kepada temannya tersebut, al-Waqidi menjelaskan tentang kedatangannya. Dia kemudian mengatakan kepada temannya tersebut kalau ingin berhutang. Setelah mendengar penuturan al-Waqidi, pedagang sekaligus teman al-Waqidi itu pun langsung mengeluarkan kantong yang berisi uang dan distempel dengan tulisan seribu dua ratus dirham.
Setelah kebutuhannya sudah terpenuhi, al-Waqidi kemudian mengemasi barang-barang tersebut dan pamit untuk pulang ke rumah. Belum lama sampai di rumah, ternyata seorang temannya yang bernama al-Hasyimi (dari keturunan Bani Hasyim) datang ke rumahnya. Temannya yang datang tersebut kemudian mengeluhkan perihal keterlambatan penghasilannya dan juga sedang membutuhkan pinjaman.
Mendengar keluh kesah temannya itu, al-Waqidi pun langsung masuk ke dalam menemui istrinya. Kepada istrinya dia memberitahukan kedatangan al-Hasyimi, dan istrinya pun bertanya balik kepada al-Waqidi, “Menurutmu, apa yang akan kamu berikan kepadanya?”
Al-Waqidi pun menjawab pertanyaan istrinya,”Aku akan memberikan sebagian isi kantong ini kepadanya.”
Mendengar jawaban suaminya tersebut, istri al-Waqidi pun berkomentar, “Kamu tidak melakukan apa-apa. Kamu mendatangi temanmu yang berdagang di pasar; dan dia memberi pinjaman kepadamu seribu dua ratus dirham. Sekarang seseorang yang memiliki kekerabatan dengan Rasulullah saw. datang kepadamu, namun kamu akan memberi separoh dari apa yang diberikan temanmu yang pedagang itu! lni tidak sebanding! Berikan saja kantong ini seluruhnya kepadanya!”
Al-Waqidi kemudian keluar membawa kantong itu lalu memberikan semuanya kepada al-Hasyimi.
Pada Lain waktu, temannya al-Waqidi yang seorang pedagang dan yang meminjaminya uang pergi menemui al-Hasyimi, dia juga berteman dengan Al-Hasyimi. Ternyata, kedatangannya kepada al-Hasyimi adalah untuk mencari pinjaman uang. Al-Hasyimi pun segera mengeluarkan kantong yang berasal dari al-Waqidi kepadanya.
Tatkala temannya al-Waqidi dan juga al-Hasyimi itu melihat stempel uang yang ada di kantong milik al-Hasyimi, dia pun kaget. Karena mengenali tulisan tersebut. Si pedagang itu kemudian bergegas menemui al-Waqidi dan menceritakan kejadian tersebut.
Pada waktu bersamaan, seorang utusan Yahya bin Khalid al-Barmaki datang menemui al-Waqidi. Utusan itu menyampaikan pesan dari Yahya, “Sesungguhnya utusanku terlambat datang kepadamu karena aku sedang sibuk dengan beberapa keperluan Amirul Mukminin.”
Al-Waqidi kemudian segera mendatangi Yahya bin Khalid. Saat bertemu dengannya, al-Waqidi bercerita tentang kantong berisi uang yang ia pinjam namun kembali kepada orang yang meminjaminya. Mendengar cerita al-Waqidi, Yahya pun berkata kepada pengawalnya, “Pengawal. Bawa uang yang ada di sana itu kemari!”
Pengawal pun datang membawakan uang sepuluh ribu dinar kepada Yahya. Setelah menerima uang tersebut, Yahya berkata, “Untukmu dua ribu dinar, ambillah. Dua ribu dinar untuk temanmu, dua ribu dinar untuk al-Hasyimi, dan empat ribu dinar untuk istrimu, karena dia yang paling dermawan di antara kalian.”
Kedermawanan memang pantas untuk dihargai mahal, sebagaimana yang dilakukan oleh Yahya bin Khalid al-Barmaki kepada istri al-Waqidi. Selain pantas dihargai mahal, sikap dermawan mampu mendatangkan banyak rezeki, disukai banyak manusia dan tentunya dekat dengan Allah SWT sebagaimana hadis Nabi saw;
السخي قريب من الله، قريب من الجنة، قريب من الناس، بعيد من النار، والبخيل بعيد من الله، بعيد من الجنة، بعيد من الناس، قريب من النار، ولجاهل سخي أحب إلى الله تعالى من عابد بخيل
Artinya: Orang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Sebaliknya, orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dan dekat dengan neraka. Dan orang bodoh yang dermawan lebih disukai oleh Allah daripada ahli ibadah yang kikir.