Kisah Sahabat Rasul yang Tidak Mampu Bayar Kafarat Puasa

Kisah Sahabat Rasul yang Tidak Mampu Bayar Kafarat Puasa

Kisah Sahabat Rasul yang Tidak Mampu Bayar Kafarat Puasa

Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh al-imam al-Bukhari Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya agama (islam) itu mudah, dan tidak ada satu orangpun yang mempersulitnya kecuali ia akan dibuat tak berdaya”. Hadis tersebut merupakan penegur bagi siapa saja yang suka mempersulit sesuatu yang sebenarnya tak perlu dipersulit dalam urusan beragama. Karena sejatinya seseorang yang suka mempersulit apa yang sebenarnya tak perlu dipersulit, ia akan mendapati dirinya selalu berada dalam kegundahan serta kekhawatiran.

Prinsip dalam beragama yang ingin Rasulullah SAW ajarkan dalam hadis tersebut adalah dalam beragama, apa yang bisa dipermudah janganlah dipersulit, karena jika kita mempersulit apa yang tak perlu dipersulit, maka kita sendiri yang akan kesusahan nantinya.

Prinsip tersebut senantiasa Rasulullah SAW terapkan ketika beliau mengajarkan umatnya dalam urusan agama. Di antara riwayat yang menjelaskan hal tersebut adalah riwayat yang mengkisahkan sikap beliau terhadap salah seorang sahabat yang membatalkan puasa ramadannya, akibat tak bisa menahan nafsu biologisnya kepada sang istri di siang hari bulan Ramadhan.

Dari Sahabat Abu Hurairah RA, ia berkata: “suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk dengan Rasulullah SAW, datanglah seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW, dan berkata: “wahai Rasulullah celakalah aku” Rasulullah SAW pun menanggapi: “apa yang terjadi dengamu?” lelaki itu menjawab: “aku berhubungan biologis dengan istriku ketika sedang berpuasa ramadhan (di siang hari), Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya: “apakah kamu memiliki seorang budak yang bisa kau merdekakan?”, ia menjawab: “aku tidak punya wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun bertanya kembali: “apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” lelaki itu menjawab: “aku tidak mampu wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun kembali bertanya: “apakah kau memiliki persediaan makanan untuk memberi makan ke enam puluh orang miskin?” lelaki itu menjawab: “tidak wahai Rasul”, kemudian dipertengahan keadaan itu, Rasulullah SAW diberikan sejumlah besar kurma, lalu beliau berkata, “mana si penanya tadi?” lelaki itupun menjawab “saya Rasulullah”.

Rasulullah SAW pun berpesan kepadanya: “bawa kurma ini, dan bersedekahlah dengannya (sebagai kafarat puasa yang dibatalkan)”, lelaki itu kembali bertanya: “apakah saya berikan kurma ini kepada orang yang lebih fakir dariku wahai Rasul? Demi Allah Wahai Rasul, tidak ada orang didaerahku yang lebih fakir dariku dan keluargaku, Rasulullah SAW pun tertawa sehingga terlihat (sedikit) gigi gerahamnya, lalu beliau berkata “berilah makan keluargamu dengan kurma itu” (HR. Bukhari)

Dari cara Rasulullah SAW menghadapi lelaki yang membatalkan puasanya secara sengaja karena tak bisa menahan nafsu biologis terhadap istrinya, kita dapat melihat kebijaksanaan beliau yang tak lantas memarahi lelaki tersebut, tapi beliau dengan sabar menjelaskan apa yang difasilitasi syariat untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya.

Beliau tak melihat kepada besar atau kecilnya dosa yang dilakukan lelaki tersebut, tapi beliau langsung mencarikan solusi yang difasilitasi syariat untuk menebus kesalahannya.

Bahkan, ketika lelaki tersebut secara terang-terangan menjelaskan bahwa ia tak memiliki budak untuk dimerdekakan, beliau dengan sabar beranjak kepada penjelasan fasilitas lainnya yaitu berpuasa dua bulan berturut-turut, dan ketika lelaki itu menjawab dengan terbuka bahwa dia tak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, Rasulullah SAW kembali menawarkan fasilitas lainnya yaitu memberi makan enam puluh orang miskin, dan ketika lelaki tersebut menjawab bahwa ia tak punya harta untuk memberi makan enam puluh orang miskin, Rasulullah SAW sendiri yang memberikan modal baginya untuk menebus dosa dan kesalahannya dengan memberikan sejumlah besar kurma kepadanya.

Dan hal yang paling luar biasa dari sikap Rasulullah SAW, terlihat ketika Rasulullah SAW dengan santai memintanya untuk memberi kurma-kurma tersebut kepada keluarga lelaki tersebut, ketika ia menjelaskan bahwa tak ada keluarga yang paling fakir di daerah dan komunitasnya, selain keluarganya sendiri.

Dari sikap Rasulullah SAW kepada lelaki yang membatalkan puasa ramadannya karena tak kuat menahan nafsu biologisnya, kita bisa belajar, bahwa dalam beragama jangan persulit apa yang bisa dipermudah, karena jika tidak, kita sendiri yang akan binasa.