Terdapat banyak sekali keterangan Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW. Sebagai seorang utusan yang Allah SWT kirim untuk memperbaiki perilaku manusia, Rasulullah SAW senantiasa mengutamakan pendekatan lembut dan cara yang baik dalam misi dakwahnya. Pendekatan lembut tersebut tidak hanya beliau terapkan kepada mereka yang dengan lapang hati mentaati perintah Allah SWT, namun, dalam menghadapi orang-orang yang secara terang-terangan ingin bermaksiatpun beliau selalu mengingatkannya dengan cara yang baik.
Diantara riwayat yang menggambarkan cara baik Rasulullah SAW dalam mengingatkan orang yang secara terang-terangan meminta izin kepada beliau untuk bermaksiat, adalah sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab musnadnya:
“Diriwayatkan dari Abu Umamah RA, suatu ketika ada seorang pemuda yang datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia berkata: wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina! Mendengar apa yang dikatakan oleh pemuda tersebut, para sahabat yang hadir seketika mengusirnya, seraya berkata “cukup, cukup”, lalu Rasulullah SAW berkata “dekatkan ia kepadaku!”, ketika pemuda tersebut telah berada dekat dengan beliau, Rasulullah SAW lalu bertanya kepada pemuda tersebut “apakah kamu rela jika ibumu yang dizinahi?”
Pemuda itupun menjawab: “Demi Allah, tentu saja aku tidak rela“ lalu Rasulullah SAW berkata, “begitu juga orang lain, mereka tidak rela jika ibunya dizinahi (olehmu)”, kemudian Rasulullah SAW kembali bertanya kepada pemuda tersebut “apakah kamu rela jika anak perempuanmu yang dizinahi orang lain?”
Pemuda itupun menjawab “Demi Allah, tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela jika anak perempuannya dizinahi olehmu”, kemudian Rasulullah SAW bertanya lagi kepada pemuda tersebut, “apakah kamu rela jika saudara perempuanmu dizinahi orang lain?”
Pemuda itupun menjawab, “Demi Allah tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela saudara perempuannya dizinahi olehmu”, lalu Rasulullah SAW bertanya kembali, “Apakah kamu rela jika bibimu yang dizinahi oleh orang lain”, pemuda itupun menjawab “demi Allah, tentu saja aku tidak rela wahai Rasul”, Rasulullah SAW pun menanggapi “begitu juga orang lain, mereka tak akan rela jika bibinya dizinahi olehmu”. Kemudian Rasulullah SAW mengusap kepala pemuda tersebut seraya mendoakannya “Ya Allah, ampunilah dosanya, dan sucikanlah hatinya” setelah peristiwa tersebut pemuda itu tak pernah lagi berpikir untuk berzina” (HR. Ahmad)
Dari peristiwa tersebut kita dapat melihat bagaimana tenang, bijak, serta baiknya Rasulullah SAW menanggapi seorang pemuda yang jelas-jelas meminta izin kepada beliau untuk melakukan zina, yang termasuk dalam kategori dosa besar. Beliau tidak marah, menghardik, atau mengusir pemuda tersebut, sebagaimana yang dilakukan para sahabat ketika itu. Lantaran kesal dengan apa yang dikatakan pemuda tersebut kepada Rasulullah SAW.
Beliau lebih memilih mengingatkan pemuda tersebut melalui pendekatan persuasif dengan menyentuh perasaan pemuda tersebut, melalui pertanyaan-pertanyaan edukatif yang mengajarkannya tentang sebuah nilai, yaitu, jika ia sendiri tidak rela jika sanak familinya dizinahi oleh orang lain, maka orang lainpun tidak rela jika sanak familinya dizinahi olehnya, bahkan setelah itu Rasulullah SAW mendoakan pemuda tersebut agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT dan dibersihkan hatinya agar tidak lagi memiliki niat untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, dan dengan hal tersebut si pemudapun menyadari kesalahannya, bahkan, ia tak pernah lagi berpikir untuk melakukan hal-hal yang jelas-jelas dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.