Pada suatu malam yang gelap, Dzun Nun al-Mishri berjalan di pegunungan Baitul Maqdis. Tiba-tiba dia mendengar suara sedih, dan tangisan yang mengatakan, “Aduhai, betapa kami merasa resah setelah sebelumnya kami merasa nyaman! Betapa kami terasing dari negeri kami, dan merasa fakir setelah sebelumnya kami berkecukupan! Betapa hinanya kami setelah sebelumnya kami mulia!”
Mendengar suara tersebut, Dzun Nun kemudian mengikuti suara tangisan itu hingga suara itu terdengar semakin dekat. Dzun Nun pun ikut menangis, karena tangisan dan ungkapan-ungkapan yang diucapkan. Hingga pada pagi harinya, Dzun Nun akhirnya bertemu dengan pemilik suara itu dan ternyata dia adalah seorang laki-laki yang kurus, seperti kayu kering yang terbakar.
Bertemu dengannya, Dzun Nun kemudian berkata, “Semoga Allah Swt merahmatimu. Betul Engkau mengucapkan perkataan seperti ini?”
Orang itu lalu berkata, “Tinggalkan aku! Dahulu aku mempunyai hati yang kini hilang dariku.” Setelah menyuruh Dzun Nun meninggalkannya, dia kembali berkata;
قد كان لي قلب أعيش به بين الهوى فرماه الحب فاحترقا
Dulu aku mempunyai hati dan hidup dengannya diantara hawa nafsu, lalu gelora cinta kepada Allah mencampakkannya hingga dia terbakar.
Mendengar ucapan orang tersebut, Dzun Nun lalu berkata kepadanya;
لم تشتكي ألم البلا وأنت تنتحل المحبة
Mengapa engkau mengeluhkan pedihnya penderitaan, sementara engkau meraih cinta?
إن المحب هو الصبور على البلاء لمن أحبه
Sesungguhnya cinta itu adalah kesabaran terhadap cobaan demi yang dicintainya.
حب الإله هو السرور مع الشفاء لكل كربة
Cinta kepada Allah adalah kebahagiaan yang dibarengi keselamatan dari segala malapetaka.
Cinta adalah kesabaran terhadap cobaan demi yang dicintainya. Orang yang cinta akan sabar dengan cobaan yang terjadi kepadanya, demi yang dicintainya.
Termasuk dalam kehidupan manusia, di mana terkadang dalam kehidupan percintaan ada saja masalah yang harus dihadapi oleh seorang hamba. Namun hal tersebut tidak lain adalah cara agar bisa lebih kuat dalam menghadapi segala permasalahan, oleh karena itu tidak ada salahnya jika kita menguatkan diri dengan bersabar demi yang dicintainya.
Karena untuk memperoleh kebahagiaan hati, seseorang memang harus sabar dan ikhlas. Namun hal tersebut bukanlah perkara yang mudah dijalani, tetapi mudah diucapkan. Sebab yang namanya kasih itu sabar dan murah hati. Tidak memegahkan diri dan tidak menyombongkan diri, serta tidak egois apalagi mencari keuntungan diri sendiri. Tidak pemarah juga tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Oleh karena itu, tidak selayaknya orang yang telah mendapatkan cinta mengeluhkan pedihnya penderitaan yang sedang dialaminya. Karena penderitaan tersebut hanya bersifat sementara, sedangkan cinta bersifat abadi. Cinta adalah kesabaran, dan kesabaran adalah bagian dari jalan untuk berdiri kembali dan berjalan dengan tegak menyusuri kehidupan bersama yang dicintai.
Walaupun sabar memanglah suatu sikap yang sulit dilakukan, namun dalam kehidupan ada kalanya kita dihadapkan dengan situasi untuk bersikap sabar. Salah satunya adalah sabar dari cobaan orang yang dicintai. Sikap sabar juga mencerminkan bahwa seseorang sudah teguh terhadap pendirian. Orang yang sabar juga akan menghadapi setiap masalah dengan kepala dingin dan segera menyelesaikannya. Dan tentunya, sabar adalah bagian dari akhlak terbaik dalam Islam.
Karena cinta sejati hanya untuk orang yang sabar, ikhlas, dan tulus dari berbagai cobaan yang berasal dari yang dicintainya. Dan cinta memang butuh kesabaran, sabar dalam berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dan sabar bertahan dari berbagai cobaan yang terus menghalangi.