KH Ahmad Dahlan Bukanlah Wahabi, Berikut Kitab Rujukan yang Menjelaskannya

KH Ahmad Dahlan Bukanlah Wahabi, Berikut Kitab Rujukan yang Menjelaskannya

Bagi sebagian orang, Muhammadiyah adalah Wahabi atau pendiri beliau, KH Ahmad Dahlan, adalah wahabi. Nyatanya tidak.

KH Ahmad Dahlan Bukanlah Wahabi, Berikut Kitab Rujukan yang Menjelaskannya

Muhammadiyah oleh mereka yang tidak suka atau “tidak paham” sering dikaitkan dengan Wahabi, atau bahkan dituduh sebagai “Wahabi”.Selama ini orang memandang bahwa Muhammadiyah dalam masalah pemurnian akidah dipengaruhi oleh Muhammad Abdul Wahab, sedangkan dalam gagasan pembaruan Islam dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Padahal tidaklah demikian, terutama jika kita merujuk pada kitab-kitab yang dimiliki KHA Dahlan dan yang sering dikutipnya ketika berceramah.

Wahabi (Wahhaby) sebutan bagi orang yang mengikuti paham Muhammad Abdul Wahab, sedangkan pahamnya disebut Wahabiyah (Wahhabiyyah) atau Wahabisme.

Sebutan Wahabi atau Wahabiyah lebih merupakan konstruksi atau gambaran yang diberikan terhadap orang atau kelompok yang dianggap mengikuti paham Muhammad Abdul Wahab itu, kadang dengan julukan yang negatif (Haedar Nashir, Anatomi Gerakan Wahabiyah).

Salah satu karya penting untuk mendalami jejak pemikiran KH Ahmad Dahlan dengan mengulik buku karya KRH Hadjid, yang berjudul Pelajaran KHA. Dahlan: 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an.

KRH. Hadjid, adalah murid termuda Kiai Dahlan yang sangat rajin mencatat apa saja yang diajarkan oleh KHA Dahlan. Menurut riwayat, hanya beliau yang rajin mencatat secara lengkap, sehingga hasilnya diantaranya adalah buku ini. Dengan demikian, buku ini sangat istimewa karena memuat intisari dari apa yang berkecamuk dalam pikiran-pikiran Kiai Dahlan

Dalam buku tersebut, KRH Hadjid mengibaratkan para ulama gambarkan sebagai tentara, dan kitab-kitab yang tersimpan dalam perpustakaan-perpustakaan serta toko-toko kitab sebagai sebagai senjata-senjata yang tersimpan dalam gudang, dan KHA Dahlan adalah ibarat salah satu tentara itu yang tahu betul bagaimana menggunakan bermacam-macam senjata itu menurut sebagaimana mestinya.

Sebelum KRH Hadjid menerangkan wejangan atau pelajaran dari KHA Dahlan yang 7 (tujuh) perkara atau falsafah itu, terlebih dulu perlu KRH Hadjid menerangkan tentang kitab-kitab apa yang “mengisi jiwa” atau mempengaruhi pemikiran KH Ahmad Dahlan.

Pada mulanya kitab-kitab yang dipelajari atau ditelaah oleh KH Dahlan adalah kitab-kitab yang biasa dipelajari oleh kebanyakan Ulama di Indonesia dan Ulama Mekkah. Misalnya, dalam ilmu ‘Aqaid ialah kitab-kitab yang beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ilmu Fiqh menggunakan kitab-kitab dari Madzab Syafi’iyyah, dan dalam hal ilmu tasawuf Kyai Ahmad Dahlan merujuk kepada Imam Al-Ghazali.

Kemudian, setelah itu, KHA Dahlan mulai mempelajari Tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridla, majalah Al-Manar dan Tafsir Juz ‘Amma karya Muhammad Abduh, serta menelaah kitab Al-‘Urwatul Wutsqa karya Jamaluddin al-Afghani.

Selama mengikuti KHA Dahlan, KRH Hadjid sebagai murid sering melihat beberapa kitab yang sering menjadi rujukan KH Ahmad Dahlan, yaitu: (1) Kitab Risalah Tauhid Muhammad Abduh, (2) Tafsir Juz ‘Amma Muhammad Abduh, (3) Kitab Kanzul Ulum, (4) Dairatul Ma’arif karya Farid Wajdi, (5) Kitab-kitab Fil Bid’ah karya Ibnu Taimiyyah, sebagaimana kitab At-Tawassul wal-Wasilah, (6) Kitab Al-Islam wan-Nasraniyyahkarya Muhammad Abduh, (7) Kitab Idharulhaq karya Rahmatullah Al-Hindi, dan kitab-kitab Hadis karya Ulama Madzhab Hambali.

Berdasarkan keterangan ini, tidak satupun kitab-kitab KHA Dahlan yang mengoleksi kitab Muhammad Abdul Wahab, sedangkan kitab-kitab yang sering dirujuk pun demikian: tidak ada karya Muhammad Abdul Wahab.

Justru sangat jelas bahwa dalam akidah KHA Dahlan terpengaruh Muhammad Abduh yang rasional.

Dalam buku KRH Hadjid (halaman 80) tersebut KHA Dahlan hanya sekali mengutip Muhammad Abdul Wahab, itupun di dalam kitab Risalah Tauhid (karangan Muhammad Abduh).  Jadi Muhammad Abduh dalam kitabnya mengutip Syekh Muhammad Abdul Wahab yang mengutip Imam Syafii.

Berikut redaksinya: “Berkata Imam Syafii: “Seumpama Allah tidak menurunkan kepada makhuknya hujjah, kecuali Surat ini, niscaya surat Al-Ashri ini telah mencukupi untuk memberi petunjuk”. KHA Dahlan merenungkan dan mengulang-mengulangi Surat Al-Ashr ini lebih dari 7 bulan. Di dalam tafsir Juz ‘Amma karangan Syekh Muhammad Abduh ada 37 surat, akan tetapi yang dipilih oleh KHA Dahlan hanya satu surat ini. Baca Juga  Perlunya Rumusan Etika Ber-Muhammadiyah

Demikianlah tulisan singkat ini sekedar untuk informasi data bahwa KHA Ahmad Dahlan, berdasarkan koleksi kitab-kitab dan rujukan-rujukannya ketika memberikan pengajian kepada murid-muridnya tidak merujuk referensi Wahabisme.

*Artikel lanjutan ini juga bisa dibaca Ibtimes di sini