Membayangkan sebuah masjid di Korea barangkali bukan hal mudah bagi orang-orang Indonesia, terutama bagi yang belum pernah traveling negeri gingseng ini. Bagi banyak orang yang biasa bepergian, terutama bila traveling itu berstempel syariah, mereka juga diarahkan menuju sebuah masjid sebagai destinasinya. Lalu mungkin mereka akan bercerita tentang Masjid-masjid di luar negeri yang pernah dikunjunginya.
Maka saya katakan ~ini promo tulisan, masjid-masjid Korea yang saya ceritakan ini berbeda. Ya sama sekali berbeda dengan masjid-masjid yang biasa jadi kunjungan wisata, semisal Masjid di Putrajaya Malaysia atau Masjid India di Kuala Lumpur, Masjid-masjid di Hongkong atau Masjid-masjid di Singapura. Ini sama sekali berbeda.
Maksudnya begini, masjid-masjid di Korea ini, sejauh yang sudah saya ceritakan dalam dua tulisan sebelumnya, adalah masjid yang didirikan sebagai pusat kegiatan dan pusat konsolidasi perasaan. Maksudnya pusat untuk menempa spiritualitas dan juga menambah ilmu agama, dari para TKI, oleh para TKI dan untuk para TKI.
Ya, anda tidak salah membacanya, memang begitu bunyinya, seperti slogan Demokrasi. Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Kenapa masjid-masjid di Korea bisa begitu?
Ceritanya panjang, makanya saya buat tulisan ini bersambung. Dan anda juga harus dari awal untuk bisa memahami secara utuh dan komprehensif. Hehehe. Baca ya artikel pertama dan kedua agar tahu masjid-masjid yang kita bahas ini memang nyaris 100 persen dari para TKI.
Aktif Kajian dan Menunaikan Haji
Oke, mari kita lanjut bahas uniknya masjid indonesia di Korea. Oleh TKI, artinya masjid-masjid ini dikelola oleh para TKI secara kolektif. Ada sholat berjamaah yang diimami oleh salah seorang di antara mereka. Ada pengajian-pengajian yang dipimpin oleh salah seorang di antara mereka, baik pengajian doa bersama semisal tahlilan atau barzanji, maupun pengajian membaca kitab Kuning.
Ya, sekali lagi anda tidak salah baca. Pengajian membaca kitab kuning. Saya yakinkan kepada anda bahwa banyak di antara mereka yang jumlahnya lebih dari 40 ribu orang di Korea adalah para alumni pesantren. Saya tidak tahu sampai berapa persentasenya, tetapi jelas banyak. Kenapa banyak? Ada beberapa alasan.
Pertama adalah banyaknya jajaran kitab-kitab ilmu agama Islam di rak-rak buku Masjid. Mulai dari buku-buku terjemahan, Majmu’ syarif, Yasin-tahlil hingga kitab-kitab pelajaran agama yang cukup sulit, semisal terjemahan Hadits hadits dan bahkan kitab-kitab kuning berjajar memenuhi rak buku.
Bila itu belum cukup sebagai bukti, maka papan tulis yang belum terhapus cukup memberikan tanda bahwa ada di antara mereka yang saling nglalar atau mutholaah kitab, bahasa kerennya Kajian Kitab. Beberapa papan tulis yang belum terhapus yang sempat saya lihat jelas mengindikasikan mereka belajar lebih dari sekedar materi dasar dengan menggunakan kitab kuning.
Dan kalau anda belum percaya juga, bisa anda turut mengikuti kajian-kajian mereka via sosial media, khususnya facebook. Jelas beberapa di antara mereka adalah santri-santri yang sempat belajar di pesantren, setidaknya hingga kelas menengah.
Tentu saja bahwa mereka masih juga mendatangkan ustadz dari Tanah Air, tetapi ini belum bisa full selama satu tahun dan belum bisa maksimal di seluruh masjid atau musolla. Jadi sehari-hari kegiatan di Masjid-Musholla ini memang dipimpin langsung oleh para TKI yang berlatarbelakang santri beneran.
Bukti selanjutnya adalah banyak di antara para TKI ini sudah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah Madinah. Mereka bercerita bahwa setidaknya ada empat perusahaan travel Haji dan umroh di Korea. Keempat-empatnya setiap tahun hampir selalu penuh. Dan salah satu faktor penyebab penuhnya kuota Haji di Korea adalah para TKI ini. Tentu kita bisa tarik kesimpulan, mereka masih muda dan mementingkan berangkat haji. Kalau bukan santri, siapa lagi?
Untuk TKI, ya tentu saja masjid-masjid ini memang dibangun untuk para TKI, dan karenanya kebanyakan berada di wilayah-wilayah yang ditinggali oleh para TKI. Tetapi tidak perlu khawatir, wilayah-wilayah ini adalah wilayah yang juga ramai oleh para pelancong. Buktinya beberapa masjid terletak di dekat lokasi wisata, stasiun atau terminal dan sangat dekat dengan hotel-hotel umum. Jadi tetap saja masjid-Musholla ini terbuka untuk umum.
Oh ya tak perlu lah ya kalo saya cerita tentang hotel di sana. Segede apa TV-nya, apa saja channelnya dan berapa tarifnya. Intinya sebenarnya tarif hotel di sana cukup murah, lebih murah dari rasio harga di Indonesia. Cocok deh buat yang mau bulan madu. Satu yang pasti, banyak hotel dekat masjid kok. Eh, banyak masjid dekat hotel, transportasi publik dan destinasi wisata lainnya. (bersambung)