Kisah Saya Menyusuri Masjid di Korea Selatan dengan Segala Keunikannya (Bag-2)

Kisah Saya Menyusuri Masjid di Korea Selatan dengan Segala Keunikannya (Bag-2)

Mari ikuti saya menyusuri masjid-masjid di Korea Selatan

Kisah Saya Menyusuri Masjid di Korea Selatan dengan Segala Keunikannya  (Bag-2)

 

Berbicara Masjid di Korea adalah berbicara tentang keragaman etnik dan budaya antar imigran beda bangsa. Ya Korea adalah negara Industri yang mengundang ratusan ribu pekerja asing dari berbagai negara, berbagai etnik dan berbagai agama.

Demikian pun agama Islam di Korea, dianut oleh berbagai etnik dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Masjid yang saya cerita pada tulisan sebelumnya adalah sebuah Masjid yang terletak kawasan antara kota Seoul dan Incheon, sebuah kawasan Multikultural di Korea. Di kawasan ini, tinggal berbagai etnik Muslim dari berbagai negara. Itu satu kisah, di tulisan ini saya akan menceritakan kisah masjid lainnya.

Komunitas-komunitas Muslim Indonesia yang berkumpul tidak selalu berdekatan dengan komunitas Muslim dari negara lain. Komunitas yang berkumpul ini tetap butuh rumah ibadah. Maka mereka pun iuran untuk menyewa ruang flat yang representatif. Jumlahnya variatif, sebagian cukup untuk menyewa ruangan satu lantai, dua lantai atau lebih.

Ruang-ruang ini kemudian dimodifikasi sehingga menghasilkan beberapa sekat ruangan. Tentu saja ruang paling luas digunakan untuk sholat. Ruang-ruang lain disulap sebagai tempat wudhu, dapur bersama dan tempat tidur.

Dapur bersama digunakan untuk mereka memasak, selain untuk kebutuhan sendiri komunitas yang kini berevolusi menjadi jamaah masjid ini juga biasanya membuka jasa catering. Jamaah masjid bisa melayani catering untuk acaranya internal bersama mereka, acara pribadi yang melibatkan banyak orang seperti selamatan ulang tahun, kelahiran anak di tanah air maupun acara eksternal komunitas lain di sana.

Selain catering biasanya masjid juga menyewakan Perlengkapan pesta, maksudnya perlengkapan acara seperti karpet atau lainnya. Ya mereka adalah para pemuda produktif, bukan saja menyewakan perlengkapan acara, mereka juga biasa menggelar stand dagangan saat ada masjid atau komunitas lain menyelenggarkan acara.

Keuntungan yang didapat dari usaha bersama ini digunakan untuk membiayai operasional harian dan bulanan masjid. Membayar listrik, air dan keperluan-keperluan lainnya.

Masjid biasanya juga menyediakan loker-loker berjajar untuk menyimpan barang-barang pribadi jamaah. Kamar biasanya hanya digunakan untuk tempat tinggal pengurus atau tamu-tamu saja. Tidak cukup ruang untuk tinggal semua jamaah. Terlebih mayoritas jamaah memang hanya datang mingguan.

Biasanya hari Jumuah atau Sabtu jamaah-jamaah mulai berdatangan dan kemudian pulang pada Ahad malam atau senin pagi. Ya selama seminggu mereka bekerja dan menginap di asrama atau kos di dekat tempat kerja. Akhir pekan, barulah mereka berkumpul di Masjid.

Kembali ke awal pengumpulan donasi pendiriann Masjid. Beberapa komunitas bahkan berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah yang lebih banyak. Mereka berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli flat, baik hanya satu atau dua lantai maupun seluruh flat, dari basement hingga rooptop-nya, maksudnya atapnya. Artinya seluruh bangunan bisa dibeli.

Masjid-masjid yang berhasil dibeli, baik satu lantai maupun seluruhnya inilah yang disebut sebagai Masjid Permanen. Ini istilah di sana, tidak usah didebat. Masjid-masjid permanen ini dianggap tidak lagi bisa berpindah lokasi.

Masjid-masjid pemanen, khususnya yang berhasil membeli seluruh gedung ruko atau flat, biasanya selain memiliki usaha catering juga memiliki usaha toko swalayan. Toko swalayan ini biasanya buka 24 jam khususnya pada akhir pekan. Tahu sendiri para pemuda Indonesia, mereka adalah para pembegadang tangguh kelas dunia.

Sedangkan masjid-masjid yang lokasinya masih menyewa bisa sewaktu-waktu pindah. Baik karena sewa yang tidak bisa diperpanjang, komplain tetangga maupun hal lainnya semisal tidak ada lagi yang mampu mengurusnya.

Ya, komplain tetangga memang termasuk alasan mengapa suatu masjid yang belum permanen berpindah alamat. Maklum Korea adalah republik yang tidak mencantumkan kolom agama dalam KTP mereka. Artinya agama adalah urusan privat, dan urusan privat tidak diperkenankan mengganggu kepentingan umum.

Tahu sendiri orang Indonesia suka melaksanakan ritual dengan suara mendayu-dayu. Itu pun hampir semua masjid hanya menggunakan suara (salon) dalam saja, tapi tetap saja terkadang suara memang bocor. Ditambah lagi kesibukan di luar selama acara berlangsung.

Tetapi tak perlu khawatir, masjid-masjid di Korea tetap diperkenankan memasang papan nama, baik masjid ini hanya satu atau dua lantai maupun semua gedungnya adalah masjid. Jadi masih tetap bisa ditemukan. (bersambung)