Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menunai kontroversi. Kini PSI, melalui Ketua Umumnya Sis Grace Natalie, kembali menggemparkan jagat politik bangsa dengan menyampaikan pidato politiknya berkenaan dengan poligami dan sikap penolakan terhadapnya. Tak berselang lama setelah pidato politik tersebut tayang, PSI dan Sis Grace menjadi buah bibir publik, mulai dari yang pro maupun kontra, dari yang memuji sampai yang memaki. Mestinya perbedaan pendapat tidak menjadi sumbu polemik dan perdebatan yang tak berujung pangkal.
Saya sendiri harus jujur menyatakan bahwa lebih memilih monogami, ketimbang poligami. Jauh sebelum PSI dan Sis Grace menyampaikan sikap politiknya, saya telah lama menulis soal ini, baik dalam bentuk buku maupun artikel lepas. Alasan mengapa saya memilih monogami ini tidak lain adalah karena teladan para ulama, para kiai yang sejak lama berada dalam lingkungan belajar dan hidup saya.
Saya hampir kesulitan menemukan ulama-ulama saya di Pesantren yang melakukan poligami. Selain itu, saya juga meyakini bahwa ayat dalam QS. An-Nisa: 3 justru merupakan ayat monogami, bukan ayat poligami seperti yang kebanyakan orang memahaminya.
Pilihan monogami memang sangat berat dan mengandung konsekuensi. Namun begitu, memilih monogami justru yang paling dekat dengan apa yang disebut dengan sunah Rasul saw., di mana semasa hidupnya, Rasul saw., lebih lama hidup monogami bersama Siti Khadijah ketimbang dengan masa poligaminya. Apalagi praktik poligami Rasul saw sama sekali jauh dari praktik poligami yang menjamur dan bahkan cenderung berlebihan seperti dewasa ini. Komitmen monogami ini sesungguhnya yang menjadi ruh pernikahan.
Pernikahan sebagai akad perjanjian dan akad persaksian antara istri dan suami, kepada masing-masing pasangan, kepada masing-masing orang tua, kepada sanak saudara, kepada masyarakat dan terutama kepada Allah Swt untuk setia dengan satu pasangan dalam suka maupun duka.
Oleh karena itu, dalam menyikapi persoalan ini, kita tidak boleh terperangkap pada upaya saling menghujat antara yang pro dan kontra. Toh pada nyatanya seyakin dan sekuat apapun pendapat saya terhadap poligami, praktik poligami tetap banyak terjadi. Sehingga apa yang menjadi pendapat saya ini, diniatkan untuk jalan dakwah, sebagai upaya memuliakan perempuan dari sudut pandang perempuan itu sendiri.
Sebagai perempuan yang merdeka dan mulia sebagaimana umumnya laki-laki. Perempuan dan laki-laki setara kedudukannya, sebagai makhluk Allah yang diciptakan dengan ciptaan yang paling baik.
Wallaahu a’lam