Membasuh dan mengusap atau menyapu adalah dua hal yang berbeda. Membasuh adalah mengalirkan air ke bagian-bagian anggota wudhu, sedangkan mengusap adalah menyapu dengan tangan yang sudah dibasahi dengan air.
Membasuh dan mengusap anggota wudhu tiga kali-tiga kali dalam fikih disebut dengan taslis. Adapun kesunahan taslis, dalam wudhu disimpulkan dari beberapa keterangan hadis, di antaranya:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِى إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَ اهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ. أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ. رواه ابو داود
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang lelaki mendatangi Nabi SAW., lalu bertanya, “Rasulullah, bagaimana cara bersuci itu?.” Maka beliau meminta supaya diambilkan air dalam ember lalu beliau membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Membasuh kedua lengannya tiga kali. Setelah itu beliau mengusap kepalanya, kemudian memasukkan dua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar daun telinganya dengan kedua ibu jarinya, sementara kedua ibu jarinya mengusap bagian dalam telinganya. Lalu beliau membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali-tiga kali. Beliau kemudian bersabda, “Demikianlah cara berwudhu. Barang siapa yang menambah atau menguranginya, sungguh ia telah berbuat jelek atau zalim.” atau “berbuat zalim atau melakukan kejelekan.” (HR. Abu Dawud)
Pengulangan wudhu tiga kali-tiga kali ini sangat perlu diperhatikan, karena jika ditinggalkan wudhu seseorang akan dianggap makruh, kecuali jika ada kepentingan yang mendesak (uzhur), seperti karena waktu shalat yang sudah hampir habis atau terbatasnya persediaan air. Justru dalam kondisi demikian, melakukan taslis hukumnya adalah haram.
Lalu bagaimana jika seseorang membasuh atau menyapu anggota wudhunya lebih dari tiga kali?. Imam al-Zarkasyi, ulama fikih kondang bermazhab Syafi’i – sebagaimana dikutip Sulaiman al-Bujairami – menjelaskan bahwa mengurangi atau menambah lebih dari tiga kali basuhan atau usapan hukumnya sama-sama makruh.
Pendapat al-Zarkasyi ini dipahami dari keterangan Nabi:
فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ. أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ
“Barang siapa yang menambah atau menguranginya, sungguh ia telah berbuat jelek atau zalim.” atau “Berbuat zalim atau melakukan kejelekan.”
Dan imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ membenarkan pendapat tersebut. Kemudian Ibnu Daqiq al-‘Id memberikan solusi bagi orang yang ingin menambah basuhan atau usapan lebih dari tiga kali agar terhindar dari makruh, supaya basuhan atau usapan yang keempat dan seterusnya dilakukan dengan tujuan atau niat tabarrud (agar terasa segar).
Adapun wudhu Rasulullah yang terkadang dilakukan hanya sekali-sekali atau dua kali-dua kali hanya bertujuan untuk menjelaskan kepada umatnya akan kebolehannya, bukan dalam bentuk pensyari’atan.
Dalam hal ini, Ibnu al-Mubarok sebagaimana dikutip al-Mubarokfuri dalam bukunya, Tuhfadz al-Ahwadzi mengatakan, “Saya tidak merasa aman, bisa jadi orang yang membasuh atau mengusap anggota wudhunya lebih dari tiga kali akan berdosa.”
Pengulangan wudhu sebanyak tiga kali-tiga kali harus diterima apa adanya sebagai bentuk paketan dari syari’ (ta’abbudi) yang tidak dapat digali hikmah dan nilai rasionalitasnya. Namun berdasarkan spirit hadis al-dinu huwa al-‘aqlu la dina li man la ‘aqla lahu (Agama Islam adalah agama yang rasional, dan tidak dianggap sempurna agama seseorang jika ia tidak menggunakan rasionalnya), maka sebagian ulama mengatakan bahwa taslis dalam wudhu adalah ta’aqquli (dapat digali nilai rasionaltisnya).
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah kenapa pengulangan dalam wudhu menggunakan angka ganjil tiga, bukan 5 atau 7?. Di antara angka-angka yang ada, angka ganjil tiga merupakan bilangan sedang, tidak banyak juga tidak terlalu sedikit. Jika yang dipilih Syari’ angka 5 atau 7 tentu akan memberatkan dan tentulah terjadi israf (berlebih-lebihan) dalam penggunaan air. Wallahu A’lam