Pendidikan akhlak kini semakin diperlukan manusia. Terlebih dengan besarnya tantangan dan godaan dari kemajuan teknologi. Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan manusia dengan manusia lainnya. Seandainya manusia tanpa akhlak, maka akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang mulia dan turun setara binatang.
Bisa dikatakan tanpa akhlak, manusia akan lebih hina, jahat dan menjadi manusia yang sangat berbahaya. Jika dalam bernegara, manusia tidak menggunakan akhlak, maka kehidupan berbangsa dan masyarakat akan menjadi kacau dan berantakan.
Metode pendidikan akhlak kini dapat di aplikasikan melalui kisah para nabi. Kisah memiliki sisi keistimewaan sehingga menjadi efek dimensi edukatif yang sempurna, rapi dan jauh jangkauan seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu, kisah merupakan tumpuan yang ampuh dalam pendidikan terutama pada pembentukan kepribadian seorang anak.
Salah satu dari kisah Al-Qur’an terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak adalah kisah Nabi Hud. Ia berasal dari golongan kaum ‘Ad. Kaum ini adalah anak cucu Nabi Nuh dan orang-orang yang telah diselamatkan oleh Allah dari bahtera banjir besar. Setelah sekian lama berpencar ke berbagai belahan bumi, mereka kemudian dipermainkan setan untuk disesatkan. Mereka mengikuti nafsu syahwat atau keinginan kekayaan dan kekuasaan sesuai dengan nafsu dan tidak sesuai syariat.
Seketika itu kaum ‘Ad menolak ajakan Nabi Hud untuk menyembah Allah. Alih-alih berhenti berdakwah, Nabi Hud malah semakin berusaha meyakinkan serta mengingatkan mereka mengenai kelebihan yang Allah berikan, dengan menjadi mereka sebagai pengganti orang yang berkuasa sesudah Nabi Nuh. Seperti, diberi fisik yang kuat dan besar sehingga dapat mendayagunakan tanah perbukitan.
Nikmat lain yang diberikan Allah pada mereka adalah kekuasaan dan keperkasaan. Dengan demikian, mereka dapat memegang konsekuensi dengan mensyukuri, memelihara serta akan mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Pada saat itu Kaum ‘Ad mengandalkan kekuatan dan kekayaan. Mereka sangat bangga dengan pencapaian puncak budaya dan industri, sehingga mereka mampu membangun benteng dengan memahat gunung menjadi istana. Kaum ‘Ad disebut sebagai orang-orang yang kejam dan keras, bahkan mereka tidak memiliki rasa penyesalan ataupun bersalah ketika menyiksa orang. Tujuan mereka membangun benteng adalah untuk menjaga diri dari kematian serta menjadi tempat berlindung dari cuaca ekstrem atau serangan musuh.
Dengan kondisi seperti ini Nabi Hud tetap berupaya mengembalikan kaumnya kepada ketakwaan dan ketaatan kepada Rasul-Nya. Ia selalu menegur mereka agar tidak bersikap dari kejam, keras dan bengis.
Nabi Hud memperingatkan mereka agar dapat mengingat Allah kembali, serta segera menyadari bahwa anugerah Allah yang telah diberikan kepada mereka bisa jadi dirampas kembali dan mereka akan mendapatkan hukuman atas sikap yang berlebihan dan kesombongan yang hina.
Kini Nabi Hud segera menyiarkan kepada kaumnya bahwa dakwah yang diserukannya adalah dakwah yang tulus serta nasihat yang murni. Dalam memberi nasihat, Nabi Hud sama sekali tidak meminta upah, hanya saja Nabi Hud memberikan arahan pada mereka untuk beristighfar (meminta ampun) dari dosa-dosa yang telah mereka lakukan dan kemudian bertaubat kepada Allah.
Nabi Hud memberi perumpamaan dengan menakut-nakuti mereka atas siksa Allah yang terkait dengan kisah Nabi Nuh. Tetapi respon kaum ‘Ad menganggap hal ini tidak bermanfaat baginya sehingga mereka sombong dan melakukan kemaksiatan di hadapan Nabi Hud.
Atas sikap mereka yang sombong, Allah mengazab mereka dengan kemarau selama tiga tahun. Kemudian Allah mengirimkan angin yang sangat dingin, kencang untuk ditimpakan kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari secara terus-menerus.
Berdasarkan kisah di atas ada dua hal menarik yang dapat diambil sebagai hikmah. Pertama, kekayaan dan kekuatan tidak akan berguna jika tidak ada akhlak. Hal ini bukan hanya berlaku bagi kaum Ad tetapi juga semua umat manusia yang memiliki sifat yang sama seperti kaum durhaka ini. Oleh karena itu, Allah mengabadikan nama kaum ‘Ad ini sebagai contoh agar manusia mau menjadikannya sebagai pembelajaran.
اَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad?”
Betapa pun tingginya jabatan, kekayaan, teknologi dan materi, jika tidak diiringi dengan nilai-nilai spiritual dan nilai akhlak, maka akan membuat manusia binasa. (AN)