Al-fallah (الفلاّح) yang berarti “petani” berkait erat dengan الفلاح sebagaimana terdapat dalam seruan adzan حي على الفلاح (mari menuju kemenangan/keberuntungan/kesejahteraan).
Falah di dalam adzan ini memang sedikit saja memiliki perbedaan karena tidak adanya tanda saddah ( ّ ) atau bunyi lam double, yang memiliki arti fortune, glory ato juga prosperity; kemenangan, keberuntungan atau kesejahteraan. Berbeda dengan fallah yang ber- _saddah_ atau bunyi lam double yang mempunyai arti petani. Meski berbeda arti sangat jauh tapi kedua kata tersebut ternyata berasal dari akar kata yang sama.
Dalam surat al-Muminun [23]: 1 kata aflaha ( أفلح ) terambil dari kata al-falh ( الفلح ) yang berarti “membelah”, dari sini petani dinamai al-fallah ( الفلاّح ) karena dia mencangkul untuk membelah/membalik tanah dan lalu menaburinya benih. Benih yang ditanam petani itu selanjutnya dirawat, diberikan saluran irigasi dan pupuk yang memadai untuk menumbuhkan hasil yang diharapkan. Dari sini agaknya titik yang dapat menjelaskan hubungan al-fallah (petani) tersebut dengan al-falah (kemenangan, keberuntungan, kesejahteraan).
Selanjutnya bisa dirujuk pula QS. Al-Hajj [22]: 77 untuk memperoleh informasi tambahan. Dalam surat ini terdapat bunyi ayat la’allakum tuflihun لعلكم تفلحون (semoga engkau sekalian mendapatkan kemenangan). Bunyi ayat ini mengandung isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu hendaknya dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah atau keberuntungan, yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la’alla – لعلّ (“semoga”, yang ditujukan kepada para pelaksana kebaikan tersebut) memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebajikan itu sendiri yang menjamin perolehan harapan dan keberuntungan dan surga, tetapi semua sejatinya adalah atas anugerah Tuhan dan semua keberuntungan itu merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.
Kata tuflihun ( تفلحون ) di atas terambil dari kata dasar falaha ( فلح ) yang juga digunakan dalam pengertian bertani, bercocok tanam. Maka fallah ( فلاّح ) adalah petani. Penggunaan kata itu memberi penjelasan bahwa seorang yang melakukan kebaikan hendaknya tidak segera mengharapkan tercapainya hasil dalam waktu yang singkat, instan. Ia harus mengasosiasikan diri dan merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, mengendalikan hama dan mengairi tanamannya.
Lalu ia harus pula menunggu hingga masa panen itu tiba. Dan termasuk dari usaha-usaha petani tersebut dalam konteks sekarang adalah juga berjuang agar kebijakan-kebijakan di sektor pertanian, baik terkait on-farm maupun off-farm, harga (HPP) maupun non harga (benih, pupuk, alsintan) dapat benar-benar berpihak kepada petani demi menjadikan para petani tersebut memperoleh keuntungan, kemenangan dari apa yang diusahakannya. Demikian pula kebijakan-kebijakan lintas sektoral yang mempengaruhi bidang kerja pertanian seperti reforma agraria, sistem budidaya tanaman, lingkungan hingga pula fair trade di segala level juga merupakan wilayah perjuangan kaum tani (فلاّح) agar benar2 mencapai cita-cita kesejahteraannya: تفلحون.