Basuki Tjahaja Purnama (BTP) bebas, saya teringat kisah dari ungkapan klasik dari tokoh ini. Jadi, kita mengenal Ir. Soekarno, beliau tumbuh dan terus berproses intelektual di balik penjara. Salam satu kebiasaan Si Bung adalah menulis isi pikirannya melihat fenomena di zamannya. Pada 1940, Sukarno menulis artikel di Majalah Pandji Islam berjudul “Islam Sontolojo”.
“Tidak, justru Islam terlalu menganggap fiqh itu satu-satunya tiang keagamaan. Kita lupa atau kita tidak mau tahu bahwa tiang keagamaan ialah terutama sekali terletak di dalam ketundukan kita punya jiwa kepada Allah,” jelas Sukarno masih dalam “Islam Sontolojo”
Menurut Sukarno, esensi beragama adalah ketaatan terhadap Allah. Umat Islam harus melihat sikap dan nilai-nilai Islam harus tumbuh, bukan kepada teks-teks fiqh yang mengekang dan tidak dinamis. Hal ini kemudian yang singkat dengan pernyataan dalam berislam ambil apinya, bukan abunya!
Saya membayangkan bagaimana kemudian jika Bung Karno hidup di zaman kita. Zaman dimana penyataan tokoh mudah diplintir lalu dianggap penistaan. Sudah barang tentu mendekatkan kata “Islam” dan “Sontoloyo” akan membuat para Islam Garis Monas panas bukan kepalang.
“Saya terangkan dalam artikel itu banyak sekali orang yang menyebutkan dirinya Islam, tetapi dia sebetulnya itu sontoloyo. Yang saya maksudkan ialah bahwa Islam itu agama tidak beku, yang beku ialah manusia-manusianya,” ujar Sukarno dalam artikel tersebut.
Sekali lagi, kita terkadang beku memaknai Islam, sehingga melihat esensi Islam yang universal membeku dan dingin, pada waktunya nanti akan mencairkan pemaknaan kita terhadap Islam rahmatan lil kan alamin karena panasnya ego kita sendiri.
BTP dan Islam Sontoloyo
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau dulu kita kenal dengan Ahok telah bebas dalam masa kurungannya. BTP keluar dari balik jeruji setelah dinyatakan bersalah sesuai pasal kontroversi; Penistaan Agama.
Tentu kita masih ingat, BTP dengan gagah berani menghadapi tuntutan umat Islam yang datang dari berbagai daerah – diantara mereka banyak yang tidur di Masjid Istiqlal, untuk menunaikan ibadah berjamaah di Monas.
BTP mengaku belajar banyak selama menjalani masa hukuman. Lewat Djarot Saiful Hidayat, wakil Gubernur semasa menjabat di DKI Jakarta. Ahok banyak membaca buku tentang Sukarno yang juga dipenjara di mana-mana. Lewat penuturan orang terdekatnya BTP menjadi lebih tenang, berlatih bersabar dan memenangkan dirinya sendiri.
“Dia sudah menerima apapun yang terjadi dan memaafkan siapapun juga termasuk para pembenci,” tutur Djarot
Sisi Lain Penjara
Kita tentu bisa belajar bahwa penjara bukan hanya diperuntukkan kepada mereka yang keliru, namun juga untuk orang-orang ingin diasingkan karena dianggap berbahaya. Selayaknya Sukarno yang dianggap sebagai sosok berbahaya untuk para penjajah Indonesia. BTP diasingkan dipenjara oleh mereka yang menjajah Islam untuk kepentingan kelompok dan egoismenya.
BTP tentu telah babak belur, kalah di pemilihan Gubernur dan bercerai dari Veronica Tan, namun ujian yang kuat tidak mematikan, justru menjadi titik balik pendewasaan dan belajar hal-hal yang dulu menjadi kelemahannya; kontrol diri.
Selamat terlahir kembali, BTP!