Sebagian orang mungkin mulai gelisah melihat prilaku kita sebagai umat Islam belakangan ini. Bagaimana tidak, kita mengaku beragama Islam tetapi dengan mudahnya berkata kasar pada orang lain; saling menghina, melecehkan, menfitnah orang, bahkan mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan kita. Fenomena ini tidak hanya tampak di dunia nyata, tetapi juga mewabah di dunia maya.
Kita membaca al-Qur’an dan hadis, tetapi sayangnya kedua kitab ini disalahgunakan. Kitab suci bukan lagi untuk mendamaikan, menentramkan hati, memberi petunjuk, dan mencerahkan, namun kita jadikan alat propaganda, menyesatkan orang lain, menghujat, memfitnah, bahkan membunuh.
Parahnya, perilaku kasar ini tidak hanya mewujud dalam bentuk kata, tetapi juga melalui tindakan. Hari ini betapa mudahnya kita membunuh orang lain, membakar dan menghancurkan rumah ibadah, menindas orang yang beda keyakinan, mengebom tempat-tempat keramaian.
Wajah damai Islam yang ditampilkan Rasulullah dulu luluh lantak akibat kebodohan dan keegoisan kita.
Agama kita menyuruh berjihad, berhijrah, dan berdakwah, tapi ajaran agama yang suci itu kita jadikan alat untuk menikam dan menindas orang lain; atas nama jihad kita injak hak orang lain; atas nama hijrah kita rusak keluarga dan kenyaman orang lain; atas nama dakwah kita sesatkan orang lain.
Mungkin kita merasa bangga dengan keislaman kita; kita merasa paling terdepan membela ajaran Islam; kita merasa paling berani membela Tuhan, sementara orang lain hanya diam ketika agamanya diganggu. Dengan modal keberanian dan kebanggaan itu kita hardik orang lain, kita maki, kita fitnah, dan kita singkirkan setiap orang yang menganggu agama kita. Itulah model Islam kita.
Bagaimana dengan Islam Rasulullah?
Nabi kita bernama Muhammad SAW. Orangnya santun, lembut, jujur, dan tidak pernah menganggu orang lain semasa hidupnya. Rasulullah kita memang sering dihujat, dimaki, dipukuli, dan dilempari batu dan tahi berkali-kali, tetapi tidak pernah keluar kata kasar dari mulutnya. Itulah mengapa Rasulullah kita tidak hanya disenangi oleh teman dekatnya, tapi musuh pun merasakan kedamaian dan kenyamanan bila bertemu dengannya.
Di penghujung usianya, Rasulullah mengajarkan kepada sahabat tentang arti muslim, mu’min, mujahid, dan muhajir yang sesungguhnya. Beliau mengatakan, “Mu’min adalah orang yang memberi kemanan pada orang lain, baik kemanan harta ataupun jiwa. Muslim ialah orang yang menyelamatkan orang lain dari bahaya lisan dan tangannya. Mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam keta’atan pada Allah SWT. Adapun muhajir ialah orang yang beralih dari dosa/perbuatan buruk menuju kebaikan.” (HR: Ahmad).
Kriteria orang Islam dan orang beriman yang disampaikan Rasulullah ini tampaknya berbeda jauh dengan Islam yang kita amalkan hari ini. Islam kita begitu keras, membahayakan, merusak, dan menganggu orang lain. Keimanan kita mengancam, meneror, menakutkan, dan mengorbankan harta dan nyawa orang lain.
Pun demikian jihad kita, jihad kita hanya sekadar kata, bukan dalam artian bersungguh-sungguh mencari ridha Allah. Sementara hijrah kita, bukan merubah diri menjadi baik, tapi malah membuat kita semakin berdosa dan jauh dari Rasulullah.
Islam kita beda dengan Rasulullah bukan? Semoga saja saya salah. []
Hengki Ferdiansyah adalah Peneliti el-Bukhari Institute dan Pimred Bincang Syariah.com