Ikhlas adalah kunci utama diterimanya sebuah amal. Percuma bersedekah kolam susu jika niatnya bukan karena Allah SWT, percuma memberi makan orang sekampung jika karena ingin terlihat kaya, percuma menginfakkan beribu-ribu hektar tanah jika tidak tulus. Banyak-sedikitnya amal bukan penentu diterima atau tidaknya ibadah, tapi keikhlasan dalam beramal yang menjadi kuncinya.
Berkaitan dengan ikhlas, Allah Swt. berfirman dalam Qs. Al-A’rof (7) : 29,
قُلْ اَمَرَ رَبِّيْ بِالْقِسْطِۗ وَاَقِيْمُوْا وُجُوْهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۗ كَمَا بَدَاَكُمْ تَعُوْدُوْنَۗ
“Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”
Kita shalat bukan karena ada calon mertua. Kita puasa bukan karena malu pada tetangga. Kita naik haji bukan karena ingin dipuji dan dipanggil Pak. Haji. Dalam semua perbuatan dan perkataan semata-mata untuk taqorrrub pada Allah Swt. Percuma ibadah karena makhluk, karena mereka tidak bisa memberikan apa-apa kelak di akhirat.
Nabi Muhammad Saw. bersabda,
ان الله لا ينظر الى اجسامكم ولا الى صوركم ولكن ينظر الى قلوبكم
“Allah Swt. tidak akan melihat (menilai) sebarapa bagus tubuh kalian, atau seberapa elok paras kalian, akan tetapi Allah Swt. akan menilai apa yang ada dalam hati kalian.” (HR Imam Muslim)
Ikhlas menurut sebagian manusia memang sulit. Tapi bukan berarti tidak bisa. Ikhlas bisa diusahakan secara perlahan-lahan. Selalu ingin dipuji dan dihormati orang lain selalu menjadi alasan berbuat baik. Tidak mengapa, itu namanya proses. Ingin mendapatkan apresiasi makhluk saat berbuat baik, itu sebagai langkah awal. Ubah sedikit demi sedikit sehingga berbuat baik karena Allah Swt.
Ikhlas bisa kita usahakan, karena memang wajib beribadah semata-mata karena Allah Swt. Sebenarnya ikhlas memiliki tiga tingkatan. Mulai dari Ulya (paling tinggi), wustho (sedang-sedang saja) dan dunya (adna: paling rendah). Pembagian ini berdasarkan penjelasan dari Syekh Muhammad Bin Salim Bin Sa’ied Asy-Syafi’ie dalam kitabnya, Is’adurrofiq juz 2/hal. 4. Beliau berkata,
ومراتبه ثلاث عليا وهي ان يعمل لله وحده امتثلا لامره وقياما بحق عبوديته ووسطى وهي ان يعمل لثواب الاخرة ودنيا وهي ان يعمل للاكرام في الدنيا والسلامة من افاتها
“Tingkatan ikhlas ada tiga. Pertama ulya, yaitu beramal karena Allah SWT semata. Beribadah karena menjalankan perintah-Nya dan menegakkan kewajiban menyembah-Nya. Kedua, wustho, yaitu beribadah karena mengharapkan akhirat. Ketiga, dunya, yaitu beribadah karena ingin kemulian di dunia dan selamat dari berbagai macam mara bahaya dunia.
Orang yang beribadah karena ingin kaya, misalkan dengan rajin shalat duha dan istiqomah mengaji surat al-Waqi’ah, masih termasuk kategori ikhlas. Orang yang melakukan shalat malam karena ingin pangkat keduniaan, juga termasuk ikhlas paling rendah. Rajin sedekah karena untuk menolak bala’ juga masuk pada ikhlas dunya.
Di atasnya sedikit, orang beribadah karena mengharapkan kehidupan akhirat. Ia shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain karena inginkan surga dan takut neraka. Hal ini termasuk pada kategori ikhlas wustho.
Paling tinggi tingkatan ikhlas adalah beribadah karena Allah SWT. Tidak ada dalam hatinya keinginan lain kecuali menggapai ridha Allah SWT. Golongan ini beribadah bukan karena ingin surga atau takut neraka. Melainkan untuk menggapai kasih sayang-Nya.
Kita harus memulainya dari level yang paling rendah. Lalu sedikit demi sedikit naik ke level selanjutnya. Sekiranya bisa, maka sangat bagus bila langsung pada tingkatan ikhlas paling tinggi. Namun yang paling terpenting, ketiga macam ikhlas di atas tidak ada kaitannya dengan manusia. Jadi, buanglah “karena manusia”, ganti dengan “karena Allah”. Semoga Allah SWT. menjadikan kita termasuk pada golongan mukhlishin. Amin.
Wallahu a’lam.