Nasib perempuan pada masa Islam awal bisa dibilang agak lebih mendingan jika dibandingkan dengan sebelum Islam datang, bahkan lebih baik dari pada nasib para perempuan di peradaban lain di luar peradaban Islam. Hingga ada perempuan yang paling didengar pendapatnya oleh Abu Bakar.
Kemajuan perempuan di masa Islam awal ditandai dengan terselenggaranya pendidikan bagi perempuan. Saat itu seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW dan meminta hak mereka untuk memperoleh pembelajaran sebagaimana Rasulullah SAW memberikan pembelajaran kepada para laki-laki.
Kisah perempuan yang meminta kepada Rasulullah SAW ini terekam dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari dalam bab pengajaran Rasulullah SAW kepada umatnya.
عن أبي سعيد جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله ذهب الرجال بحديثك فاجعل لنا من نفسك يوما نأتيك فيه تعلمنا مما علمك الله فقال اجتمعن في يوم كذا وكذا في مكان كذا وكذا فاجتمعن فأتاهن رسول الله صلى الله عليه وسلم فعلمهن مما علمه الله
“Dari Abu Said menceritakan bahwa suatu hari seorang perempuan menemui Rasulullah SAW kemudian berkata, “Wahai Rasul, para laki-laki bisa belajar hadis-mu, maka sediakanlah waktu bagi kami (para perempuan) untuk datang kepadamu dan belajar ilmu yang telah diajarkan Allah SWT kepadamu.” Rasulullah SAW pun menjawab, “Datanglah pada hari ini dan ini, di tempat ini (menyebut nama tempat).” Saat tiba waktunya, Rasul pun menepati janjinya dan mengajari mereka ilmu yang pernah diajarkan Allah SWT kepadanya.”
Terkait nama perempuan yang meminta belajar langsung kepada Rasulullah SAW tersebut, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari-nya menyebut bahwa ia bernama Asma’ binti Yazid bin Sakan. Ia merupakan salah satu perempuan yang ikut dalam Baiat Ridwan, baiat kesetiaan kepada Rasulullah SAW dalam masa-masa ketika Rasulullah SAW gagal umrah, atau biasa dikenal selanjutnya dengan masa-masa perjanjian Hudaibiyah.
Asma merupakan salah satu perempuan yang ikut meriwayatkan beberapa hadis Rasulullah SAW dan mengajarkannya kepada para muridnya, salah satunya adalah Mujahid, tabi’in terkemukan pada masanya.
Selain Asma, perempuan cerdas yang hidup pada masa Rasulullah SAW adalah Aisyah, ummul mukminin yang sekaligus putri Abu Bakar, khalifah pertama dari empat Khulafaur Rasyidin. Kecerdasan Aisyah bahkan secara khusus ditulis oleh Zainuddin al-Zarkasyi dalam kitabnya yang berjudul “Al-Ijabah li Iradi Ma Istadrakathu Aisyah alas Sahabah.”
Dikisahkan bahwa Aisyah adalah salah satu perempuan yang paling diikuti pendapatnya oleh Abu Bakar. Suatu hari Abu Bakar sedang sakit keras. Abu Bakar meminta putrinya, Aisyah datang menjenguknya untuk meminta pendapatnya.
Abu Bakar kemudian bertanya kepada Aisyah, “Anakku, berapa lapis kafan yang digunakan untuk membungkus jenazah Rasul SAW?”
“Tiga lapis, tanpa gamis dan tanpa surban,” jawab Aisyah.
Menuruti pendapat Aisyah, Abu Bakar kemudian meminta kepada Aisyah agar memberinya kafan tiga lapis sesuai jumlah lapisan yang digunakan Rasulullah SAW
“Lalu, Rasul meninggal pada hari apa?” Abu Bakar mengajukan pertanyaan kembali.
“Hari Senin,” jawab Aisyah. Pertemuan Abu Bakar dan Aisyah saat itu kebetulan bertepatan dengan hari Senin.
Abu Bakar kemudian berdoa agar diwafatkan pada hari Senin. Namun Allah SWT berkehendak lain, hingga Senin sore, Abu Bakar masih diberi kesempatan oleh Allah SWT melanjutkan kehidupannya. Abu Bakar meninggal pada malam selasa, yang dalam kalender Hijriyah sudah masuk dalam hari Selasa.
Dalam kitab al-Tanqih karya Ibnu al-Jauzi menyebutkan bahwa Aisyah adalah satu-satunya perempuan yang meriwayatkan hadis kepada Abu Bakar dan juga pendapatnya paling didengar. Aisyah meriwayatkan dua hadis kepada Abu Bakar dan juga kepada Ummu Rumman, ibu kandung Aisyah dan istri Abu Bakar. (AN)
Wallahu a’lam.