Dalam kondisi tertentu saat kita shalat berjamaah, kita boleh memisahkan diri dari imam dan melanjutkan shalat tersebut sendirian. Namun dalam kondisi yang lain, kita tidak boleh memisahkan diri dari imam. Dalam fiqih, memisahkan diri dari imam saat shalat berjamaah disebut dengan mufaraqah.
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, Habib Abdurrahman (w. 1320 H) menjelaskan dengan terperinci terkait hukum dan kondisi-kondisi di mana kita boleh dan tidak boleh mufaraqah dari imam. Beliau berkata;
الْحَاصِلُ أَنَّ قَطْعَ الْقُدْوَةِ تَعْتَرِيْهِ اْلأَحْكَامُ الْخَمْسَةُ وَاجِباً كَأَنْ رَأَى إِمَامَهُ مُتَلَبِّسًا بِمُبْطِلٍ وَسُنَّةٍ لِتَرْكِ اْلإِمَامِ سُنَّةً مَقْصُوْدَةً وَمُبَاحًا كَأَنْ طَوَّلَ اْلإِمَامُ وَمَكْرُوْهاً مُفَوِّتاً لِفَضِيْلَةِ الْجَمَاعَةِ إِنْ كَانَ لِغَيْرِ عُذْرٍ وَحَرَاماً إِنْ تَوَقَّفَ الشِّعَارُ عَلَيْهِ أَوْ وَجَبَتِ الْجَمَاعَةُ كَالْجُمْعَةِ
“Kesimpulannya bahwa memutus ikatan dengan imam memliki lima hukum. Wajib, jika melihat imam melakukan perkara yang membatalkan shalat. Sunah, karena imam meninggalkan perkara yang sangat disunnahkan. Mubah, jika imam memanjangkan shalat. Makruh dan bisa menggugurkan keutamaan berjemaah jika mufaraqah tanpa uzur. Haram, jika ada unsur syiar atau wajib berjemaah seperti shalat Jumat.”
Pertama, wajib. Kondisi yang mewajibkan makmum mufaraqah adalah jika dia tahu bahwa salat imam batal, baik karena imam terkena najis atau melakukan perkara yang membatalkan salat. Misalnya, makmum melihat najis yang mengenai imam atau melihat sebagian aurat imam terbuka karena sarungnya bolong.
Kedua, sunnah. Jika imam sengaja meninggalkan perbuatan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan di dalam salat, maka makmum disunnahkan mufaraqah dari imam tersebut. Misalnya, imam sengaja meninggalkan tasyahud awal atau qunut, dalam kondisi seperti ini makmum disunnahkan mufaraqah agar bisa melakukan tasyahud awal atau qunut.
Ketiga, mubah. Jika imam memanjangkan shalat, maka makmum dibolehkan mufaraqah. Misalnya, imam sujud terlalu lama atau membaca surah yang panjang. Dalam kondisi seperti ini, makmum dibolehkan memilih antara terus berjemaah bersama imam atau mufaraqah.
Keempat, makruh. Makmum dihukumi makruh mufaraqah dari imam jika tidak ada uzur tertentu yang membolehkan mufaraqah. Misalnya, makmum mufaraqah dari imam padahal imam tidak melakukan perkara yang membatalkan shalat, tidak meninggalkan perkara yang sangat disunahkan dalam salat atau imam tidak memanjangkan bacaan surah Alquran. Dalam kondisi seperti ini, makmum dihukumi makruh mufaraqah dari imam.
Kelima, haram. Dalam shalat yang wajib dilaksanakan berjamaah, maka makmum haram mufaraqah dari imam. Misalnya shalat Jumat. Dalam shalat Jumat, makmum haram mufaraqah karena shalat Jumat wajib dilakukan secara berjamaah.