Ini Hukum Staycation Bareng Pacar dalam Islam

Ini Hukum Staycation Bareng Pacar dalam Islam

Staycation saat ini jadi primadona liburan anak-anak muda. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Ini Hukum Staycation Bareng Pacar dalam Islam

Staycation merupakan tren gaya liburan baru yang saat ini diminati oleh kaum milenial. Tidak jarang kita mendapati timeline Twitter atau Tiktok berisi tempat-tempat Staycation yang menarik dan berada di hidden gim. Apa itu staycation?

Staycation terdiri dari dua kata, yakni stay dan cation. Stay berarti tetap sedangkan cation berasal dari kata vacation yang berarti liburan. Merujuk Cambridge Dictionary, staycation diartikan sebagai liburan yang dilakukan di rumah ataupun di dekat rumah, daripada bepergian ke tempat lain. Adapun menurut sumber yang lain, istilah staycation disederhanakan sebagai liburan yang dilakukan dengan cara tinggal ataupun menetap di suatu tempat.

Aktivitas staycation di Indonesia sendiri sering dilakukan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Medan dan Yogyakarta. Istilah itu populer dengan liburan yang dilakukan dengan cara tinggal ataupun menetap di suatu tempat seperti hotel atau vila yang letaknya berdekatan dengan rumah atau masih di kota yang sama. Hal ini dilakukan oleh mereka sebab dua hal, yakni terbatasnya waktu berlibur, serta sebagai obat jenuh yang bisa dilakukan kapanpun.

Namun, belakangan ini istilah staycation menjadi tren melalui parodi bahasa anak Jaksel-nya komika Oza Rangkuti untuk menggambarkan hubungan di antara pasangan sebelum menikah. Pasangan sendiri ada dua, ada yang statusnya sebagai pacar atau hanya hubungan tanpa status alias FWB yang merupakan kependekan dari friend with benefit. Sehingga, aktivitas staycation seperti ini perlu direspon melalui perspektif hukum Islam agar generasi milenial muslim tidak terjebak dalam tren yang menyesatkan dan membahayakan masa depannya.

Staycation Bareng Pacar Menurut Perspektif Islam

Pada dasarnya, staycation yang berarti aktifitas berlibur tatkala penat dengan berbagai tugas maupun pekerjaan merupakan hal yang mubah (diperbolehkan) dalam Islam. Pemuka mazhab Syafi’i Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H) dalam kompilasi fatwanya menyatakan:

أَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيحٌ يُقْصَدُ فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِي وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُونَاتِ النَّفْسِيَّةِ وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

“Sesungguhnya rekreasi adalah tujuan yang sah dan dibolehkan secara lumrahnya untuk pengobatan diri, seperti menghilangkan kesumpekan, meningkatkan semangat dan lain sebagainya.” [Ibn Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra vol. 1, h. 231. Mesir: Al-Maktabah Al-Islamiyyah]

Meski begitu, apabila aktifitas staycation ini dilakukan dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya seperti pacar ataupun FWB maka hal tersebut dalam Islam hukumnya tidak diperbolehkan, sebab tindakan demikian dapat mendekatkan pada praktik perzinaan yang dilarang. Rasulullah Saw. Bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ

“Jangan sesekali seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan seorang perempuan kecuali disertai mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali beserta mahramnya.” (H.R. Bukhari)

Rasulullah Saw. Jauh-jauh hari telah memberikan rambu-rambu peringatan kepada umatnya perihal hubungan laki-laki dan perempuan yang dilarang oleh agama. Tentunya, pelarangan tersebut bukanlah tanpa sebab, hal itu dilakukan agar menghindarkannya terjerumus kedalam jurang perzinaan. Karena, pada umumnya tindakan perzinaan berangkat dari situasi berduaan.  Lalu, berduaan seperti apakah yang dilarang? Syekh Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H) dalam anotasinya menegaskan:

وَضَابِطُ الْخَلْوَةِ اجْتِمَاعٌ لَا تُؤْمَنُ مَعَهُ الرِّيبَةُ عَادَةً بِخِلَافِ مَا لَوْ قُطِعَ بِانْتِفَائِهَا عَادَةً فَلَا يُعَدُّ خَلْوَةً

“Batasan daripada khalwah (berduaan) yang dilarang ialah pertemuan yang tidak diamankan terjadinya kecurigaan ke arah zina secara kebiasaan, berbeda halnya dengan ketika dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaannya maka tidak dikategorikan sebagai khalwah.” [Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal Ala Syarh Al-Minhaj vol. 4, h. 125. Beirut: Dar Al-Fikr]

Perlu diketahui, khususnya bagi generasi milenial atau gen Z yang memaksakan staycation bersama pasangan atau pacar sebelum menikah. Bahwa terdapat banyak sekali resiko dan konsekuensi yang harus ditanggung. Di antaranya ialah aktifitas staycation dapat beresiko hamil di luar nikah yang dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, terdapat dampak sosial, psikis dan penyakit tertentu yang dapat menjangkit pelakunya. Sebagaimana dilansir dari Akurat.co, terdapat 3 resiko jika seseorang melakukan staycation bersama pasangan atau pacar sebelum menikah yakni: Terjadinya kekerasan dalam hubungan, potensi perselingkuhan saat menikah, serta ketagihan emosi dan seksual.

Kesimpulan

Berangkat dari uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kegiatan staycation yang dilakukan bersama pacar atau lawan jenis dan hanya berdua-duan, merupakan salah satu aktifitas yang dilarang dalam Islam. Sebab, bisa dikategorikan sebagai bentuk khalwah (berduaan) yang dilarang dalam Islam karena dapat menjerumuskan pelakunya terhadap perbuatan zina. Padahal Allah Swt. dalam Al-Qur’an telah berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra: 32)

Pada intinya, jangan sampai mengubah diksi check-in menjadi staycation dengan berbagai alasan, misalnya sedang berada di fase emotional abuse sehingga membutuhkan support system yang bisa menemanimu untuk staycation. Hubungan seksual di luar nikah tetaplah zina, tidak perlu dibungkus alasan-alasan kekinian seperti mental health.

Bukan hanya itu, masih ada beberapa bahaya yang ditimbulkan dengan efek jangka panjang dibandingkan kenikmatan sesaat yang didapatkan oleh pelaku staycation dengan pasangannya. Terlebih, yang perlu dicamkan ialah bahwa pacarmu saat ini belum tentu menjadi suami kamu. Demikian, semoga bermanfaat dan semoga kita memiliki komitmen untuk menjaga dari hal tersebut hingga melangsungkan pernikahan.

Wallahu’alam Bis Shawab.

(AN)