Islam adalah agama yang membawa pada perdamaian dan persahabatan. Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dan pertikaian. Bahkan dalam perang sekalipun, Islam masih mengajarkan untuk tidak melampaui batas, berlebih-lebihan, dilarang membunuh anak kecil, perempuan, orang tua, pemuka agama, dan lain-lain. Perang dalam Islam disebabkan bukan karena perbedaan agama, tetapi karena faktor lain di luar agama, semisal pengkhianatan dan pembatalan sepihak perjanjian yang sudah disepakati. Itupun sifatnya pertahanan, bukan Islam yang menyerang duluan.
Karena perang adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkuri, sangat wajar bila al-Qur’an dan hadis berisi tentang perperangan. Tapi masalahnya, seringkali ayat dan hadis perang itu dikutip dan diamalkan dalam konteks yang berbeda. Ayat perang akan bermasalah penerapannya bila diamalkan dalam situasi damai. Begitupun sebaliknya. Tidak tepat menggunakan ayat yang memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dalam situasi damai, di mana umat Islam bisa damai dengan non-muslim.
Sebab itu, dalam kajian bersama Buya Syakur Yasin, Prof. Quraish Shihab mengingatkan agar memahami ayat al-Qur’an harus dibarengi dengan melihat praktik Nabi Muhammad semasa hidupnya. “Kalau anda hanya berpegang pada bunyi teks, dan tanpa memperhatikan praktik Nabi Muhammad, maka anda akan keliru” Jelas Prof. Quraish Shihab.
Penulis Tafsir al-Misbah ini mencontohkan, dulu yang menuntun hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah adalah non-muslim, namanya Abdullah bin Uraiqith. Nabi semasa hidupnya juga pernah meminjam senjata dari kaum musyrikin untuk memerangi musyrikin yang lain. Ketika kaum muslimin ditindas di Mekah, di antara orang yang membela mereka pada waktu itu adalah Raja Habasyi yang agamanya bukan Islam.
“Jadi jangan lepaskan dari pengalaman Nabi” Tegas Prof. Quraish Shihab.
Selain memperhatikan pengalaman Nabi, perlu diketehui juga, ada penulis kitab tafsir hidup dalam kondisi konflik dan pertikaian, sehingga tidak heran bila dalam beberapa kitab tafsir isinya memposisikan non-muslim sebagai musuh yang harus dijauhi. Misalnya, ulama dulu ada yang menyatakan muslim dan non-muslim tidak boleh bertentangga. Padahal dulu Rasulullah punya tetangga non-muslim. Ada juga ulama yang melarang mengucapkan salam kepada non-muslim, pendapat ini lahir dari situasi konflik di mana mengucapkan salam dianggap sebagai bentuk kemunafikan.
*Selengkapnya tonton video dialog Buya Syakur dengan Prof. Quraish Shihab