Prof. Quraish Shihab: Mahar Itu Hak Istri, Tapi Bukan Harga Seorang Wanita

Prof. Quraish Shihab: Mahar Itu Hak Istri, Tapi Bukan Harga Seorang Wanita

Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa mahar itu perlu yang punya nilai materi. Ini sekaligus membantah fenomena hafalan al-Qur’an sebagai mahar atau agar dianggap lebih islami.

Prof. Quraish Shihab: Mahar Itu Hak Istri, Tapi Bukan Harga Seorang Wanita

Dalam urusan menikah, mahar adalah salah satu syarat penting yang tak boleh dilewatkan. Saking pentingnya perkara mahar ini, Rasulullah SAW bersabda:carilah walaupun satu cincin besi.”

Dan, kalau masih tidak mendapati suatu apapun, maka hafalan al-Qur’an adalah alternatif paling akhir yang dibolehkan oleh Nabi. (Teks lengkapnya, baca di sini)

Meski begitu, menjadikan hafalan al-Qur’an sebagai mahar karena tren semata atau agar dianggap lebih islami, itu sebetulnya bermasalah. Mengapa demikian?

Prof. Quraish Shihab dalam salah satu kuliah bersama Najwa Shihab menjelaskan bahwa mahar itu perlu yang punya nilai materi. Sederhana saja, “mahar itu hak istri, tapi bukan harga seorang wanita,” tegas Prof. Quraish.

Lebih jauh, seandainya ada perkawinan, sementara sepasang kekasih itu belum campur, dan si suami pergi begitu saja, maka siapa yang merugi? Tentu perempuan.

Nah, karena pihak istri yang merugi, maka ia harus diberi ganti rugi. Dan, Agama berkata bahwa ganti ruginya adalah setengah dari mahar. Lalu, jika dia diberi mahar (hafalan) al-Qur’an, apakah setengah dari hafalan itu berarti bagi dia?

“Jadi, sebaiknya sesuatu yang berharga. Jangan jadikan al-Qur’an itu sebagai mahar walaupun itu boleh. Tapi, berikanlah dia sesuatu yang bernilai materi,” kata Prof. Quraish.

Malahan, pernah suatu ketika Sayyidina Umar ingin membatasi mahar (dengan standar tertentu). Lalu ada seorang wanita yang keberatan dengan kebijakan tersebut, karena merasa bahwa standar yang ditetapkan Sayyidina Umar terlalu rendah. Dalam sebuah dialog imajiner, perempuan itu protes begini:

“Hai Umar, apakah kamu ingin membatasi mahar, sedangkan Allah berfirman di dalam al-Qur’an wa aitum ihda hunna qintaran (kamu wahai suami telah memberikan harta yang bertumpuk-tumpuk dan banyak)?”

Sebaliknya, kendati harus bernilai materi, mahar juga tidak diperkenankan jika memberatkan salah satu pihak.

“Nah, itu tidak dibenarkan oleh agama. Itu seakan-akan menjual anak. Padahal, mahar itu adalah lambang kesediaan suami untuk menanggung biaya hidup keluarganya,” terang Prof. Quraish.

Nabi SAW, lanjutnya, memberi penjelasan bahwa mahar yang terbaik itu adalah yang paling mudah dan yang paling ringan bagi suami. Intinya, boleh banyak, tapi jangan memberatkan.