Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada Yayasan Badan Wakaf (YBW) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan pameran bertajuk “Khazanah Literasi Islam Indonesia: Koleksi Eks-Perpustakaan Islam”. Pameran itu terselenggara bersamaan dengan diadakannya Milad Universitas Islam Indonesia ke-80.
“Koleksi yang ditampilkan dalam pameran ini adalah koleksi-koleksi dari perpustakaan UII yang dulu menjadi bagian dari perpustakaan Islam Majelis Islam A’la Indonesia yang kemudian jadi Masyumi,” terang Direktur Eksekutif Embun Kalimasada, Hadza Min Fadhli Robby, di acara pembukaan pameran khazanah literasi 2023, pada Rabu (12/7/23).
Ia mengatakan, perpustakaan Islam sudah berdiri sejak tahun 40’an di era Jepang. Karena itu, koleksinya terhitung sangat berharga. Namun sayangnya banyak pihak yang belum tahu.
“Salah satu koleksi paling menarik adalah manuskrip tulisan Habib Usman bin Yahya, seorang mufti Betawi yang ditulis dengan tiga bahasa, Sunda, Melayu, dan Jawa, melalui aksara pegon,”
“Selain itu, ada juga koleksi Injil dalam bahasa Batak Toba yang diterbitkan tahun 1859. Itu koleksi tertua yang kami dapatkan di sini,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa koleksi-koleksi tersebut eksklusif karena kemungkinan kecil ada di tempat lain. Melalui pameran ini, Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada YBW UII mengajak para pengunjung untuk menyadari pentingnya menjaga budaya literasi dengan memamerkan manuskrip dari ragam zaman, utamanya dari pertengahan abad ke-19 hingga abad ke-20.
Manuskrip lain yang cukup penting adalah tulisan karya Natsir muda berjudul Het Vasten yang bertema “puasa” dan ditulis dalam bahasa Belanda.
Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid, turut menyambut baik hadirnya pameran ini. Ia mengajak masyarakat untuk hormat kepada masa lalu. Banyak cara untuk hormat kepada masa lalu. Salah satunya adalah melalui pameran ini, yaitu membaca ulang masa lalu.
“Mengapa membaca ulang? Karena pembacaan yang kedua, yang ketiga, yang keempat dan seterusnya di kesempatan yang berbeda sangat mungkin memberikan pemahaman yang berbeda, apalagi disertai dengan tambahan perspektif baru,” papar Fathul Wahid.
Menurutnya, alasan lain untuk hormat kepada masa lalu itu adalah karena ia membentuk masa kini. Keputusan masa lalu, tradisi masa lalu, budaya masa lalu itu berpengaruh kepada hari ini.
Pameran ini diharapkan menjadi langkah awal bagi semua kalangan, khususnya civitas akademika UII, untuk sama-sama mengulik kembali makna-makna penting dari khazanah literatur yang ada di perpusatakaan UII.
“Pameran ini mudah-mudahan bisa menjadi pemantik bahwa hidup kita lebih bermakna jika kita hormat pada masa lalu, kritis pada masa kini, dan optimis menjemput masa depan,” pungkasnya.