Hidayah, menurut para pakar seperti yang ditulis oleh Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, terbagi menjadi dua: petunjuk menuju kebahagiaan dunia-akhirat dan petunjuk serta kemampuan untuk melakukan isi petunnjuk itu. Makna yang kedua ini yang dimaksud dalam ayat berikut ini:
“Sungguh, engkau (Muhammad) petunjuk kepada orang yang engau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS. Al-Qashash [28]: 56)
Dari sini, kita memahami bahwa hidayah adalah urusan benar-benar urusan Allah. Dia memiliki hak prerogratif kepada siapa saja ia memberikan dan tidak memberikan hidayah-Nya. Sebagaimana ayat di atas, terbaca bahwa Nabi Muhammad Saw saja tak kuasa mendatangkan hidayah kepada siapa saja, termasuk yang beliau cintai. Hidayah mutlak urusan Allah.
Bukti bahwa hidayah memang mutlak kehendak Tuhan ini terbukti, salah satunya dalam kasus Durrah, putri Abu Lahab. Sejarah mencatat, Abu Lahab adalah oposan umat Muslim yang bahkan maqam kekafiranya telah di-nash al-Qur’an, sebagaimana terangkum dalam surat al-Masad, alias kita lebih mengenalnya sebagai surat al-Lahab.
Secara logis, harusnya Durrah menjadi pengikut ayahnya, Abu Lahab, dalam kekafiran. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Ia justru menjadi pengikut dan pembela Nabi, orang yang kelewat dibenci dan ditentang oleh ayahnya.
Menurut Ibnu Abdil Bar, sebagaimana dikutip Ibnu Hajar al-’Asqalani dalam kitab al-Ishabah, Durrah meruapakan istri dari Harits bin Naufal bin Harits bin Abdil Muthallib. Ia masuk Islam dan ikut berhijrah.
Dalam kitab Nisa’ haula al-Rasul, karya Abul Mundzir Sami Anwar Jahin, disebutkan bahwa Durrah adalah adalah perawi hadis. Ia meriwayatkan hadis dari dua jalur, langsung dari Nabi dan juga dari putri Nabi, Aisyah. Beberapa orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Amirah.
Tentang keislamannya, dalam kitab Nisa’ haula al-Rasul termaktub bahwa Durrah pernah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan sesaat setelah hijrah, yakni meski telah masuk Islam, masih ada beberapa orang yang mengejeknya.
Ceritanya, suatu ketika, setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang dalam hijrah, akhirnya ia tiba di Madinah. Di sana, ia menempat di rumah Rafi’ bin al-Mu’alla. Beberapa perempuan dari Bani Zuraiq lantas berkata kepadanya:
“Kamu adalah wanita putri Abu Lahab yang disebut Allah dalam firman-Nya, “tabbat yada abi lahabin wa tabb” (Binasalah kedua tangan Abi Lahab dan sesungguhnya dia akan celaka, QS. Al-Masad [101]: 1). Maka, hijrahmu tak berguna untukmu.”
Mendapat perlakuan seperti itu, akhirnya Durrah datang kepada Nabi Muhammad Saw. Di hadapan Nabi, ia menceritakan apa yang dikatakan wanita dari Bani Zuraiq itu. Nabi mencoba menenangkan Duraah, dan berkata, “Duduklah!”.
Beberapa saat kemudian, ketika Nabi selesai shalat zuhur bersama para sahabat, Nabi naik ke atas mimbar dan bersabda:
“Wahai orang-orang, mengapa aku diganggu atas keluargaku? Demi Allah, sungguh, syafa’atku akan didapatkan oleh kerabatku. Bahkan Shada, Hakam, dan Salhab pun akan mendapatkannya kelak di hari kiamat.”
Dari kisah di atas, kita menjadi paham bahwa Allah Maha Segala-galanya. Kehendaka-Nya pasti terjadi, bagaimanapun caranya. Tak ada yang susah bagi-Nya. Juga, Dia maha membolak-balik hati seseorang.
Bisa jadi yang sekarang muslim dan membela Islam, suatu ketika akan murtad dan kafir. Na’udzubillah min dzalik. Sebaliknya, bisa juga, yang sekarang sedang berada dalam kekafiran, suatu ketika ia akan masuk Islam dan menjadi pasukan di garda terdepan dalam membela agama.
Kita juga menjadi paham bahwa generasi muslim bisa terlahir dari orangtua yang kafir. Tak selamanya orang yang kafir akan melahirkan generasi yang kafir. Orang yang buruk perangainya bisa jadi memiliki generasi yang shalih dan shalihah. Durrah yang merupakan anak seorang pembenci Islam, justru memeluk Islam dan dibela Nabi.
Lewat kisah di atas, kita juga diajak untuk memahami bahwa hasil dari dakwah dan semua yang kita lakukan, sepenuhnya hak Allah untuk mengabulkannya. Allah memiliki hitungan dan rencana terbaik kapan hasil itu diberikan kepada kita dalam bentuk apa. (Nabi menginginkan Abu Lahab memeluk Islam, tapi gagal. Namun belakangan anaknya, Durrah, yang menjadi muslim).
Akhir kalam, Yaa muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik. Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, kami mohon, sudi kiranya Engkau menetapkan hatiku untuk selalu memeluk agama-Mu.