Sejak massifnya aksi unjuk rasa menolak (R)UU Cipta Kerja di sejumlah daerah beberapa waktu lalu, pertanyaan soal “sudah baca drafnya atau belum” tampaknya selalu didengung-dengungkan untuk melemahkan alasan moral para demonstran dan mereka yang menolak UU Ciptaker.
Memang, dari jubelan massa yang turun ke jalan, tidak semuanya telah membaca secara utuh draf UU Ciptaker. Betapa tidak, sejak awal jumlah halaman Draf UU Ciptaker saja sudah bikin minder, 1000-an halaman. Itu pun masih simpang siur.
Hingga hari ini, sekurang-kurangnya terdapat beberapa versi rilisan UU (dan yang masih berstatus RUU) yang beredar. Mengutip laporan Harian Kompas (13/10), dalam sehari saja sudah terdapat dua draf UU Ciptaker yang berbeda.
Mula-mula terdapat draf setebal 905 halaman yang bersumber dari unsur pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi dan Willy Aditya. Baik Baidowi maupun Willy sama-sama bersepakat bahwa substansi dalam draf itu telah disetujui dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.
Meski begitu, keduanya mengklaim bahwa draf tersebut memang belum dapat diakses publik karena ada kesalahan penulisan kata serta kurangnya tanda baca di dalam paragraf, sehingga perlu diperbaiki.
Senin (12/10) pagi, demikian laporan Kompas, terdapat draf setebal 1035 halaman dari Seketraris Jenderal DPR Indra Iskandar. Menurut Indra, draf itu merupakan hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10) malam.
Lebih jauh, Indra mengatakan bahwa draf itu diklaim sebagai draf final yang akan dikirim ke Presiden Jokowi untuk ditandatangani dan disahkan.
Sial, ternyata draf itu tidak benar-benar final. Senin (12/10) malam, Indra Kembali menyampaikan revisi draf UU. Dan, teranyar, jumlahnya menyusut menjadi 812 halaman. Alasan yang disampaikan adalah bentuk format kertas di ganti, yang semula berbentuk format kertas menjadi A4.
“Ini draf yang final. Sudah tidak akan ada lagi rapat perbaikan draf Baleg karena sudah selesai,” kata Indra, dikutip Harian Kompas.
Nah, apakah “revisi halaman” itu juga beriringan dengan adanya dugaan perubahan substansi RUU meski telah disetujui di rapat paripurna? Entahlah.
Yang jelas, di titik ini kita sekarang jadi mafhum bahwa (R)UU Ciptaker tidak saja berpotensi cacat formil, tetapi juga menjelaskan kenapa draf itu hanya sedikit yang baca.