Jangan pernah menganggap bahwa menjaga lingkungan hanya urusan Pandawara atau satu pihak belaka. Di era panas-dingin-hujan yang serba tidak menentu sekarang ini, generasi muda—terutama Generasi Z dan Milenial—memikul tanggung jawab lebih besar dari sebelumnya.
Meskipun dunia di sekitar kita penuh gejolak—pandemi global, ketidakpastian geopolitik, perang Israel, inflasi yang meroket, dan kemajuan teknologi yang tak terduga—keberlanjutan lingkungan tetap menjadi perhatian utama bersama.
Sebagian dari kita mungkin berpikir bahwa setelah tahun-tahun penuh tantangan pasca 2019, isu lingkungan mungkin tidak terlalu populis di ruang media atau percakapan angkringan.
Namun, survei terbaru justru mengungkapkan sebaliknya. Enam dari sepuluh anggota Generasi Z (62%) dan Milenial (59%) mengaku cemas tentang perubahan iklim dalam sebulan terakhir.
Angka itu terbilang fantastis karena menunjukkan sedikit peningkatan dari tahun lalu. Ya, kekhawatiran generasi muda terhadap perubahan iklim rupanya semakin mendalam.
Bagaimana mereka merespons?
Banyak dari gen z dan milenial secara aktif berusaha mengurangi jejak ekologis mereka. Tujuh dari sepuluh Generasi Z dan hampir delapan dari sepuluh Milenial melakukan tindakan konkret untuk meminimalkan dampak lingkungan mereka.
Lebih dari itu, mereka merasa pemerintah harus lebih proaktif dalam memaksa sektor bisnis untuk menangani perubahan iklim—77% dari Generasi Z dan 79% dari Milenial berpendapat demikian.
Tak hanya itu, mereka juga percaya bahwa pelaku bisnis perlu mengambil langkah konkret untuk mendukung konsumen dalam membuat keputusan yang lebih berkelanjutan dalam hal perubahan iklim.
Generasi Z dan milenial secara umum melihat peran bisnis sebagai kunci dalam mendorong perubahan lingkungan. Ini bukan hanya berbelanja dengan bijak, tetapi juga tentang bagaimana mereka memilih karier dan perusahaan tempat mereka bekerja.
Mending Resign
Saat ini, setengah dari Generasi Z (54%) dan hampir setengah dari Milenial (48%) sedang mendorong pemberi kerja mereka untuk berkomitmen pada tindakan terkait perubahan iklim. Bahkan, jika mereka merasa perusahaan mereka tidak cukup peduli, beberapa di antara mereka siap pindah pekerjaan atau bahkan berganti industri.
Kekhawatiran lingkungan mendorong banyak dari mereka untuk membuat keputusan berani. Sekitar dua dari sepuluh anggota Generasi Z dan Milenial disebut telah berpindah pekerjaan atau industri karena masalah lingkungan.
Lebih dari seperempat dari mereka juga merencanakan langkah serupa di masa depan. Saat mencari pekerjaan baru, mereka tidak segan melakukan riset tentang kebijakan lingkungan perusahaan tersebut—seperempat dari mereka melakukan ini sebelum menerima tawaran pekerjaan, dan sepertiga lainnya berniat melakukannya.
Di antara berbagai cara untuk melawan perubahan iklim, Generasi Z dan Milenial menginginkan lebih banyak investasi dari pemberi kerja mereka dalam beberapa area. Mereka berharap perusahaan memberikan pendidikan dan pelatihan karyawan untuk gaya hidup berkelanjutan (25% Generasi Z dan 29% Milenial), subsidi untuk pilihan berkelanjutan (25% Generasi Z dan 27% Milenial), serta renovasi kantor agar lebih ramah lingkungan (19% Generasi Z dan 21% Milenial).
Meskipun demikian, mereka juga berharap bisnis mengubah model bisnis inti mereka untuk lebih berkelanjutan, berkomitmen pada emisi gas rumah kaca (nol-bersih), dan bekerja lebih dekat dengan pemerintah untuk memajukan inisiatif keberlanjutan.
Meski mereka mengakui masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, mayoritas merasa bahwa pemberi kerja mereka sudah berupaya menangani perubahan iklim. Dan sekitar 58% Generasi Z serta 54% Milenial percaya bahwa pemberi kerja mereka memberikan pelatihan untuk mempersiapkan transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Muda Menyala
Tanggung jawab ini tidak hanya berhenti pada tempat kerja. Generasi muda juga memilih untuk membuat keputusan konsumsi yang sadar lingkungan. Banyak dari mereka menghindari budaya akslerasi, mengurangi perjalanan udara, mengikuti diet vegetarian atau vegan, dan membeli kendaraan listrik.
Sekitar tiga dari sepuluh dari mereka melakukan riset tentang dampak lingkungan perusahaan sebelum membeli produk. Dan dua pertiga dari Generasi Z serta Milenial siap membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan.
Lebih jauh lagi, seperempat dari mereka telah mengurangi atau menghentikan hubungan dengan bisnis yang tidak memiliki praktik berkelanjutan.
Jadi, tampaknya, meski dunia terus berubah, semangat generasi muda untuk menjaga bumi tetap menyala. Hanya saja, survei yang menjadi bahan bakar dasar tulisan ini tidak berlatar di Indonesia.
Survei terkait respons perubahan iklim Gen Z dan Milenial ini dilakukan oleh Deloitte, mencerminkan respons dari 14.468 Gen Z dan 8.373 milenial (total 22.841 responden), dari 44 negara di Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa Barat, Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika, dan Asia-Pasifik.
Walaupun demikian, tren secara umum saya kira tetaplah sama: sementara generasi boomers mengangap isu lingkungan hanyalah FOMO atau narasi apokaliptik yang menghambat pembangunan, gen z dan milenial justru payah-payahan bergotong royong untuk menyelamatkan generasi mereka dan setelahnya dari kiamat sugra perubahan iklim.