Shalat sunnah dalam literatur fikih biasanya disebut sebagai shalatun nafli. kata An-Nafli dalam bahasa Arab sebenarnya berarti ziyadah (tambahan). Dalam istilah fikih diartikan sebagai shalat di luar kategori shalat fardhu. Disebut dengan shalat an-Naflu karena shalat sunnah adalah shalat tambahan selain shalat fardhu.
Adapun pembagian shalat sunnah terbagi menjadi dua: Shalat sunnah yang dianjurkan dilaksanakan dengan berjamaah dan shalat sunnah yang tidak dianjurkan dengan berjamaah.
Pertama, shalat sunnah yang tidak disunnahkan (dianjurkan) untuk berjamaah. Shalat sunnah ini terbagi menjadi dua. Shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu dan shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardu.
Adapun shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu adalah shalat sunnah muakkad dan shalat sunnah ghairu muakkad. Shalat ini juga biasanya disebut shalat rawatib. Seperti dua rakaat sebelum Shalat Dhuhur, dua rakaat setelah Maghrib dan lain sebagainya.
Sedangkan shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardhu adalah shalat yang biasanya memiliki sebab-sebab tertentu dan waktu-waktu tertentu, seperti shalat Tahiyyatul Masjid, Witr, Qiyamul Lail, shalat Dhuha dan Shalat Istikharah.
Kedua, shalat sunnah yang disunnahkan berjamaah. Yaitu, shalat Idul Fitri dan Shalat Idul Adha, Shalat Gerhana (Kusuf dan Khusuf) dan Shalat Istisqa’ (shalat untuk meminta hujan).
Disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhabi Imam Syafii karya Dr. Musthafa Khin dan Dr. Mustafa al-Bugha.