Sebagai salah satu organ di tubuh yang paling aktif, tangan sangat menentukan penyebaran wabah SARS-CoV-2 yang mengakibatkan lahirnya COVID-19. Mari kita ingat-ingat apa saja peran tangan dalam kehidupan kita. Sejak kita bangun tidur, misalnya, organ apa yang pertama kita gerakkan setelah membuka mata? Tangan tentu jadi salah satu top 3-nya.
Selanjutnya kita berdiri, yang kadang kita juga bertumpu pada kasur, dinding atau lantai menggunakan tangan. Kita membuka pintu kamar menggunakan tangan lalu kita menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu yang juga masih menggunakan tangan. Dengan masih ngantuk agak sempoyongan kita bergerak menuju tempat sembahyang, tak lupa tangan mengambil alas ibadah. Sembahyang kita juga melibatkan tangan dalam banyak sekali gerakannya.
Selepas sembahyang, kita memulai hari dengan membaca buku, menyeduh kopi atau berolahraga, semuanya paripurna dengan peran central dari tangan. Kemudian kita masak dan sarapan juga menggunakan tangan. Kita mandi lalu bergegas menuju tempat kerja dengan mengendarai motor atau angkutan umum, semuanya melibatkan peran dan fungsi tangan. Kita sampai tempat kerja dan mengisi absen lalu bersalaman dengan teman, itu pun menggunakan tangan. Kita bekerja sampai petang juga menggunakan tangan, pulang dan beristirahat dengan memainkan gawai juga menggunakan tangan, kita jenuh dan mengambil novel sampai ngantuk dan kembali terlelap, tangan tetap memainkan peran central. Sehingga dari vitalnya peran tangan dalam kehidupan, membuatnya menjadi media paling wahid dalam mengoperkan virus dan bakteri dari satu orang ke orang lain.
Dalam sehari, berapa benda yang kita sentuh dan mengakibatkan benda-benda di sekitar kita menjadi tempat bermukimnya bakteri dan virus. Belum lagi benda yang kita sentuh akan disentuh juga oleh orang lain. Selain itu budaya salaman juga menjadikan operan bakteri dan virus dari satu orang ke orang lain menjadi sangat akurat. Namun sayangnya bakteri dan virus yang ada di tangan sering kali tidak hanya diam di sana. Alih-alih diam, bakteri dan virus malah masuk ke tubuh. Kita sering tidak sadar ketika mata perih dan gatal, hidung penuh upil sampai berfoto, sering kita menempelkan bahkan sampai memasukan jari dari tangan kita ke lubang-lubang di wajah. Padahal sentuhan tangan ke mata, hidung dan mulut adalah jalan utama masuknya bakteri dan virus ke dalam tubuh.
Memang sebegitu berlebihan ya bakteri dan virus di sekitar kita? Sayangnya jawabannya memang iya, meskipun tidak semua bersifat patogen seperti si bakteri baik laktobasilus protektus yang biasa kita masukkan ke usus saat sulit berak.
Seandainya mata kita dibekali kemampuan melihat makhluk renik, tentu pusing juga hidup ini. Kita akan menyadari memang dunia kita dipenuhi bakteri, virus, mikroba yang jenisnya amat sangat beragam. Bagaimana tidak pusing, saat mata kita mampu melihat makhluk renik, dengan segera kita akan dibuat capek untuk mensortir mana yang berjenis patogen dan yang tidak. Kita akan melihatnya melekat di dinding rumah, bergantung di gagang pintu, tersebar di meja sampai terjebak di celana dalam.
Belum lagi saat kita dapati teman kita sedang sakit flu, saat kita punya kemampuan melihat makhluk renik, mungkin kita mendekat saja sudah enggan. Kita bisa dengan jelas melihat virus itu berpindah dan masuk ke tubuh orang lain. Belum lagi kalau ada orang yang positif SARS-CoV-2 yang meludah atau bersin, tentu kita bisa jijik dan panik melihat bagaimana SARS-CoV-2 yang jumlahnya banyak ngumpul di meja bekas bersin penderita COVID-19.
Hal itu masih dalam skala kecil, karena contoh yang sedari tadi kita bayangkan adalah skala rumah. Apabila yang terjadi adalah skala besar, pertemuan yang melibatkan ribuan orang, tentu peredaran virus dan bakteri terutama yang patogen menjadi riskan dikendalikan dan tentu membahayakan. Anggap saja seseorang penderita COVID-19 habis bersin dan sedikit percikannya menempel di tempat duduk, lalu tempat duduk itu dipegang seorang yang lain. Kemudian ia bersalaman dengan orang lain, dan orang itu bersalaman dengan yang lainnya lagi. Lalu tanpa sadar saat mendengar sesuatu, tangan di letakkan di dagu dan jari menempel sedikit di bagian bawah bibir. Tentu hal ini tidak kita inginkan di tengah pandemi SARS-CoV-2 yang mewabah.
Karena pada kenyataannya telah ada dua kejadian peningkatan pasien COVID-19 yang bertambah banyak dengan tajam setelah ada pertemuan massal. Diawali dari naiknya pasien COVID-19 di korea selatan setelah adanya kegiatan di gereja dan yang kedua di malaysia saat acara tablik akbar. Bisa jadi apa yang kita bayangkan tadi malah menjadi suatu skema yang sederhana, karena pada kenyataannya, penyebaran itu lebih rumit dan cepat menggunakan pola interaksi yang tak diduga-duga.
Sehingga memang bijaksana ketika saat ada pandemi seperti ini kita membatasi pertemuan massal. Saya paham bahwa Indonesia memiliki ritual keislaman yang kuat, ditambah lagi dengan konsep barokah yang banyak dianut muslim Indonesia, akan sulit buat kita umat muslim di Indonesia untuk bisa segera melaksanakan himbauan untuk membatasi pertemuan dan salaman. Karena saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana seseorang mencari berkah bukan hanya dengan cara meminum air sisa kiai, menata sendal atau mencium tangan, bahkan debu pada kendaraan sang kiai juga dipercaya membawa keberkahan.
Tetapi, semoga kita juga bisa mafhum bahwa kita membatasi pertemuan massal, termasuk jumatan dan pengajian, bukan dalam rangka mengurangi semangat berislam dan melupakan barokah, tetapi kita sadar bahwa rantai penyebaran wabah harus diputus dan kita tidak ingin orang tua kesayangan kita, kiai panutan kita ikut terkena wabah. Kita semua berdoa yang baik-baik saja. Apalagi tentu kita melakukan ini juga atas dasar kemaslahatan yang lebih besar, seperti yang kaidah fiqh utarakan dar’u al-mafasit muqodamun ‘ala jalbi al-masalih (mencegah keburukan diutamakan dari pada meraih kebaikan).
Akhirnya, semoga kita mengerti bahwa tangan kita sangat krusial dalam penyebaran SARS-CoV-2 ini, mari kita sering-sering membersihkannya dengan air dan sabun yang mengalir. Semoga dunia segera pulih, Amin.