Surat Terbuka untuk Virus Corona

Surat Terbuka untuk Virus Corona

Ini penting saya utarakan. Dengan kehadiran Virus Corona, semoga umat manusia semakin terbuka pikirannya, bahwa alam ini sedang tidak baik-baik saja.

Surat Terbuka untuk Virus Corona

Dear Virus Corona a.k.a Covid-19…

Terus terang, saya tidak tahu apa agamamu. Tapi, dengan penuh keyakinan bahwa Anda, bagaimanapun juga, merupakan tanda-tanda kebesaran Tuhan, izinkan saya untuk memulai tulisan ini dengan salam.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Sebelumnya, saya haturkan beribu-ribu terimakasih kepada Anda, Virus Corona, karena hari-hari ini umat manusia menjadi semakin tersadar (bagi yang sadar, tentunya) bahwa pada dasarnya mereka bukanlah siapa-siapa.

Saya ingat sekali, saat itu gegap-gempita pesta kembang api melepas 2019 dan menyambut 2020 baru saja purna. Orang-orang yang larut dalam momen tahunan itu masih enggan beranjak dari tidurnya.

Namun siapa sangka, di tengah kasunyatan cooling down itu, ada sekelompok makhluk renik yang segera menggemparkan dunia. Dengan kemampuannya untuk menyebar dan bermutasi, makhluk yang memulai debutnya dari kota Wuhan itu berhasil menyita perhatian sejumlah negara dengan milyaran populasi manusia di dalamnya.

Dan, ya, here you are: itulah Anda, Virus Corona. Laksana pasukan infiltrator yang bergerak senyap, Anda merangsek ke wilayah “pertahanan” manusia untuk menggalang kekuatan terlebih dahulu, sekiranya dengan masa inkubasi 2-14 hari.

Di Indonesia, tumpah darah saya, kendati ada beberapa yang sempat merasa jumawa dengan keimanan dan kemerasa-dekatannya dengan Tuhan, senyatanya itu tidak menghalangi Anda untuk tetap silaturahim ke mari.

Sejujurnya, saya tidak mengerti apa alasan Anda menunjukkan keperkasaan di tubuh manusia. Yang saya tahu, setiap manusia yang Anda jangkiti berpotensi bakal ambruk tiada ampun. Konon, keluhan yang dirasakan itu mirip orang terkena flu: mulai dari demam, batuk, pilek, nyeri dada, dan sesak napas.

Lebih jauh, Anda juga bisa menyebabkan pneumonia, sindrom gangguan pernapasan yang akut, sepsis, atau syok septik. Pada komplikasi yang parah, Covid-19 terbukti bisa merenggut nyawa manusia.

Kabarnya, Anda juga dapat mengakibatkan serangan infeksi yang lebih luas (sistemik). Mekanismenya memang belum diketahui persis, namun ternyata Anda juga didapati bercokol pada sistem pencernaan, hati, bahkan ginjal, dan memperparah mereka yang punya riwayat penyakit serius, hingga akhirnya berujung kematian.

Meski begitu, saya termasuk orang yang meragukan kalau Anda merupakan balatentara Allah dengan sebuah misi khusus untuk memusnahkan musuh Islam, seperti klaim seorang ustaz di negeri saya, segera setelah nama Anda populer.

Saya malah menuduh kalau Anda lebih dari itu. Buktinya, jam terbang Virus Corona tidak melihat agama, ras, suku, maupun kelas sosial. Malahan, gara-gara Anda kota Makah yang jelas-jelas menjadi kiblat umat Muslim senyatanya menutup akses para peziarah untuk melakukan ibadah thawaf. Pokoknya, semuanya Anda gibas.

Maka, saya semakin yakin kalau Covid-19 sebetulnya adalah “agen” Tuhan untuk meruntuhkan kepongahan umat manusia yang kelewat sombong memamerkan identitas komunal mereka. Hanya saja, target yang Anda sasar kelewat random. Dan inilah yang patut disesalkan.

Namun, itu pun bisa dimaklumi. Karenanya, sekali lagi, sudah tepat kalau Anda punya potensi melawat siapapun, tidak peduli agama, ras, suku, maupun kelas sosial.

Tapi, namanya juga potensi, itu bisa terjadi bisa tidak. Saya pikir, Anda tidak lebih spesial dari, misalnya, sebuah telur ayam. Namanya telur ayam, pastilah memiliki potensi untuk menjadi seekor ayam. Kendati begitu, tidak sedikit pula telur ayam yang berakhir di meja makan, entah sebagai telur dadar, telur mata sapi, telur orak-arik, maupun jenis-jenis menu telur ayam lainnya.

Memang, sebagaimana khittah sebuah wabah, Anda memiliki potensi mematikan. Namun, seperti halnya telur ayam, potensi itu saya pikir 50:50, tergantung seberapa jauh semesta berpihak. Artinya, Covid-19 sebetulnya tidak selalu mematikan.

Buktinya, mereka-mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang tangguh—dimungkinkan lewat disiplin kebersihan yang lebih dan kewaspadaan diri yang ketat— tetap bisa survive. Kendati memang tidak bisa dimungkiri kalau tidak sedikit juga orang-orang yang mangkat ke haribaan Tuhan setelah kunjungan Anda ke tubuh mereka.

Sayang sekali, orang-orang kadung mengklaim bilamana Virus Corona kelewat durjana. Mereka sepertinya lupa, kalau di balik kehororan Anda terdapat sebuah hikmah, seperti konflik horisontal di Timur Tengah menjadi padam.

Ya, sepertinya Anda lebih konkret mempersatukan Palestina-Israel ketimbang proposal damai Amerika Serikat bernama “Transaksi Abad Ini” yang digagas oleh Donald Trump beberapa waktu lalu. Lha gimana, Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtayeh, seperti diberitakan Harian Kompas (16/03/2020), mengungkapkan bahwa Palestina dan Israel kini telah bekerja sama dan tukar-menukar informasi terkait Covid-19.

Selain itu, fenomena pesebaran Virus Corona di seluruh dunia yang cukup masif dan sporadis—sehingga Anda pun mendapat gelar kehormatan berupa “Pandemi”— menggebrak kesadaran manusia bahwa hidup ini tidak melulu soal meladeni ambisi dan kepentingan manusia saja.

Di titik nadir inilah kebijaksanaan seseorang sebenarnya sedang diuji. Tidak saja soal meningkatkan kepekaan sosial, Virus Corona seyogianya membuka alam pikir umat manusia bahwa gangguan ekologi alam diduga menjadi musabab keberadaan virus-virus pencabut nyawa.

Karenanya, kalau saya boleh mengutip sedikit ayat al-Qur’an, Tuhan sejatinya telah menggelitik sanubari kita lewat Q.S. ar-Rum ayat 41, bahwa “telah nampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena gebyah-uyah manusia sendiri…”

Kiranya, ayat di atas menemukan relevansinya dengan riset Laurie Garret, penulis sains dan ilmu kedokteran Newsday New York. Ia pernah meneropong bahwa pada medio 2000-an akan banyak bermunculan virus-virus baru. Ini dia ungkapkan lewat sebuah bab berjudul “The Next Epidemic” dalam buku AIDS in The World terbitan Harvard University Press.

Lebih jauh, demikian kata Garret, ada banyak hal yang memungkinkan peningkatan jumlah virus-virus baru yang teridentifikasi di masa depan, seperti:  makin merosotnya kualitas lingkungan hidup di berbagai benua, meningkat-pesatnya populasi dunia, ketercerabutan penduduk dari pemukiman aslinya, dan migrasi urban, sementara virologi secara perlahan mengalami kemajuan.

Maka, dengan kehadiran Anda, Virus Corona, semoga umat manusia semakin terbuka pikirannya, bahwa alam ini sedang tidak baik-baik saja.

Akhir kalam, dengan penuh kerendahan hati, sebagai warga negara Indonesia yang beragama Islam, sampaikan salam takzim kami kepada alam raya—yang memungkinkan Anda tercipta—bahwa kami minta maaf yang sebesar-besarnya.

Serupa dengan itu, kami juga mohon kesudian Anda untuk memaafkan para pendakwah-pendakwah yang sempat mencatut nama Anda untuk menyalurkan hasrat kebencian mereka kepada sesama manusia, dengan memfitnah Corona sebagai agen pemusnah etnis tertentu.

Plus, maafkan juga para pemerintah kami yang tidak menjamu dengan selayaknya jamuan kenegaraan. Mereka justru cenderung menutup-nutupi, bahkan menganggap tidak ada keberadaan Covid-19 di tengah ontran-ontran dunia menaruh perhatian lebih kepada Anda.

Dan, tak luput, maafkan saudara-saudara kami yang sempat memparodikan Anda dengan buku panduan baca tulis al-Qur’an, atau parodi-parodi jayus lainnya. Pokoknya, pliss, mohon maafkanlah mereka. Ya, ya, mau ya…

Salam.