Tulisan ini diambil dari ustadz Ahmad Rifa’i yang mengajak berdakwah dengan kelembutan. beliau menjelaskan bahwa gaya dakwah itu penuh variasi. Ada yang meletup-letup sehingga umat “terbakar”, ada juga yang lembut namun menyentuh. Semoga artkel beriku tini bis amenjadikan renungan bagi umat Islam di CitraIndah.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, dan Dia menyukai kelembutan dalam segala urusan ”. (Muttafaq ‘Alaihi)
Jiwa seorang Muslim yang lemah lembut, merupakan refleksi dari kelembutan qalbu. Semakin lembut qalbu seseorang, maka kelemah lembutannya akan semakin tampak. Qalbu yang lembut, akan memancarkan jiwa-jiwa yang “peka”. Sebaliknya, hati yang kesat dan keras, akan melahirkan tindakan yang kasar, sembrono, bahkan brutal. Karena qalbu merupakan barometer action seseorang. Maka tidak heran, kalau Nabi SAW menyatakan bahwa surga itu diperuntukkan bagi mereka yang memilik jiwa-jiwa yang lembut, karena Allah mencintai kelembutan.
Beliau bersabda dalam Hadits dari `Iyadh ibn Hamâr ra., “Ahli (penghuni) surga itu tiga orang: Orang yang memiliki kekuasaan, adil dan diberi petunjuk (muwaffaq), seorang yang pengasih dan berhati lembut kepada setiap kerabat dekatnya dan setiap Muslim, dan orang yang menjaga kehormatan dan (senantiasa) menjaga kehormatannya padahal ia memiliki kebutuhan untuk keluarganya.” (HR. Muslim).
Subhanallah, Islam begitu mengajarkan kepada ummatnya untuk berlaku lemah lembut terhadap sesama. Bahkan ahli surga disematkan kepada orang yang pengasih dan berhati lembut kepada sesame. Lemah lembut yang Rasulullah Saw contohkan kepada para pengikutnya ialah bahwa lemah lembut bukan berarti tidak tegas. Rasulullah Saw sama sekali tidak mengajarkan kekerasan, melainkan mengajarkan ketegasan.
Di dalam berdakwah, sikap lemah lembut sangatlah dibutuhkan. Dakwah akan tepat sasaran jika dilakukan dengan lemah lembut, tidak dengan paksaan bahkan kekerasan. Rasulullah Saw sebagai sauri tauladan bagi kita telah mencontohkannya dengan perilaku lemah lembutnya ketika suatu hari Rasulullah Saw beserta para sahabat berada di masjid, tiba-tiba datang suku badui mengencingi salah satu bagian masjid. Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah sama sekali tidak marah terhadap orang tersebut. Berbeda dengan para sahabat yang langsung marah, bahkan sebagian ada yang ingin menarik dan menghajarnya.
Rasulullah Saw melarang para sahabatnya untuk berlaku kasar terhadap orang tersebut, dan Rasulullah pun membiarkannya menuntaskan hajatnya.
Setelah selesai dipanggillah orang badui tersebut, Rasulullah Saw berkata dengan lemah lembut kepadanya, “ini adalah masjid, bukan tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya tempat ini untuk dzikrullah dan untuk membaca al-Qur’an.” Beliau kemudian menyuruh sahabatnya untuk membersihkan tempat yang telah dikencingi oleh orang badui tersebut.
Tutur kata yang lemah lembut dari Nabi Saw menyentuh hati si Badui, sangat berbeda dengan para sahabat yang geram terhadap sikapnya. Ia pun terkagum terhadap kehalusan budi pekerti beliau. Maka dengan kepolosannya ia berdo’a, “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad dan jangan rahmati seorang pun selain kami berdua”. Dalam do’anya pun ia menyindir para sahabat yang geram terhadapnya. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Lihatlah bagaimana keteladanan Rasulullah Saw sebagai Uswatun Hasanah. Beliau tetap berlaku lemah lembut terhadap orang yang telah mengotori masjid. Coba bandingkan jika kita yang berada di posisi demikian, apakah kita mampu untuk tidak marah?
Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah sangatlah indah. Beliau tidak pernah memaksa orang lain (non-muslim) untuk masuk ke dalam agama Islam. Beliau justru berlaku kasih sayang serta lemah lembut terhadap mereka. Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah Saw sangatlah efektif, berbeda dengan dakwah masa kini yang justru jauh dari sikap lemah lembut yang dicontohkan oleh Nabi Saw.