Buku Barunya Dibedah Tanpa Kritik, Quraish Shihab: Tidak Ada Karya tanpa Kekurangan

Buku Barunya Dibedah Tanpa Kritik, Quraish Shihab: Tidak Ada Karya tanpa Kekurangan

Menurut Quraish Shihab, tidak ada suatu karya yang tidak ada kekurangannya.

Buku Barunya Dibedah Tanpa Kritik, Quraish Shihab: Tidak Ada Karya tanpa Kekurangan
Prof. M. Quraish Shihab

Quraish Shihab menyayangkan tidak ada kritik yang disampaikan pembahas terhadap bukunya. Menurutnya, tidak ada suatu karya yang tidak ada kekurangannya.

“Mestinya ada kritik, yang kita harapkan untuk perbaikan cetakan yang akan datang,” pesannya.

Kritik Quraish Shihab tersebut disampaikan saat acara bedah bukunya yang berjudul Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keberagamaan di area pameran Islamic Book Fair 2022, JCC, Senayan (06/08/2022).

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati bekerja sama dengan Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia. Sinergi dalam penerbitan buku ini dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar MHM dan Lentera Hati dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, serta mengkonsolidasikan nilai-nilai dialog dan toleransi, sebagaimana yang menjadi tujuan keterlibatan MHM dalam IBF kali ini.

Selain Quraish Shihab, ada juga beberapa tokoh yang hadir sebagai narasumber, seperti Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Phil Kamaruddin Amin dan Gubernur NTB (2008 – 2018) TGB Dr Zainul Majdi, MA, dan Dr. Muchlis M Hanafi, MA. sebagai moderator.

Buku ini mengajarkan pembaca untuk dapat memberikan penilaian terhadap kesalahan, namun bukan membenci yang bersalah; membenci kedurhakaan, tetapi mengasihi dan memaafkan yang berdosa; mengkritik pendapat, dengan tetap menghormati pengucapnya, menyembuhkan penyakit dan mengusir penderitaan, bukan mengenyahkan yang sakit, bukan juga mengusir penderita.

Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menilai buku Toleransi ini, meskipun kecil, padat dengan rujukan Al-Qur’an, Hadis, bahkan sejarah. Misalnya disebutkan bahwa Khalifah Umar r.a. ketika dipersilakan untuk salat di dalam gereja, beliau memilih untuk salat di tangga.

“Saya khawatir, jika saya salat di dalam, nanti umat Islam akan mengklaim gereja itu milik kita, lalu mereka ubah jadi masjid,” kata Umar beralasan. (AN)