Buka bersama di tempat ibadah non muslim sebenarnya sudah lazim bertahun-tahun lalu, tanpa diributkan. Tapi sekarang kok ada yang nolak dan ngusir. Kenapa?
Alasannya: puasa kan ibadah, jadi buka puasa haram di gereja. Atau, kenapa buka puasa di gereja? Kan masjid dan tempat-tempat non gereja juga banyak?
Mari kita bahas satu persatu alasan penolakan buka bersama di tempat ibadah non-muslim tersebut. Pertama, puasa adalah ibadah. Dan buka puasa juga termasuk ibadah. Karena buka puasa itu ibadah, haramkah itu di lakukan di gereja?
Sampai sekarang saya TIDAK/ BELUM menemukan dalil Qur’an/ hadits yg melarang buka bersama di rumah ibadah non muslim. Meski begitu, untuk mengetahui status hukum buka di gereja, bisa kita analogikan dengan shalat di gereja. Puasa dan shalat sama-sama ibadah.
Bagaimana hukumnya shalat di dalam gereja atau tempat ibadah non muslim lain? Bolehkah? Hukumnya: BOLEH.
Ada beberapa kitab yg bisa jadi rujukan. Misal, Yusuf Qadhawi dlm kitabnya Fatawa Mu’ashirah bolehkan muslim lakukan shalat di gereja Syaikh Qardhawi mengutip hadits sahih ttg Nabi yg diberi keistimewaan Allah, di antaranya: seluruh bumi adalah masjid/ tempat shalat. Artinya, muslim dibolehkan shalat di manapun (tentu asal tempatnya bersih dari najis). Di manapun itu ya mencakup gereja.
Bagamana dengan cerita Khalifah ‘Umar saat ke gereja Yerusalem. Pendetanya menyilakannya untuk shalat di gereja. Tapi Umar menolak. Apa artinya?
Penolakan ‘Umar untuk shalat di ‘kanisatul quds’ tersebut BUKAN karena haram, tapi justru karena Umar pengen gereja tersebut tetap seterusnya sbg gereja. ‘Umar takut kalau misal beliau shalat di gereja Quds diartikan sebagai seruan agar gereja tersebut dijadikan masjid. Beliau tidak mau itu terjadi.
Jadi penolakan khalifah Umar untuk shalat di gereja tersebut justru demi toleransi: melindungi gereja tersebut agar tetap sebagai gereja seterusnya. Dalam Muwathinun La Dzimmiyyun karya Fahmi Huwaydi, ada cerita tentang kaum tabi’in yang shalat di gereja di Damaskus, “al yuhanna al kubro. Al Yuhanna al kubro, gereja besar Damaskus sempat dipakai sbg tempat ibadah bersama antara kaum muslimin dan kaum Kristen Syiria.
Jadi, saat itu kaum muslim sholat di satu sisi gereja, dan warga Kristen Syria melakukan kebaktian di ruang sisi yang lain. Pernah keduanya beribadah bareng: kaum muslim menghadap kiblat, dan di sebelah ruang, kaum Kristen misa dengan menghadap ke Timur.
Jadi, tidak pernah ada larangan bagi muslim utk shalat di dalam gereja. Sejauh tempat shalatnya bersih dari najis, di manapun oke. Harap dicatat, kalo di sini saya bilang boleh shalat di gereja, tidak lantas saya menganjurkan, apalagi mengharuskannya.
Bagusnya shalat ya tetep di masjid/ mushalla, bukan di gereja. Ngapain juga nyari-nyari gereja utk shalat. Tetapi kalo iya, tidak haram. Kembali ke soal buka bersama. Qiyas/analoginya: Kalau shalat di gereja aja boleh, apalagi buka buka bersama di gereja. Boleh banget!
Qur’an sendiri menghalalkan hidangan dari non muslim, asal bukan makanan yg haram. Nah kalo gereja nyediain buka, di mana salahnya?
Pertanyaan kedua: buka bersama di gereja atau tempat ibadah non-muslim lain. Apa perlu?
Seperti saya bilang tadi, buka puasa di gereja, sebagaimana shalat di gereja, hukumnya mubah. Artinya, kalau mau silakan, tidak mau juga silakan. Kalau ada kalangan muslim yang tidak mau buka bersama di gereja, apapun alasannya, itu hak mereka yang sah-sah saja dan harus dihormati. Apalagi kalau buka bersama di gereja demi pendidikan toleransi, saling menghargai antar pemeluk agama, seperti yg dilakukan Bu Shinta. Itu sah.
Tuduhan bahwa buka bersama di gereja itu upaya mencampur aduk agama jelas picik dan fitnah. Emang buka bersama disertai misa. Ngawur!
Mereka yang bubarkan/ mengusir buka bersama di gereja sejatinya tak punya landasan Islam sama sekali. Hanya kesewenang-sewenangan karena kepicikan. Sekian[]
Tulisan ini diulik dari kultwit Ahmad Sahal @Sahal_AS terkait pelarangan buka puasa bersama.