Sebagian besar rumah di perkotaan saat ini sudah memiliki pemanas air. Begitu pula penginapan dan hotel, terutama yang berada di wilayah cuaca dingin. Kemudian masalah yang muncul adalah bagaimana hukum wudhu ataupun mandi junub dengan menggunakan air yang berasal dari pemanas air tersebut? Bukankah wudhu dengan air yang dipanaskan makruh menurut sebagian ulama?
Wudhu yang paling bagus ialah dengan menggunakan air mutlak, maksudnya air bersih yang tidak bercampur dengan benda lain, baik benda suci ataupun najis. Sementara wudhu menggunakan air yang dipanaskan dihukumi makruh oleh sebagian ulama.
Air panas yang dimaksud dalam kitab-kitab fikih adalah air musyammas, yaitu air yang dipanaskan di terik matahari. Air yang dipanaskan di atas terik matahari itu dihukumi makruh dengan syarat: pertama, bila berada di wilayah cuaca panas; kedua, wadah air terbuat dari besi atau tembaga yang mudah berkarat; ketiga, menggunakan air tersebut bisa merusak kulit.
Mengutip riwayat Umar bin Khatab, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa air musyammas dihukumi makruh karena bisa merusak kulit atau berbahaya. Dengan demikian, alasan kemakruhan air yang dipanaskan bukan karena dzatnya, tetapi melihat dampak negatif yang ditimbulkannya.
Sebab itu, merujuk alasan di atas, wudhu dengan air hangat atau panas dibolehkan selama tidak membahayakan tubuh, dengan syarat airnya suci dan tidak bercampur benda najis. Bagi orang yang berada di wilayah cuaca dingin bisa menjadikan air hangat sebagai solusi bila tidak mampu menggunakan air dingin. Sementara orang yang berada di wilayah normal, tentu lebih baik menggunakan air dingin supaya lebih menyegarkan dan ibadahnya lebih nyaman.