Dalam surat Al-Baqarah ayat 6-7 dijelaskan bahwa orang kafir tidak akan mau beriman selamanya, walaupun mereka sudah diberikan peringatan oleh Allah SWT.
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ – ٦ خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ࣖ – ٧
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat.”
Dalam beberapa kasus, terutama pada masa nabi, ada orang-orang kafir yang kemudian beriman. Misalnya, Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Amr bin Ash, dan banyak sahabat yang lain. Lalu, benarkah mereka tidak akan beriman selamanya? Bagaimana dengan kasus para sahabat dan juga orang-orang yang pada akhirnya beriman. Apakah dalam hal ini Al-Qur’an salah?
Memahami ayat Al-Quran ini tidak bisa hanya sekedar dari makna kalimat per kalimatnya. Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebut bahwa kalimat kafir dalam ayat tersebut tidak ditujukan untuk semua orang kafir. Sehingga ayat tersebut tidak bisa digunakan untuk mengeneralisir semua sifat orang kafir. [Lihat: Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Ciputat: Lentera Hati, 2017), h. 116]
Yang dimaksud orang kafir dalam ayat tersebut adalah orang kafir yang kekufurannya sudah mendarah daging dalam jiwa mereka, sehingga mereka tidak akan mau berubah pikiran. Dalam tafsir Al-Misbah dicontohkan, bahwa orang-orang yang termasuk dalam golongan ini adalah Abu Lahab dan Abu Jahal. Salah satunya bahkan pernah didoakan Nabi SAW agar diberikan hidayah dan beriman, namun ia tak kunjung beriman juga.
Allah sudah mengetahui bahwa orang kafir tidak akan mau beriman walaupun telah diberi peringatan. Namun hal ini bukan menjadi sebab tidak berimannya mereka. Melainkan karena mereka telah menutup hati mereka dan tidak mau menerima tanda-tanda Keesaan Allah. Sehingga Allah membiarkan mereka larut dalam kesesatan. Dalam Al-Quran diistilahkan dengan mata hati, pendengaran, dan mata mereka dikunci.
Hal ini bisa dianalogikan dengan pengetahuan seorang guru bahwa anak yang bodoh dan malas belajar tidak akan lulus ujian. Pengetahuan guru tersebut bukan menjadi sebab tidak lulusnya mereka, melainkan karena kemalasan dan kebodohan yang ada pada diri murid-murid tersebut.
Oleh karena itu, surat Al-Baqarah ayat 6-7 ini tidak bisa dijadikan dalil untuk menghentikan dakwah kita. Karena kita tidak tahu apakah sasaran dakwah kita serupa dengan kategori dalam ayat tersebut. Maka, lanjutkan memberi pengetahuan, mengenalkan Islam yang damai dan ramah, sehingga mereka tertarik. Bukan malah membuat mereka menjauh dengan mengenalkan Islam yang keras dan marah. Siapa tau dengan mengenalkan Islam yang ramah, toleran dan damai, mereka menjadi tertarik, minimal untuk mengenal Islam dan tidak memberi pandangan negatif pada Islam.
Wallahu a’lam.
Baca juga artikel lain tentang Tafsir Al-Misbah di sini.
Penjelasan lebih lengkap bisa dibaca dalam Tafsir al-Mishbah. Baca tulisan tentang tafsir Al-Misbah di sini. Kamu juga bisa order di sini Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab (diskon 10%).