Bagaimana Ulama Perempuan Bisa Jadi Counter Narasi Ekstremisme?

Bagaimana Ulama Perempuan Bisa Jadi Counter Narasi Ekstremisme?

Bagaimana Ulama Perempuan Bisa Jadi Counter Narasi Ekstremisme?
Ilustrasi Maimunah binti al Harits (ilustrasi: Alvinnurch)

Untuk pertama kalinya pada 25-27 Apri lalu para ulama perempua berkumpul membahas masalah-masalah konstekstual terkait kaum hawa dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia KUPI yang I, di Pesantren Kebon Jambu al-Islami, Cirebon, Jawa Barat. Kongres ini dihadiri sekitar 1.280 ulama dan cendekia perempuan dari seluruh penjuru tanah air. Dalam perkembangan ternyata ada banyak yang telah dilakukan di masyarakat oleh para ulama perempuan ini.

Isu fundamentalis dan berkembangan radikalisme keagamaan menjadi salah satu isu yang tidak bisa terhindarkan belakangan ini. Isu fundamentalis dan radikalisasi keagamaan ini menjadi perdebatan di ruang sosial media yang menarik kalangan anak muda untuk mengetahui isu tersebut lebih jauh.  Bahkan, dalam tren sosial media tahun 2020 ini KUPI (Kongress Ulama Perempuan Indonesia) dianggap salah satu rujukan anak muda untuk menjawab isu tersebut.

Upaya KUPI melakukan counter narasi dengan melakukan upaya membanjiri media sosial dengan wacana kesetaraan gender dari perspektif islam. KUPI juga membangun logika beragama yang menggunakan akal sehat dengan menyandarkan pada nalar kritis yang menghargai pengalaman biologis dan sosial perempuan. Serta menyuguhkan argumentasi yang kuat tentang keberpihakan agama rasional

Salah satu diantaranya Nyai Luluk Farida dan Nyai Inayah Rohmaniyah. Nyai Luluk Farida melakukan dakwah di masyarakat, sedangkan Nyai Inayah Rohmaniyah melakukan dakwah dengan melakukan riset dan pengajaran di kampus. Dalam beberapa kali kesempatan Nyai Luluk Farida bercerita tentang pengalamannya ketika melakukan melakukan kontra narasi ekstremisme kekerasan di masyarakat. Diakui olehnya, perspektif ekstremismelakukan dakwah yang menarik untuk melakukan kontra narasi dengan memberikan pandangan agama antara tekstual dan kontekstual kepada jamaahnya.

Selain itu, dirinya jga melakukan dakwah-dakwah yang sederhana tentang toleransi dan cinta kasih.  tempat yang sama, Menurut Nyai Inayah Rohmaniyah, dari riset yang dilakukannya ini ditemui banyak hal tentang karakteristik kelompok tersebut. Di  mana karakteristik kelompok konservatif memiliki ciri khas dalam berdakwah dengan mematikan akal dan hanya merujuk sumber tunggal. Serta dakwah yang gunakan adalah dakwah yang dimulai dari kehidupan sehari-hari yang menjadi kebutuhan masyarakat.

”Begitu juga dengan pendekatan yang mereka lakukan seringkali melakukan pendekatan yang soft, care dan terbuka yang mudah diterima oleh masyarakat,” katanya.

Bahkan, menurutnya, ada beberapa temuan menarik dari riset tersebut, kelompok perempuan sangat aktif baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Hal ini bertentangan dengan narasi gender yang selama ini digunakan. Diakui olehnya, ulama perempuan ini modal yang luar biasa. Diakui, paska pembubaran makin besar, menurut di lapangan susah untuk dilihat.

Mereka door to door, kurang lebih strateginya bukan hanya di public dan lebih banyak perempuan yang bermain. Bahkan, saat ini HTI masuk ke berbagai ormas dan membuat ormas tersebut berubah haluan dengan menggunakan konsep khilfah. Salah satunya, di Gorontalo hamper semua ASN dimasuki oleh kelompok konservatif.

Selain itu, saat ini melalui lembaga Rahima, para ulama perempuan telah melakukan pendidikan kepada ulama perempuan di berbagai tempat untuk mendorong kapasitas ulama perempuan untuk melakukan kontra narasi dan memberikan narasi alternative.

Dari pelatihan tersebut, para ulama perempuan ini bisa lebih berani untuk melakukan kontra narasi dan dialog kepada orang-orang yang berbeda. Hal itu dilakukan untuk bisa merangkul kembali orang-orang yang berbeda tersebut. Rahima menyiapkan meme yang sederhana sebagai bekal kepada para ulama perempuan. Nanya strategi tidak bisa diseragamkan tergantung arena mana yang digunakan, keluarga, kampus atau sekolah dan di masjid, kantor, di kampong harus bekerjsama dengan tokoh masyarakat, kita perlu strategi di arena mana.

Saat ini, Puslitbang Kementerian Agama telah melakukan banyak hal untuk merespon ekstremisme di lembaga pemerintahan. Saat ini, Kementerian Agama juga telah membuat aplikasi untuk mendeteksi ekstremisme kekerasan yang dilakukan oleh ASN. Hal lainnya, yang dilakukan oleh kementerian agama adalah dengan menerapkan moderasi beragama.

Moderasi berapa sudah diterapkan kepada para penyuluh agama dengan berbagai latarbelakang. Indikator dari moderasi beragama ini sudah dilakukan di untuk rekrutmen dosen UIN. Kedepan, indikator moderasi beragama berapa ini bisa diterapkankepada guru-guru agama dan PKN. Penguatan moderasi beragama di Indonesia saat ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama.

Indonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu.  Hal ini bisa dirasakan dan dilihat sendiri dengan fakta bahwa hampir tidak ada aktivitas keseharian kehidupan bangsa Indonesia yang lepas dari nilai-nilai agama. Keberadaan agama sangat vital di Indonesia sehingga tidak bisa lepas juga dari kehidupan berbangsa dan bernegara.  Selain itu moderasi beragama juga penting untuk digaungkan dalam konteks global di mana agama menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban dunia yang bermartabat.