Aisyah binti Sa’ad: Ulama Perempuan yang Menjadi Rujukan Imam Malik Meriwayatkan Hadis Nabi saw

Aisyah binti Sa’ad: Ulama Perempuan yang Menjadi Rujukan Imam Malik Meriwayatkan Hadis Nabi saw

Imam Malik bin Anas tidak pernah meriwayatkan hadis dari wanita selain dari Aisyah binti Sa’ad.

Aisyah binti Sa’ad: Ulama Perempuan yang Menjadi Rujukan Imam Malik Meriwayatkan Hadis Nabi saw
Ilustrasi: Arab Women is a painting by Aeich Thimer

Peran kaum perempuan dalam sejarah peradaban Islam begitu besar, namun seringkali peran mereka terlupakan dan terpinggirkan dalam catatan sejarah peradaban Islam. Pasca wafatnya Nabi Muhammad saw. banyak perempuan yang menjadi rujukan dalam meriwayatkan hadis-hadis Nabi saw. baik itu para Ummul Mukminin, maupun selainnya. Salah satu perempuan yang menjadi rujukan ulama besar dalam meriwayatkan hadis Nabi saw. dan mempunyai kontribusi besar terhadap ilmu-ilmu keislaman adalah Aisyah binti Sa’ad.

Aisyah binti Sa’ad merupakan putri dari Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Salah seorang sahabat Nabi saw. yang dijamin masuk surga. Adapun putrinya yang bernama Aisyah, adalah salah seorang wanita terpercaya yang sejarah hidupnya tercantum di dalam seiarah. Dia termasuk wanita yang mengajarkan banyak ilmu keislaman kepada para pencari ilmu.
Aisyah binti Sa’ad merupakan sosok perempuan yang menguasai banyak ilmu. Mulai dari hadits, fikih, sirah, biografi, dan perang. Darinya juga, kita mengetahui profil Sa’ad bin Abi Waqqash. Tanpa peran Aisyah binti Abi Waqqash, mungkin kita tidak banyak mengetahui pofil ayahnya tersebut.

Dalam kitab Tahdzib al-Asma wa al-Lughoh karya Imam Nawawi dijelaskan, bahwa Aisyah binti Sa’ad bin Waqqash lahir pada masa kekalifahan Utsman bin Affan, yaitu sekitar tahun 33 H. Dia lahir di Madinah, yang mana pada saat itu ayahnya mempunyai kebesaran agung di langit para shahabat.

Ayahnya yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah seorang dari 10 sahabat Nabi saw yang diberi kabar gembira akan masuk surga. Dia juga termasuk orang pertama yang bersaksi ketika Islam menghembuskan aroma wanginya di Makkah. Dia juga orang pertama yang melemparkan anak panah di ialan Allah swt.. Orang pertama yang menumpahkan darah di jalan Allah swt.

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah sahabat dari generasi pertama kaum Muhajirin yang berjuang menyebarkan dakwah Islam. Dan turut andil dalam berbagai perang, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, dan berbagai perang lainnya.

Aisyah lahir dan tumbuh di tengah keluarga yang dihormati. Ayahnya seorang yang zuhud dan derajat yang sangat tinggi dalam keimanan, sehingga terkenal dengan sebutan Mustajab al-Da’wah (orang yang doanya selalu dikabulkan). Doanya sangat ditakuti, namun juga sangat diharapkan oleh semua orang.

Di taman keluarga yang penuh kemuliaan itulah, Aisyah tumbuh. Ketika pertama kali tumbuh, dia memetik bunga-bunga ilmu dari pohon ilmu dan keteladanan, yaitu ayahnya sendiri. Ayahnya adalah pohon yang mempunyui akar kokoh terkait dengan ilmu, dan cabangnya menjulang tinggi di langit ilmu. Hal tersebut karena Sa’ad bin Abu Waqqash termasuk shahabat yang meriwayatkan 270 hadits Nabi Saw. dan generasi pertama kaum Muhajirin yang masuk Islam dan mendakwahkan Islam.

Aisyah binti Sa’ad adalah salah seorang ulama perempuan yang ahli fiqh dan meniru istri-istri Nabi saw. dalam segala hal, termasuk dalam urusan shalat dan wudhu. Hal tersebut tentu tidak lepas dari perjalanannya dalam menimba ilmu. Sebagaiaman disebutkan oleh Al-Basawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh, bahwa Aisyah binti Sa’ad menimba ilmu di madrasah Ummahatul Makrninin, terutama Aisyah binti Abu Bakar dan Ummahatul Mukminin lainnya.

Keilmuan yang didapat dari Ummul Mukminin, membuat Aisyah binti Sa’ad menjadi salah satu perempuan yang namanya mengisi lembaran buku biografi para perempuan hebat sejarah peradaban Islam. Bahkan, para ulama sepakat akan statusnya sebagai salah satu rawi perempuan terpercaya dalam meriwayatkan hadis Nabi Muhammad saw.

Selain keberkahan ilmu, Aisyah binti Sa’ad juga diberi keberkahan umur panjang hingga Imam Malik dapat bertemu dengannya dan meriwayatkan hadis darinya. Bahkan menurut al-Khalil sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib karya Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Malik bin Anas tidak pernah meriwayatkan hadis dari wanita selain dari Aisyah binti Sa’ad.

Kapasitas keilmuan Aisyah binti Sa’ad membuat banyak ulama-ulama besar menimba ilmu dan meriwayatkan hadis darinya. Nama-nama besar seperti Imam Malik bin Anas, Imam Bukhari, dan para rawi hadits lainnya seperti; Ayub as-Sakhtiyani, al-Junaid bin Abdurrahman, al-Hakam bin Utaibah, az-Zinnad, dan Muhajir bin Mismar meriwayatkan hadis darinya.

Aisyah binti Sa’ad juga dikenal sebagai seorang ulama perempuan ahli fikih. Salah seorang muridnya yang bernama Ubaidah binti Nabil, menceritakan fiqh Aisyah binti Sa’ad tentang wudhu yang pernah dilihatnya. Pada saat itu, Aisyah binti Sa’ad mempunyai dua cincin dari perak di jari tengah dan jari manisnya. Jika ia berwudhu, ia melepaskan kedua cincinnya tersebut.

Selain itu, Aisyah binti Sa’ad termasuk wanita yang raiin menghadiri shalat berjamaah di Masjid Nabawi, terutama shalat Shubuh dan shalat Isya’. Ketika keluar rumah untuk pergi ke Masjid Nabawi, dia tetap berpegang teguh kepada petunjuk Nabi saw.

Aisyah binti Sa’ad merupakan ulama perempuan yang menguasai berbagai bidang ilmu, mulai dari fikih, hadis, tafsir, sejarah, bahkan strategi perang. Sehingga kehidupannya sarat dengan ilmu dan pelajaran, serta menjadi perawi hadits terpercaya. Dia wafat pada tahun 177 H dalam usia hampir 80 tahun dan meninggalkan warisan ilmu yang luar biasa, seperti berbagai hadis yang diriwayatkannya yang kemudian sampai kepada kita sekarang.

Dari berbagai hadis yang telah diriwayatkan Aisyah, ada sejumlah hadis yang cukup populer, antara lain; hadis tentang mengunjungi Muslim yang tengah sakit dan mendoakannya. Selain hadis menjenguk orang sakit, ada pula hadis yang menyebutkan soal penggunaan tasbih atau kerikil saat sedang berzikir. Dan berbagai hadis lainnya yang terdapat di berbagai kitab-kitab hadis.

Aisyah binti Sa’ad adalah potret perempuan yang lahir dari keluarga yang dihormati, namun dia terlena dengan penghormatan diberi. Justru, dia termotivasi untuk meneruskan jejak-jejak ayahnya dalam mendakwahkan Islam dan menyebar luaskannya. Dan begitulah seharusnya yang dilakukan oleh kaum muslimin di dunia. Bukan hanya membangga-banggakan leluhurnya, namun mewarisi sekaligus meneruskan tradisi para leluhurnya.