Shawm (puasa) secara kebahasaan berarti imsak (menjaga/menahan dari). Orang seringkali mengabaikan makna literal dari puasa, namun justru di situlah hakikatnya.
Yang membatalkan puasa memang bisa dikatakan ringan, namun puasa bisa tidak memberi makna apapun jika pelaku puasa tidak sanggup menjaga dirinya.
Menahan mulut dari makan dan minum itu ringan. Yang lebih berat adalah menjaga mulut untuk tidak berkata culas.
Larangan melakukan hubungan seks di siang hari jauh lebih muda untuk dipatuhi, tapi menjaga diri dari perbuatan nista jauh lebih berat dijalani.
Puasa adalah jalan untuk mendewasakan diri. Orang bisa menua bersama usianya, namun tak setiap orang bisa mendewasakan dirinya.
Orang yang dewasa jiwanya tahu bahwa tidak semua hal harus ditelan, pun tidak yang bisa ditelan harus dimakan. Orang tua yang tidak dewasa bisa seperti kanak-kanak, menelan apa saja dan kapan saja.
Orang dewasa tahu menjaga mulutnya tidak hanya tentang urusan makanan, tapi juga tentang omongan. Orang dewasa sadar bahwa lidah bisa lebih tajam dari pedang hingga tahu tak selayaknya mengeluarkan perkataan yang memecah persatuan dan menistakan kemanusiaan.
Orang dewasa tahu bahwa menjaga diri bukan hanya urusan menahan nafsu seks, tapi juga soal kelakuan. Anak-anak biasa ngamuk jika keinginannya tidak dipenuhi, orang dewasa tahu cara mengendalikan diri.
Mengapa kita perlu puasa? Salah satunya karena banyak orang yang tak berhasil mendidik dirinya sehingga usia yang menua tidak dibarengi oleh kedewasaan jiwa.
Yang paling berbahaya adalah orang tua yang tidak dewasa. Dia menuntut untuk diikuti, tapi perkataan dan kelakuannya tidak pantas diteladani.
Puasa menyediakan kesempatan untuk mendewasakan diri agar lisan dan kelakuan kita memberi manfaat kepada sesama. Jika ada orang tua di bulan puasa tidak bisa menjaga mulut dari perkataan yang mengadu domba, menjaga diri dari kelakuan yang memecah persaudaraan, dia sesungguhnya telah melalaikan makna sejati puasa.[]