Sebagian umat Islam mungkin merasa alergi dengan anjing dan tidak mau dekat dengannya. Bahkan kalau ada anjing lewat, kita pun tak segan-segan melemparinya dengan batu. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari pelajaran fikih yang diterima bahwa anjing adalah najis. Meskipun sebagian ulama menganggap anjing najis, tapi bukan berati dibolehkan menyakiti dan menganiaya anjing sesuka hati.
Perlu diketahui, tidak seluruh ulama menyepakati kenajisan anjing. Sebagian ulama menganggap anjing tidaklah najis. Dalam Madzhab Maliki misalnya, anjing tidaklah najis. Karena menurut mereka, setiap makhluk hidup adalah suci, sekalipun anjing dan babi.
Binatang dikatakan najis bila mati atau tidak disembelih dengan cara syar’i. Sebab itu, dalam pandangan madzhab ini, kalau tubuh atau ada benda yang dijilati anjing, maka membasuhnya hanyalah bagian dari kesunnahan. Meskipun sunnah tetap harus dibasuh karena bersifat ta’abbudi.
Sementara dalam pandangan Madzhab Hanafi, tidak seluruh bagian tubuh anjing najis, yang najis hanyalah keringat dan air liurnya. Karenanya, dalam madzhab ini, tetap wajib membasuh tubuh atau benda yang kena air liur anjing. Ulama yang ada dalam madzhab ini pun berbeda pendapat soal berapa banyak jumlah basuhannya, ada yang mengatakan tiga, lima, dan tujuh.
Adapun Madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat seluruh tubuh anjing adalah najis, baik bulu, keringat, ataupun air liurnya. Sehingga kalau ada anjing menjilat sebuah benda atau kulit kita, maka wajib dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu basuhan wajib pakai tanah.
Kebanyakan pendapat yang digunakan di Indonesia adalah pendapat Imam al-Syafi’i, karena mayoritas penduduk Indonesia bermadzhab Syafi’i. Tapi kalau jalan-jalan ke luar negeri, jangan merasa aneh kalau sebagian penduduk muslim terbiasa memelihara dan bermain dengan anjing. Bisa jadi mereka menggunakan pendapat Madzhab Maliki yang berpendapat bahwa anjing bukanlah najis.