Menelusuri Gerakan Hijau Tarekat Rowobayan Bengawan Solo, Ketika Agama Jadi Inspirasi Jaga Lingkungan

Menelusuri Gerakan Hijau Tarekat Rowobayan Bengawan Solo, Ketika Agama Jadi Inspirasi Jaga Lingkungan

Menelusuri Gerakan Hijau Tarekat Rowobayan Bengawan Solo, Ketika Agama Jadi Inspirasi Jaga Lingkungan
Menjaga Lingkungan bagian dari Syariat Islam.

Bagaimana agama yang berkelindan dengan kebudayaan menjadi inspirasi gerakan lingkungan di wilayah Bengawan Solo dan jadi inspirasi agama untuk gerakan lingkungan? Maka sudah saatnya Anda berkenalan dengan Tarekat Rowobayan yang menjadi penjaga alam dan lingkungan di Bengawan Solo. 

 

Belakangan, krisis lingkungan ini menuai banyak perdebatan. Kita bisa lihat, misalnya, secara akademik salah satunya tesis Lynn White yang menyatakan bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh doktrin agama, khususnya agama-agama Abrahamik yang menempatkan manusia sebagai pusat diciptakannya semesta atau yang biasa dikenal dengan doktrin antroposenstrism.

Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya yang berjudul “ The Encounter Man and Nature” juga mengafirmasi tesis Lynn White di atas, bahwa kontribusi agama-agama Abrahamik terhadap cara pandang modernitas memang  sangat besar, termasuk di dalamnya adalah doktrin tentang keunggulan manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yg lainnya. Doktrin ini berdampak pada pandangan atas  superioritas manusia atas makhluk yang lain.

Meskipun demikian, tidak semua elemen dalam agama-agama Abrahamik berpandangan senada. Di dalam agama Islam misalnya, terdapat ordo sufi yang memiliki pandangan yang berbeda tentang relasi antara manusia dan alam.

Sebagian kelompok sufi berpandangan bahwa alam adalah bukti kebesaran Tuhan Yang Maha Esa yang menjelma sebagai ayat-ayat kauniyah sehingga alam tidak dapat dipandang dalam relasi subjek-objek yang eksploitatif oleh manusia.

Relasi manusia dan alam berbentuk subjek-subjek yang bersifat simbiosis mutulaistik. Salah satu komunitas sufisme yang mengajarkan hubungan yang setara antara manusia dan alam adalah Tarekat Rowobayan, yang ribat-nya terdapat di Dusun Rowobayan, Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.

Di bawah kepemimpinan Abdussalam Yusabh, tarekat ini melakukan internalisasi nilai-nilai ajaran sufi tentang hubungan Tuhan, manusia dan alam. Ajaran inilah yang kemudian menginspirasi terbentuknya “gerakan hijau” di kalangan penganutnya, khususnya mereka yang tinggal di tepi Sungai Bengawan Solo. S

ungai Bengawan Solo, sebagai Sungai terpanjang di Pulau Jawa, seringkali meluap dan menyebabkan banjir di daerah-daerah tepiannya, di antaranya di Bojonegoro.

Baca juga: Survei Iklim Nasional: Tokoh Agama Jadi Sosok Paling Dipercaya dalam Isu Iklim, Ungguli Aktivis Lingkungan

Baru-baru ini, terdapat 36 desa di Kabupaten Bojonegoro yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo yang terendam banjir.  Melihat fenomena tersebut, dalam setiap kesempatan, Yusabh menyampaikan kepada penganutnya bahwa banjir yang terjadi di tepian Sungai Bengawan Solo tidak lain karena manusia telah melakukan banyak eksplotasi terhadap alam dan tidak memberikan hak bagi air untuk mengalir sesuai tempatnya.

Di dalam menjelaskan tentang hubungan  Tuhan, manusia dan alam, Yusabh memberikan doktrin kepada penganutnya bahwa meskipun manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling  sempurna dibandingkan dengan ciptaan lainnya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab suci ajaran Agama Islam, tetapi alam adalah representasi dan bukti akan kebesaran dan eksistensi Tuhan.

Manusia dan alam adalah ciptaan Tuhan yang sama-sama memiliki hak hidup dan hak beribadah kepada Tuhan dengan caranya masing-masing. Tuhanlah yang menciptakan alam semesta, sehingga manusia harus menjaga kelestarian alam, yang mana  alam merupakan bukti eksistensi Tuhan. Alam adalah atribut yang merepresentasikan kebesaran Tuhan.

Untuk menginternalisasikan ajaran ini kepada penganutnya, Yusabh membuat contoh  yang sederhana agar mudah dipahami oleh penganutnya, sebagaimana pernyataannya berikut ini “ Sebagai contoh, kalau anda melihat Sungai, maka anda mengingat Allah. Merasakan hembusan angin, juga mengingat Allah dan lain sebagainya”.

Meskipun menjelaskan tentang alam sebagai representasi dari kebesaran Tuhan, ajaran tarekat ini tidak mengajarkan bahwa makhluk setara dengan Tuhan (wahdatul wujud). Karenanya, ajaran tarekat ini, meskipun memiliki doktrin kesatuan antara Tuhan, manusia dan alam, ajarannya berbeda dengan konsep tajalli tentang mirroring antara Tuhan dan makhluk-Nya sebagaimana ajaran Ibnu Arabi.

Abdussalam Yusabh, sebagai mursyid tarekat ini mengajarkan bahwa alam tidak hanya entitas fisik yang tidak bernyawa sehingga dapat dengan leluasa dieksploitasi oleh manusia. Alam yang merupakan representasi dari ciptaan Tuhan Yang Maha Besar, memiliki dimensi spiritual yang tidak terbantahkan. Meluapnya Sungai Bengawan Solo bukanlah peristiwa alam biasa yang tanpa makna. Meluapnya Sungai Bengawan Solo adalah perlawanan air terhadap perbuatan manusia yang sewenang-wenang dan eksploitatif terhadapnya.

Banjir yang terjadi di Sungai Bengawan Solo dalam dua puluh tahun terakhir lebih banyak disebabkan oleh ketamakan, keangkuhan dan kebodohan manusia. Meluapnya air disebabkan oleh manusia yang mengambil, merampok dan menyerobot jalan dan rumah air, sehingga membanjiri kawasan di sekelilingnya. Manusia mengambil jalan dan rumah air dengan membuang sampah di sungai, sehingga aliran airnya tersumbat oleh banyak kotoran. Perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab ini, pada dasarnya sebuah kedzaliman terhadap hak air. Meluapnya air sehingga menyebabkan banjir adalah bentuk tuntutan air atas hak-haknya.

Pandangan tentang hubungan yang mendalam antara Tuhan, manusia dan alam dalam Tarekat Rowobayan ini mengantarkan para penganutnya untuk menghormati hak-hak alam dengan tidak eksplotatif terhadapnya serta menempatkan hak-hak alam sesuai tempatnya. Sisi spiritualitas yang moderat ini perlu untuk ditiru dan disebarluaskan untuk memantik berbagai gerakan lingkungan di komunitas maupun wilayah lainnya.