Al-Quran berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya. Apa yang membedakan Al-Quran dengan kitab-kitab lain? Al-Quran adalah satu-satunya kitab yang dijamin oleh Allah SWT keasliannya hingga kiamat datang. Berbeda dengan kitab lainnya yang telah berubah diakibatkan ulah kaumnya sendiri.
Hal ini disebutkan dalam firman Allah Swt:
إ ِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”(Al-Hijr: 9).
Lalu bagaimana Al-Quran bisa terjaga keasliannya hingga akhir zaman? Bagaimana kitab yang berisi ribuan ayat tersebut tidak berubah satu huruf pun dalam bacaan maupun tulisannya? Berikut beberapa alasannya:
Pertama, sifat Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad sejak kecil terkenal sebagai orang yang sangat terpercaya. Beliau tidak pernah berbohong walaupun dalam hal yang sepele sekalipun. Inilah yang membuat Nabi Muhammad SAW dipercayai semua penduduk Mekah pada saat itu (sebelum diangkat menjadi Nabi). Beliau dijuluki sebagai al-amiin oleh penduduk kota Mekah, yang berarti yang terpercaya. Gelar ini beliau dapatkan jauh sebelum diangkat menjadi nabi.
Abu Jahal dan orang-orang Yahudi sekalipun mengakui bahwa perkataan Nabi Muhammad selalu benar. Hanya perasaan dengki dan gengsi merekalah yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.
Suatu hari menjelang perang Badar, Abu Jahal ditanya oleh seorang kafir Quraisy. Ia berkata, “Wahai Abu Jahal, apakah engkau benar-benar mengingkari ajaran Muhammad?” Kemudian Abu Jahal menjawab, “Semenjak Muhammad kecil hingga dewasa, aku tak pernah melihat Muhammad berbohong. Aku mengakui kebenaran ajarannya, namun ini masalah kebesaran suku Quraisy. Aku tidak akan membiarkan Muhammad mengambil kehormatan Suku Quraisy.”
Umat Yahudi sebetulnya juga telah mengetahui tentang kenabian Muhammad. Mereka sudah diberi tau tentang kedatangan nabi akhir zaman. Mereka sering menguji tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad. Mereka menemukan kebenaran. Namun akibat rasa gengsi, iri dan dengki, mereka menutup diri dari kebenaran yang telah mereka ketahui.
Begitulah sedikit gambaran sifat Rasulullah SAW yang tidak pernah berbohong sedikitpun. Bahkan musuh-musuhnya pun mengakui sifat yang mulia ini. Sifat inilah yang melekat pada diri Rasul sehingga ketika sudah diangkat menjadi rasul, beliau tidak pernah berdusta dalam menyampaikan wahyu Allah SWT.
Ketika wahyu turun, Nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabat dengan kalimat yang sama persis disampaikan oleh Malaikat Jibril. Setelah itu beliau memerintahkan para sahabat untuk menulis wahyu Allah dalam pelepah kurma, bebatuan, daun lontar, kulit hewan, daun kayu dan tulang-belulang binatang.
Rasul SAW membimbing para sahabat dalam segala hal, baik itu dalam pengucapan lafaz, urutan ayat, maupun penulisan huruf. Semua beliau jelaskan secara detail hingga tidak ada kesalahan dalam segi pelafalan maupun penulisan.
Selain itu, Nabi Muhammad juga memerintahkan para sahabat untuk tidak menulis kalam-kalam selain Al-Quran, baik itu berupa hadis nabi maupun hadis qudsi. Hal ini beliau lakukan agar antara Al-Quran dan kalam-kalam lainnya tidak bercampur hingga membuat rancu.
Setiap Bulan Ramadhan, Nabi Muhammad menjalani talaqqi langsung bersama Malaikat Jibril. Di sinilah Nabi Muhammad mengulangi hafalan Al-Qurannya, membenarkan bacaannya, serta mempelajari urutan Alquran sesuai kehendak Allah SWT.
Dengan adanya talaqqi ini, Al-Quran terhindar dari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Sehingga sesampainya Nabi Muhammad SAW wafat, beliau telah meninggalkan warisan Al-Quran kepada sahabat dengan sebenar-benarnya bacaan, tanpa ada kesalahan.
Kedua, karakteristik para sahabat.
Masyarakat Arab pada saat itu terkenal sebagai masyarakat yang mempunyai hafalan kuat. Karena kebanyakan dari mereka adalah masyarakat ummiy ( tidak bisa baca tulis), maka mereka sering mengabadikan sesuatu dengan menempatkannya di hati mereka (menghafal). Baik itu berupa silsilah, syair-syair, maupun berita-berita zaman dahulu.
Maka tak heran jika mereka mempunyai hafalan yang kuat. Ditambah lagi sifat para sahabat yang begitu semangat dalam menghafal Al-Quran. Maka lahirlah puluhan bahkan ratusan penghafal Al-Quran pada masa itu.
Saking cintanya para sahabat pada Al-Quran, suara bacaan mereka seperti dengungan lebah setiap malamnya. Nabi Muhammad sering berkeliling dan berhenti di pinggiran rumah para sahabat sekedar untuk mendengarkan bacaan mereka.
Namun, dari banyaknya penghafal Alquran pada saat itu, hanya ada tujuh orang sahabat yang telah mengkhatamkan hafalannya dihadapan Rasulullah SAW. Mereka adalah Abdullah bin Mas`ud, Salim bin Ma`qal, Mu`az bin Jabal, Ubai bin Ka`b, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda`.
Ketujuh sahabat inilah orang-orang yang mempunyai hafalan kuat di luar kepala, yang telah mengkhatamkan hafalannya dihadapan nabi langsung serta sanadnya sambung hingga saat ini.
Ketiga, peran Khulafa`ur Rasyidin.
Setelah Nabi SAW wafat, pemerintahan dipegang oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Pada saat itu, banyak kaum muslim yang murtad, keluar Islam. Orang-orang murtad ini kemudian diperangi oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, hingga timbullah Perang Yamamah. Dalam peperangan ini, banyak para huffadz yang syahid di jalan Allah.
Melihat kejadian di Perang Yamamah tersebut, Sahabat Umar bin Khattab khawatir apabila dalam peperangan selanjutnya akan memakan lebih banyak korban dan mengakibatkan hilangnya para penghafal Al-Quran. Kemudian beliau mengusulkan untuk membukukan Al-Quran dalam satu mushaf sehingga dapat digunakan oleh seluruh umat muslim pada waktu itu dan seterusnya.
Pada awalnya, sang khalifah tidak menyetujui karena hal tersebut tidak pernah dilakukan pada masa Nabi masih hidup. Namun setelah perdebatan panjang, akhirnya beliau menyetujui. Kemudian Khalifah memerintahkan Zaid Bin Tsabit untuk mengomandoi pengumpulan Al-Quran.
Pada awalnya, Zaid juga tidak setuju dengan alasan yang sama. Bahkan Zaid berkata, “Demi Allah! Sekiranya aku disuruh untuk memindahkan gunung, itu tidak lebih berat bagiku daripada harsu mengumpulkan Alquran yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.” Namun setelah khalifah bersikeras untuk membujuknya, akhirnya beliau menyetujui.
Proses pengumpulan Al-Quran ini tidaklah mudah. Sahabat Zaid sebagai “ketua panitia” mensyaratkan dua hal, yaitu: 1) Ayat Alquran yang ada dalam hafalan para sahabat, 2) Ada manuskrip aslinya. Hal ini beliau lakukan sebagai tindakan yang sangat teliti dan hati-hati.
Zaid tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Hingga ayat terakhir yang berhasil dikumpulkan adalah akhir surah At-Taubah,“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kamummu sendiri..” yang tulisan manuskripnya hanya ada pada sahabat Abu Khuzaimah al-Anshari.
Hal ini bukan berarti akhir surat At-Taubah ini tidak diriwayatkan secara mutawatir. Sahabat Zaid dan para sahabat lainnya juga hafal mengenai ayat ini, namun mereka kesulitan mendapatkan tulisan aslinya. Hingga pada akhirnya tulisan mengenai ayat ini ditemukan ada pada sahabat Abu Khuzaimah al-Anshari. Ini menunjukkan bahwa proses pengumpulan ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti. Sehingga keaslian tetap terjaga tanpa ada kesalahan satu huruf pun dalam penulisannya.
Keempat, peran umat Islam.
Umat Islam mempunyai peran penting dalam menjaga kalamullah. Semangat yang tinggi dalam menghafal sudah dimulai dari zaman sahabat hingga saat ini. Inilah yang membuat Al-Quran dapat diriwayatkan secara mutawatir. Sampai saat ini, ratusan ribu penghafal Alquran telah tersebar di seluruh dunia. Sehingga ketika ada satu huruf/harakat yang salah, pasti akan diketahui dan akan dikoreksi oleh umat Islam itu sendiri.
Begitulah cara Allah menunjukkan kekuasaannya dalam menjaga kalam-Nya. Allah SWT telah menjamin keaslian Al-Quran hingga akhir zaman, maka Allah mempunyai cara tersendiri untuk menjaga kalam-Nya. Ribuan ayat yang ada dalam Al-Quran tidak menjadi halangan bagi para penghafal Al-Quran untuk terus menjaga kalamullah. Semangat inilah yang akan terus berlanjut dan tak akan pernah padam hingga akhir zaman nanti.
Wallahu A`lam