Kasus perkosaan masih marak terjadi, akhir-akhir ini bahkan juga menimpa anak-anak hingga nenek tua. Kasus perkosaan juga pernah terjadi di masa Rasulullah SAW.
Dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, disebutkan bahwa pada masa Nabi SAW, ada seorang perempuan yang keluar rumah untuk melaksanakan shalat berjamaah. Namun di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang laki-laki. Laki-laki itu memaksanya untuk melakukan hubungan intim. Perempuan itu menolak namun sang lelaki berhasil memperkosanya, sedangkan perempuan itu hanya mampu berteriak. Setelah puas, laki-laki itu kabur dan melarikan diri.
Kemudian lewatlah seorang laki-laki lainnya di hadapannya, ia hendak menolong perempuan tersebut. Namun perempuan itu justru menyangka bahwa ialah yang telah memperkosanya. Kejadian itu terjadi di malam hari sehingga ia tak dapat mengenali sang lelaki yang memperkosanya dengan jelas.
Pada saat yang bersamaan, sekelompok orang Muhajirin lewat, perempuan itu pun berkata “Orang itu telah memperlakukanku begini dan begini (memperkosaku)!” Karena dituduh, laki-laki itu pun lari.
Maka pergilah rombongan tersebut mengejar laki-laki yang disangka telah memperkosa sang perempuan dan membawanya ke hadapannya. “Apakah laki-laki ini yang telah memperkosamu?” “Benar, laki-laki inilah yang telah memperkosaku”, jawabnya.
Mereka akhirnya membawa laki-laki malang itu kepada Rasulullah SAW. Maka, ketika hukum rajam hendak dijatuhkan kepada laki-laki itu (yang dituduh), laki-laki yang telah memperkosa perempuan itu berdiri dan mengakui perbuatannya seraya berkata “Wahai Rasulullah, akulah yang telah memperkosanya”.
Maka, selamatlah laki-laki tertuduh tersebut dari hukuman rajam. Rasulullah SAW kemudian menghampiri perempuan tersebut dan bersabda “Pergilah, Allah Swt telah mengampunimu (karena ia dipaksa). Beliau lalu mengatakan ucapan yang baik kepada laki-laki yang telah dituduh.
Rasulullah SAW pun berkata “Rajamlah ia (sang pelaku)”. Beliau kemudian bersabda “Dia telah bertaubat (dengan pengakuannya), sekiranya taubatnya dibagikan kepada seluruh penduduk Madinah, niscaya taubatnya akan diterima.
Dalam hadis lainnya Ibnu Majah meriwayatkan:
اسْتُكْرِهَتْ امْرَأَةٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَرَأَ عَنْهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّ، وَأَقَامَهُ عَلَى الَّذِي أَصَابَهَا، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ جَعَلَ لَهَا مَهْرًا.
Seorang wanita diperkosa pada masa Rasulullah SAW, kemudian hukuman hudud tidak diberlakukan padanya. Akhirnya hukuman hudud tersebut dilaksanakan pada laki-laki telah memperkosanya, tidak juga disebutkan ia memberikan mahar kepada sang perempuan (HR Ibnu Majah)
Berdasarkan hadis di atas, seorang laki-laki yang melakukan pemerkosaan dijatuhkan had. Sedangkan perempuan yang diperkosa (karena paksaan) tidak dijatuhkan had. Perlu diketahui pula, bahwa had tidak akan dijatuhkan kecuali jika sang pelaku mengakui perbuatannya.
Mengenai mahar, para Imam Madzhab masih berbeda pendapat. Imam Hanafi tidak mewajibkan mahar, karena menurutnya mahar adalah pemberian dari suami kepada istri. Adapun Imam Syafi’i mengatakan bahwa sang lelaki yang memperkosa wajib memberikan mahar atas apa yang diperbuatnya. Sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Fiqh ‘ala madzahib al-‘arba’ah:
إذا استكره الرجل المرأة على الزّنا، أقيم عليه الحد، ولايقام عليها، لأنّها مستكرهة، ولها مهر مثلها، ويثبت النسب منه إذا حملت المرأة وعليها العدة
Apabila seorang laki-laki memaksa perempuan untuk berzina, maka ia dijatuhkan had, dan ia (perempuan) tidak dijatuhkan had karena ia dipaksa, ia pun mendapatkan mahar, dan nasabnya ditetapkan kepada laki-laki tersebut jika perempuan itu hamil, dan masa iddah juga berlaku baginya.
Pemerkosaan merupakan tindakan yang keji. Korban bisa saja mengalami trauma seumur hidupnya. Oleh karena itu, Islam amat melindungi perempuan dan ia dibebaskan dari had. Bahkan ia justru diberikan mahar yang dibayarkan sebagai ganti rugi dan penghormatan kepada pihak perempuan.
Wallahu a’lam bisshowab