Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Saw selalu memberikan tuntunan dan panutan kepada seluruh umatnya. Terutama terkait dengan harta. Nabi sama sekali tidak pernah memikirkan harta-harta yang ia miliki. Bahkan beliau selalu berusaha untuk membagi-bagikan harta yang ia miliki kepada orang lain.
Pernah suatu hari Nabi memiliki sepotong emas yang disimpan di rumahnya. Emas tersebut selalu teringat di kepala saat Nabi sedang menunaikan shalat. Akhirnya, setelah shalat, Nabi pulang ke rumah dan membagi-bagikan emas itu kepada orang lain.
Dalam kisah lain misalkan, tiba-tiba datang seorang budak laki-laki kepada Nabi Saw. Saat itu budak tersebut diminta oleh Ibunya untuk menghadap Nabi Saw dan meminta sesuatu kepadanya.
“Wahai Nabi Saw aku datang kemari membawa pesan dari ibuku. Ibuku meminta ini dan itu.”
“Maaf, hari ini aku tidak memiliki apa-apa.” Jawab Nabi.
Hal seperti ini jamak diketahui, karena Nabi tidak pernah menimbun atau menyimpan sesuatu untuk hari esok. Ketika Nabi mendapatkan emas atau harta yang lain, Nabi jarang menyimpannya. Nabi selalu membagi-bagikan kepada para sahabatnya, khususnya untuk sahabat ahlus suffah.
“Kata ibuku, bajumu juga boleh.” Pinta budak laki-laki itu kembali.
Nabi selalu memberikan apa yang diminta oleh para sahabatnya, walaupun itu baju yang dipakai. Tanpa berfikir panjang, Nabi melepas baju yang ia kenakan. Baju itu lalu diberikan kepada budak laki-laki yang memintanya.
Budak itu akhirnya kembali tanpa tangan kosong. Wajahnya tergores senyum setelah permintaannya dikabulkan oleh Nabi.
Nabi kemudian masuk ke rumah dan tak keluar lagi, karena saat itu baju itulah satu-satunya baju yang dimiliki Nabi.
Ketika waktu shalat tiba, para sahabat mencari beliau. Umar terheran-heran ketika melihat kondisi Nabi yang seperti itu.
Umar kemudian menyempatkan bertanya. “Apakah ini perintah Allah?”
lalu turunlah firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena dengan begitu kamu jadi tercela dan menyesal.” Q.S. Al-Isra: 29.
Nampaknya ajaran mendahulukan orang lain yang telah dicontohkan oleh Nabi ditiru oleh istri-istrinya. Aisyah misalnya, ketika suatu hari ada seseorang perempuan datang menemuinya, perempuan itu tidak memiliki apapun untuk dimakan. Saat itu Aisyah hanya memiliki kurma. Tanpa berfikir panjang, ia langsung memberikan seluruh kurma yang dimilikinya kepada perempuan itu.
Tak hanya itu, ketika ia mendapatkan jatah nafkah, sedangkan saat itu ia sedang berpuasa, ia lalu memanggil pembantunya agar membagikan semua jatah itu kepada seluruh fakir miskin. Saat tiba waktu buka, ia meminta pembantunya untuk mengeluarkan makanan. Namun sayang, tidak ada makanan lagi yang tersisa.
“Coba engkau tadi sisakan sedikit, mungkin itu akan menjadi lebih baik.” Pinta pembantunya.
“Coba dari tadi engkau ingatkan, pasti aku akan menyisakannya.” Jawab Aisyah.
Wallahu A’lam