Jagat media sosial dihebohkan dengan sebuah video yang diupload oleh seorang youtuber ternama di Indonesia, yakni Deddy Corbuzier. Dalam channelnya, Deddy mengunggah video yang berjudul “Tutorial Jadi G4y di Indo !! = Pindah ke Jerman (Tonton sblm Ngamuk) Ragil and Fred – Podcast”. Video tersebut berisi obrolan Deddy dengan salah seorang WNI yang tinggal di Jerman bernama Ragil.
Ragil merupakan sosok yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial karena orientasi seksual yang dimilikinya. Sebagaimana diketahui, ia merupakan seorang gay atau penyuka sesama lelaki, ia memiliki kekasih bernama Fred, seorang warga negara Jerman. Fred juga diundang oleh Deddy dan tampil dalam video tersebut.
Saat artikel ini ditulis, video tersebut telah ditonton sebanyak 5,2 juta kali, angka tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit. Sontak video tersebut mengundang berbagai komentar dari netizen, bahkan tidak sedikit yang kontra dan melemparkan kritik kepada Deddy. Hal ini cukup wajar, mengingat tema yang diangkat dalam video tersebut cukup kontroversial, bahkan dianggap tidak sesuai nilai-nilai bangsa Indonesia, yakni LGBT.
Di antara pengguna media sosial yang turut berkomentar, salah satu akun di Facebook bernama “Tegar Percost”. Akun tersebut menunggah video ceramah seorang ulama bernama Habib Ali al-Jufri yang diambil dari akun Youtube “Shaab Muslim Channel” dengan judul asli “LGBT Dalam Islam ??”. Dalam video tersebut, Habib Ali memberikan penjelasan yang cukup lengkap tentang LGBT ditinjau dari sudut pandang Islam.
Penjelasan yang diberikan Habib Ali cukup menarik. Beliau mengawali dengan mengungkapkan adanya dua sikap yang menurut beliau ekstrem dalam menyikapi fenomena LGBT. Dua sikap ekstrem tersebut adalah sikap yang mendukung dan memperjuangkan LGBT, serta sikap yang menolak keras LGBT hingga tahap menghalalkan darah penganut paham tersebut.
Aspek yang pertama dibahas adalah tentang sifat-sifat manusia, baik itu sifat dasar yang dibawa sejak lahir maupun sifat yang terbentuk dari lingkungannya. Terkait sifat yang pertama, yang mana manusia tidak bisa merubahnya, Habib Ali mengatakan bahwa hal ini merupakan ujian dari Allah. Sedangkan sifat yang kedua dipengaruhi oleh pendidikan dan pengasuhan yang didapatkan dari orang tuanya.
Contoh problem yang terkait dengan sifat pertama adalah seseorang yang terlahir dengan dua kelamin. Menurut Habib Ali, terlahir dengan dua kelamin bukanlah problem utamanya, dan yang menjadi problem utama adalah keadaan mental orang tersebut. Sehingga, orang yang berada di sekitarnya harus membantunya untuk melewati ujian ini, yakni dengan cara membantunya untuk memilih sikapnya, yakni bersikap menjadi lelaki atau perempuan. Hal ini dapat dilakukan melalui kecondongan yang diperlihatkannya, apakah ia condong kepada sifat yang dimiliki laki-laki atau perempuan pada umumnya.
Sedangkan contoh problem yang terkait dengan sifat kedua adalah pengasuhan, seperti memperlakukan anak laki-laki sebagaimana anak perempuan, seperti mendandani layaknya perempuan, mengajari berjoget, dan sebagainya. Hal ini, menurut Habib Ali, secara medis dapat berdampak pada hormonnya jika berlangsung dalam waktu yang lama, hal ini pun berlaku sebaliknya bagi anak perempuan yang diperlakukan layaknya laki-laki.
Aspek kedua adalah terkait dengan orientasi yang dimiliki. Menurut Habib Ali, ada empat tipe orang yang memiliki orientasi LGBT. Pertama, tingkatan tertinggi adalah orang yang memiliki orientasi LGBT namun ia tetap berusaha memerangi orientasi yang menyimpang tersebut agar kembali ke “jalan yang lurus”. Orang yang seperti ini menurut Habib Ali dimuliakan (atas usaha memerangi syahwat menyimpangnya), bahkan diharapkan mendapat pahala syahid.
Kedua, orang yang memiliki orientasi LGBT, namun dia tidak memiliki kekuatan sekuat orang yang tipe pertama, sehingga dia masih sering terjatuh dalam orientasinya. Meski demikian, orang yang tipe kedua ini tidak membanggakan orientasinya, mengakui bahwa hal itu salah, dan selalu berusaha bertaubat meski pada akhirnya masih sering terjatuh lagi. Menurut Habib Ali, orang yang tipe ini masih mendapat ampunan dari Allah atas usahanya bertaubat.
Ketiga, orang yang memiliki orientasi LGBT dan ia tidak berkeinginan untuk melawan orientasi menyimpangnya tersebut, serta tidak mau mengakui bahwa yang dilakukannya adalah salah. Poin yang terakhir inilah yang menurut Habib Ali berbahaya, karena hal tersebut sama saja ia mengingkari Allah SWT. Karena, menormalisasikan hal yang salah tidak membuat hal yang salah menjadi benar, melainkan justru hal tersebut merupakan bentuk pengingkaran.
Keempat, tingkatan terendah adalah orang yang memiliki orientasi LGBT, tidak berkeinginan untuk melawannya, tidak mengakui bahwa hal tersebut salah, serta malah mengajak orang lain untuk ikut serta dan bahkan menuntut negara untuk mendukung mereka. Hal ini menurut Habib Ali merupakan masalah yang berbahaya dan harus disikapi serius oleh negara.
Dari keempat tipe orang yang memiliki orientasi LGBT di atas, Habib Ali menegaskan bahwa selama orang yang memiliki orientasi LGBT tersebut mengakui bahwa yang dilakukan adalah salah, tidak membanggakannya serta berusaha untuk memeranginya, maka orang yang semacam ini harus dibantu. Sebaliknya, orang yang tidak mau mengakui bahwa yang dilakukan adalah salah, tidak mau memeranginya dan justru membanggakannya, maka yang seperti ini harus ditindak tegas. Dan, Habib Ali menegaskan bahwa yang berwenang menindak hanyalah negara, bukan masyarakat.
Terakhir, beliau berpesan pada setiap orang yang memiliki orientasi LGBT:
“Saya berpesan kepada para pengidap LGBT, kamu sangat dekat dengan Allah, bahkan jika kamu sampai bermaksiat. Namun, cobalah jujur pada Allah, jaga shalatmu dan jangan pedulikan penilaian orang lain (saat kamu berusaha berubah). Selama kamu bersungguh-sungguh untuk merubah keadaanmu, sebanyak apapun kamu terjatuh (lagi) pada maksiat itu, janganlah putus asa, (tetap) bertaubatlah kepada Allah. Sebaliknya, jika kamu tetap merasa benar dan membanggakannya, maka takutlah, kamu dalam bahaya besar.”
Wallahu A’lam.